SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

 Solopos.com, KARANGANYAR —Pabrik iki openana. Sanajan ora nyugihi, nanging nguripi, kinarya papan pangupa jiwane kawula dasih”. Wejangan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV berikut potret penguasa berjuluk Raja Gula dari Jawa yang dicetak di atas neon box menyambut pengunjung yang melangkahkan kaki ke ruangan Museum De Tjolomadoe, Sabtu (8/12/2018).

Museum yang baru diluncurkan siang itu menempati sudut ruangan di kompleks destinasi wisata baru De Tjolomadoe, tepatnya di area Stasiun Karbonatasi. Di areal seluas 1.500 meter2 tersebut, pengunjung bisa memanen pengetahuan sejarah bekas Pabrik Gula Colomadu tanpa perlu mengernyitkan dahi menekuni buku tebal.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Deretan infografis kronologi penting dan foto yang menandai sejarah perjalanan Pabrik Gula Colomadu tersaji di lorong masuk museum. Terdapat sebuah layar yang memproyeksikan peta perdagangan gula dunia.

Sudut lain memuat informasi singkat berikut dokumentasi soal sejarah gula dunia, aspek ekonomi dan politik yang melatari bisnis gula pada masa lampau, tradisi Cembengan di Colomadu, hingga sisi arsitektur lewat kehadiran cetak biru dan replika bangunan yang dirancang seorang berkebangsaan Jerman bernama R. Kampf itu.     

Di tengah kondisi banjir impor gula belakangan, pengelola turut menyajikan fakta nostalgia kejayaan Pabrik Gula Colomadu yang pernah menjadi eksportir gula terbesar kedua di dunia pada 1930 silam. Pada masa jayanya, pabrik tersebut menginspirasi Raja Prajadhipok atau Rama VII untuk membangun bisnis sejenis di Thailand.

“Kami dan tim sampai ke Thailand untuk riset dan memburu dokumentasi kunjungan Raja Rama VII belajar bisnis gula ke Colomadu,” ujar Rachmat Priyatna, Presiden Direktur PT Sinergi Colomadu selaku pengelola De Tjolomadoe, selepas menunjukkan jajaran foto yang terpajang di museum setempat. 

Pengelola tak cuma menghadirkan ragam informasi dalam bentuk foto, video rekaman, dan infografis. Ada juga artefak berupa mesin ketik hingga dokumentasi pembukuan lawas yang sempat menjadi saksi rapinya sistem pengelolaan perusahaan gula pada masa itu.

Kenyang menapak jejak kejayaan gula di Colomadu, pengunjung juga bisa sejenak relaksasi dengan menikmati suguhan instalasi seni di dua ruangan terpisah garapan seniman kontemporer bergengsi.

Salah satu ruang memuat instalasi Taman Wagis Wara garapan Tempa yang dimotori seniman Putud Utama dan Rara Kuastra. Tempa merepresentasikan Pabrik Gula Colomadu sebagai simbol kemandirian dan gotong royong antara Istana Mangkunegara bersama warga berhasil dalam bidang ekonomi.

Kedua seniman tersebut merancang ruang instalasi melalui tiga dinding visual yang berkesinambungan dengan sederet ilustrasi simbol seperti gunung madu, roda gigi mesin pabrik, dan tradisi Cembengan. Pengunjung bisa mencicipi pengalaman estetis begitu lampu otomatis dimatikan dan beberapa bagian ilustrasi yang ditorehkan dari tinta fosfor menyala.

Video Mapping

Susana Museum De Tjolomadoe di Karanganyar (Solopos-Sunaryo HB)

Ada juga ruang lain yang menyajikan karya instalasi video mapping dan animasi berjudul Confectionery garapan Studio Batu asal Jogja. Komposisi visual yang dipresentasikan di ruangan gelap ini menampilkan karakter imajinatif menyerupai makhluk kristal merah muda yang bersanding dengan animasi gunungan gulali, cokelat, dan permen kapas.

Pengunjung pantang lupa mengabadikan diri atau pengalamannya menyaksikan suguhan tersebut. Pasalnya, karakter yang muncul dalam sorotan video mapping tersebut dibuat tidak statis melainkan dinamis mengikuti irama musik. Kejutan hadir di akhir video yang menampilkan hujan gula berlatar warna cerah tersebut.  

“Pabrik Gula Colomadu menyimpan cerita bagaimana Mangkunegaran membangun dan mencapai masa kejayaan di level internasional. Colomadu pernah jadi eksportir pabrik besar kedua setelah Kuba. Cerita sukses ini ingin kami sampaikan ke publik. Tugas kita untuk melanjutkan kesuksesan tersebut di masa mendatang dengan cara yang berbeda,” jelas Rachmat.

Menurut Rachmat, pengelola sengaja menghadirkan narasi sejarah kekinian di museum untuk melengkapi kompleks peninggalan bersejarah tersebut selang 157 tahun sejak momentum peletakan batu pertama pembangunan Pabrik Gula Colomadu dilaksanakan pada 8 Desember 1861 silam.

“Kami intensif mengumpulkan arsip dan bermitra dengan berbagai akademisi sejarah di beberapa kampus untuk menyiapkan museum ini sejak tiga bulan lalu. Soft opening sengaja kami pilih hari ini sebagai kado ulang tahun ke-157 Colomadu,” bebernya.  

Disampaikan Rachmat, Soft Opening Museum De Tjolomadoe sekaligus menandai masa gratis pengunjung bisa memasuki gedung utama De Tjolomadoe yang sudah dibuka untuk publik sejak 24 Maret lalu.

Mulai Sabtu (8/12), PT Sinergi Colomadu selaku pengelola menerapkan tarif tiket masuk gedung utama kawasan senilai Rp25.000/orang. Dengan membayar tiket tersebut, pengunjung bisa mengunjungi area gedung ex pabrik gula dan museum serta mendapatkan sebotol minuman gratis selama masa promosi.

Pengelola menargetkan ada 2.000 pengunjung/hari yang singgah di De Tjolomadoe. Sejak dibuka beberapa waktu lalu, rata-rata pengunjung harian bangunan bersejarah tersebut mencapai 1.000 orang pada hari biasa dan 3.000 orang pada akhir pekan.

Kepala Dinas Pariwisata Karanganyar, Titis Jarwanto, berharap kehadiran Museum De Tjolomadoe kian mengukuhkan posisi Bumi Intanpari sebagai salah satu destinasi wisata utama Soloraya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya