SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan tehadap anak (liputan6.com)

Anak juga bisa menunjukkan peran dalam pengambilan kebijakan kaitannya pembangunan wilayah, hingga transformasi cara pencegahan kekerasan pada anak.08

 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

 

Harianjogja.com, JOGJA-Pemerintah daerah dinilai masih menyepelekan peran anak dalam pembangunan dan keterlibatan pencegahan kekerasan terhadap anak.

Ekspedisi Mudik 2024

Aktivis SOS Children Village Indonesia, Dede Apriyanto, kepada Harian Jogja, Senin (7/3/2016) mengungkapkan, peran anak di daerah sebetulnya sudah terwadahi dalam Forum Anak yang ada di tingkat Kabupaten, Kecamatan hingga desa. Melalui forum ini, ada berbagai kegiatan yang mengarahkan pada edukasi pencegahan kekerasan terhadap anak, baik kekerasan verbal, hingga seksual.

Daerah memang telah menganggarkan sejumlah dana untuk mendukung berjalannya program yang dimiliki forum anak. Misalnya di Sleman Rp30 juta per kecamatan, Rp10-Rp15 juta per kampung di Kota Jogja, dan Rp2-Rp5 juta per desa di Kabupaten Gunungkidul. Bahkan di Gunungkidul, ada sejumlah kecamatan yang mengambil pos dari Pagu Indikatif Wilayah Kecamatan, untuk mendanai Kecamatan Ramah Anak.

“Tapi, kadang program untuk anak sudah dibuat, namun anak-anak tidak dilibatkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan di tingkat desa. Atau sudah masuk Musyawarah Rencana Pembangunan Desa, tapi sampai Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan justru apa yang menjadi masukkan anak malah dihapuskan,” terangnya.

Padahal keterlibatan anak bisa menjadi sumber informasi bagi rekan sebaya mereka. Anak juga bisa menunjukkan peran dalam pengambilan kebijakan kaitannya pembangunan wilayah, hingga transformasi cara pencegahan kekerasan pada anak.

Dede yang banyak beraktivitas di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya ini berharap, kepala daerah hingga kepala lembaga legislatif daerah bisa memberikan kesempatan bagi anak untuk masuk, dan memberi peran. Terlebih mengingat kasus yang menyudutkan anak sebagai korban, semakin lama semakin mengkhawatirkan.

Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Prof.Muhadjir Darwin menilai, minimnya keterlibatan anak dalam rencana pembangunan daerah ini membuktikan, kurangnya keterbukaan pemerintah terhadap peran anak-anak sebagai sebuah kelompok baru di masyarakat.

Kemungkinan, pemerintah memiliki asumsi anak masih belum rasional dan pemikiran anak belum masuk akal. Pemerintah lupa bahwa anak-anak juga memiliki kepentingan, serta perlu didengar layaknya anak mereka sendiri.

“Pengambil kebijakan di daerah harus mendengar dan mempertimbangkan keterlibatan anak. Agar kebijakan yang diambil lebih akomodatif dan partisipatif bagi anak,” tutur Muhadjir.

Hanya saja yang ada di lapangan, pemerintah banyak yang belum siap menerima keterlibatan anak. Mereka sejauh ini menerima kehadiran anak sebagai sesuatu yang simbolis.

“Hanya seolah-olah mendengar. Tapi keterlibatan asli, dalam proses yang riil belum terjadi,” jelasnya.

Muhadjir berpendapat pemerintah seharusnya tidak perlu khawatir lagi, dengan keterlibatan anak dalam kehidupan bermasyarakat dan kebijakan di ranah publik. Pemerintah tentu bisa menyaring pandangan anak yang rasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya