SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanaman padi puso akibat kekeringan. (JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Musim kemarau di Sleman diprediksi berlangsung hingga akhir tahun.

Harianjogja.com, SLEMAN-El Nino diperkirakan akan terjadi sampai Bulan Desember. Hal tersebut membuat wilayah Indonesia sisi selatan garis Katulistiwa, termasuk DIY, mengalami musim kemarau yang panjang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dalam kondisi normal, musim kemarau di wilayah Sleman terjadi Mei hingga Oktober. Namun dengan adanya El Nino, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY memperkirakan musim hujan menjadi mundur. Awal musim hujan baru terjadi akhir November dengan jumlah curah hujan di bawah normal.

“Curah hujan berkurang 50 sampai 70 persen dari rata-ratanya,” kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG DIY, Tony Agus Wijaya, Selasa (11/8/2015) saat menggelar jumpa pers di ruang setda Sleman.

Ia mengatakan dampak El Nino sudah mulai dirasakan. Seperti hari tanpa hujan (HTH) yang panjang yang dialami beberapa daerah di Sleman. Dari pantauan BMKG DIY sampai Senin (10/8/2015), seluruh wilayah Sleman mengalami 60 HTH berturut-turut.

“Kondisi seperti itu masuk kategori kekeringan ekstrem,” tegas Tony.

Daerah yang mengalami HTH terpanjang adalah Dusun Dolo, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak yakni 74 hari dan terpendek di Dusun Beran, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman yakni 60 hari.

Kepala Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral (SDAEM) Sleman Sapto Winarno menegaskan, meski kemarau panjang, kondisi 27 sumber air yang ada di Sleman masih stabil. Bahkan debit air di Umbul Lanang dan Umbul Wadon di Desa Umbulharjo Cangkringan bertambah.

“Pantauan Mei, debit air Umbulwadon 549 liter per detik. 5 Agustus naik jadi 667 liter per detik,” kata dia. Sementara untuk kekeringan tahun ini, pihaknya telah menyediakan 37 sumur pompa yang tersebar di Kecamatan Ngemplak, Ngaglik, dan Kalasan.

Melihat adanya peningkatan debit air di Umbul Lanang dan Umbul Wadon tersebut, Penjabat Bupati Sleman Gatot Saptadi mengatakan dampak kekeringan di Sleman masih dapat tertangani. Kewaspadaan hanya pada menurunnya sumur dalam karena mengalami penurunan debit.

“Sumber air di Sleman stabil. Pola tanaman dengan kearifan lokal juga sudah berjalan. Tapi sumur-sumur dalam perlu diwaspadai karena mengalami penurunan debit,” ungkapnya.

Dua hal yang menurut Gatot perlu ditindaklanjuti selama musim kemarau panjang, pertama adalah ketersediaan air bersih bagi masyarakat dan kedua perubahan kebijakan pertanian.

Untuk ketersediaan air bersih, pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman telah mempersiapkan rencana dropping air jika diperlukan. Sementara untuk perubahan kebijakan pertanian, petani di Sleman telah menerapkan pola tanam padi-padi-palawija dan adapula padi-palawija-padi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya