SOLOPOS.COM - Museum Perjuangan (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Museum Perjuangan (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Menapakan kaki ke Museum Perjuangan di Jalan Kolonel Sugiono, Kota Jogja serasa menerawang ke era pra-1945. Di tiap sudut ruang gedung berbentuk bundar itu diletakkan berbagai bukti sejarah perjuangan merebut kemerdekaan bangsa ini. Sayang, museum yang sarat pengetahuan itu kini masih berjuang mendapat tempat di hati masyarakat. Tak banyak warga yang tertarik mendatangi tempat sepi itu.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Museum Perjuangan, meski sama-sama dikelola Pemerintah Pusat memang tak setenar museum Benteng Vredeburg yag terletak di Jalan Malioboro. Letak Museum Perjuangan agak menjorok ke selatan dari tepi Jalan Kolonel Sugiono. Tak banyak yang tahu museum yang berdiri 20 Mei 1958 itu diprakarsai Raja Kraton Jogja Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Semangatnya kala itu adalah untuk memberi peninggalan pada generasi bangsa ini mengenai sejarah bangsanya. Pendidrian museum bertepatan dengan peringatan setengah abad Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908.

Ekspedisi Mudik 2024

Chandra Noor, pengelola museum menceritakan, barang-barang bersejarah yang tersisa di museum ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat patriotisme dan nasionalisme generasi muda. “Harapanya yang datang ke sini jiwa patriotismenya dapat tumbuh,” kata lelaki itu kepada Harian Jogja, Selasa (20/3).

Berbagai koleksi yang dipajang pun khusus menampilkan benda sejarah terkait perjuangan. Ada ratusan koleksi yang dipajang di gedung bertingkat dua dan berdiameter 30 meter itu. Misalnya koleksi peralatan perang seperti bambu runcing, patung para pahlawan, relief perjuangan yang dibuat pada zamannya hingga melukiskan dengan mirip situasi kala itu. Banyak lagi koleksi pribadi para pejuang kemerdekaan seperti tempat tidur mantan Presiden RI Soekarno. Ada pula koleksi yang hanya berupa replika seperti meriam dan kapal VOC.

Sayang, meski sarat pengetahuan dan nilai perjuangan tak banyak yang berkunjung ke museum yang terletak di daerah Mergangsan, Jogja itu. Sehari rata-rata hanya 30 orang itu sudah maksimal, kecuali hari libur sekolah yang dapat mencapai ratusan orang. Yang berkunjung ke sana rata-rata pelajar atau mahasiswa yang melakukan penelitian bukan masyarakat umum atau turis asing. Padahal tiket masuk sangat terjangkau, Rp2.000 per orang.

“Kondisinya memang begini, yang datang paling anak sekolah mungkin mereka juga karena ada tugas dari sekolah. Kalau masyarakat umum biasa memang jarang,” ungkapnya.

Kendati demikian, sejak berdirinya hingga saat ini pengelola terus berjuang agar masyarakat tertarik berkunjung ke museum ini. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan hari kunjungan museum. Salah satu upayanya adalah menambah jumlah dan ragam koleksi dengan mendirikan Museum Sandi yang berada di lantai bawah Museum Perjuangan.

Museum sandi berisi ratusan koleksi terkait persandian yang merupakan kode rahasia dan merupakan senjata untuk melawan musuh. Tak hanya sandi era perjuangan namun juga perkembanganya perkembangan saat ini. “Banyak yang enggak tahu soal sandi. Padahal persandian itu juga bagian dari sejarah karena jadi senjata untuk perjuangan. Tapi dengan kode rahasia,” tuturnya. (ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya