SOLOPOS.COM - Pemkab Ponorogo sedang menyiapkan pemetaan bencana banjir dan kekeringan, Kamis (3/8/2022). (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, memetakan wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan dalam masa musim kemarau tahun ini. Dari pemetaan, ada dua desa pada musim kemarau tahun ini yang diprediksi mengalami kekeringan.

Dua desa yang diprediksi mengalami kekeringan yaitu Desa Duri, Kecamatan Slahung dan Desa Suren, Kecamatan Mlarak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Prediksi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), seluruh wilayah Jawa Timur mengalami puncak kemarau pada bulan ini. Maka, dimungkinkan Puncak kekeringan bakal terjadi bulan depan.

”Tapi sampai saat ini belum ada permintaan suplai air bersih,” kata Jamus Kunto, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Ponorogo, Rabu (3/8/2022).

Baca Juga: Cerita Pecut Samandiman, Pusaka Ampuh Pegangan Raja Kelono Sewandono

BPBD telah menyiapkan air bersih sebanyak tiga tangki dengan kapasitas 5.000 dan 6.000 liter jika sewaktu-waktu ada permintaan. Pihaknya juga sengaja berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ponorogo untuk persediaan air bersihnya.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo juga mengadakan rapat di ruang rapat Bantarangin dengan berbagai sektor untuk mengantisipasi bencana alam tersebut. Selain mengantisipasi kekeringan, tapi juga menanggulangi banjir.

”Kami bagi tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing,” jelasnya.

Kekeringan Bertahun-Tahun

Jamus menjelaskan penyebab Desa Duri dari tahun ke tahun mengalami kekeringan. Sebab, kontur tanah dan topografi wilayah itu sulit menyimpan air dan sumbernya sangat dalam. Selain itu, wilayah itu berada di perbukitan sehingga kebutuhan air sulit terpenuhi.

Baca Juga: Berbuntut Panjang, Gus Samsudin Laporkan Pesulap Merah ke Polda Jatim

Meski begitu tahun lalu pemkab sudah mewacanakan untuk membuat sumur dalam. Namun, untuk membuatnya harus keluar dari wilayah Desa Duri. Jamus menyebut bakal mengusahakan untuk alternatif lainnya.

”Kami tetap akan membuat mekanisme agar desa itu bisa tersuplai air bersih,” ungkapnya.

Jamus menyampaikan kejadian kekeringan dari tahun ke tahun semakin berkurang. Misalnya saja pada tahun 2017 masih ada 9 desa yang didroping air bersih. Kebutuhan air bersih masing-masing desa itu tidak hanya sekali dalam sepekan. Bahkan bisa sampai dua atau tiga kali.

Setelah itu, pada tahun 2018 sampai 2020 stagnan di angka enam desa yang harus disuplai air bersih. Baru pada tahun lalu, desa yang kekeringan berkurang dan hanya ada sekitar dua sampai tiga desa saja.

Baca Juga: Tragis! Bapak & Anak Meninggal Tenggelam di Bendungan Notopuro Madiun

”Ini merupakan keberhasilan Pemkab untuk penyediaan air bersih,” tuturnya.

Pihaknya mengatakan ada program ABSAH (akuiver buatan sumber air hujan) dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo yang membantu suplai air bersih. Selain itu, ada program Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Ponorogo.

Jamus juga menyebut ada program dari Bupati Ponorogo yaitu sumur biopori. Namun, menurutnya hasil dari biopori itu tidak bisa langsung terasa hasilnya. Sebab, tujuan dari biopori itu untuk menaikkan permukaan air.

”Itu upaya-upaya kami untuk menanggulangi kekeringan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya