Solopos.com, KARANGANYAR — Produksi genting di pusat produksi genting Dusun Tegalrejo, Kelurahan Nangsri, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar, mengalami penurunan hingga 50% di musim penghujan.
Hujan yang selalu turun membuat proses pembuatan genting membutuhkan waktu lebih lama sehingga mengurangi kemampuan produksi genting .
Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah
Salah satu pengrajin, Prapto, 41, mengaku pada musim penghujan ini hanya mampu memproduksi rata-rata 200 biji genting hingga 300 biji genting per hari. Sedangkan pada musim kemarau, ia bersama keluarganya mampu memproduksi sebanyak 400 biji genting hingga 500 biji genting per hari.
“Baru dikeluarkan [dijemur], terus mendung. Kalau hujan kami tutup dengan terpal, setelah hujan reda kami masukan ke dalam lagi. Kalau kena air hujan kan rusak,”ujarnya kepada solopos.com belum lama ini.
Prapto menyebut pada musim penghujan pengeringan genting waktu tiga sampai tujuh hari. Sedangkan, pada musim kemarau hanya membutuhkan waktu satu hari. Karena pengeringan dengan cara dijemur butuh waktu lebih lama, maka proses pembakaran juga jadi tertunda karena harus ada stok genting sebanyak 8.000 biji hingga 10.000 biji agar pembakaran efisien.
“Proses pembakaran waktunya juga tambah lama, karena kondisi kayu basah. Perlu dikeringkan dulu,” katanya kepada
Pengrajin genting lainnya, Sulamin, 55, mengatakan selama musim penghujan hanya mampu memproduksi 200 biji genting per hari dan membutuhkan waktu tiga sampai empat hari sampai kering. Sedangkan pada musim kemarau, ia mampu memproduksi 400 biji genting.
“Musim penghujan capek untuk jemur genting, kalau siang tidak bisa istirahat. Tidak seperti musim kemarau, ada waktu istirahat. Untuk mengumpulkan stok 8.000 biji cukup 25 hari saja. Saat musim penghujan bisa sampai satu setengah bulan,” katanya kepada
Genting tersebut dijual dengan harga Rp980.000 untuk 1.000 biji genting. Pembelinya dari berbagai kota, antara lain Ngawi, Sragen, Boyolali, dan sebagainya.
Ketua RT 001 Tegalharjo, Markun, mengatakan wilayahnya memiliki kepala keluarga sebanyak 66 KK. Dan, sebanyak 85 persen dari total KK tersebut bekerja sebagai pengrajin genting. Menurut dia Tegalharjo menjadi pusat industri genting sejak puluhan tahun yang lalu. M
arkun menjelaskan, industri genting masih bertahan karena masyarakat Tegalharjo memilki pelanggan langsung. Para pedagang yang datang juga membeli genting dengan harga standar.
“Para pengrajin menjual genting dengan harga pasaran, jadi untuk modalnya aman. Apabila ada yang menawar dengan harga di bawah standar mereka tidak memaksakan menjual,” katanya.