SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, BOYOLALI – Kaki-kaki kecil Novia dan Alfina siswa kelas V SDN 3 Kalimati, Kecamatan Juwangi, Boyolali bergerak lincah menyusuri jalan desa yang berkontur naik-turun. Keluar dari ruang kelas, keduanya langsung melepas sepatu dan memasukkannya dalam tas yang penuh coretan bolpoin. Saat itu, Alfina hanya membawa dua buku. “Lebih enak kalau ngodhok [jalan tanpa alas kaki],” celetuk Novia diimbangi anggukan Alfina.

Dengan kaki telanjang mereka mengaku bisa berjalan lebih cepat. Sesekali jika melihat kawan lain dari kejauhan mereka berlari kecil agar bisa berjalan beriringan. Pulang sekolah bersama sambil bertelanjang kaki menjadi pemandangan biasa bagi warga desa setempat. Anak-anak ini rata-rata harus berjalan tiga kilometer berangkat dan pulang sekolah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sepetak kebun jagung mesti dilalui lebih dulu untuk sampai ke rumah mereka di Dukuh Kedungdondo. Setelah berjalan 2,5 km mereka masih harus melintasi sungai dengan jembatan nonpermanen dari bambu yang biasa disebut jembatan sesek. Novia dan Alfina harus menyebrangi Sungai Kedungdondo untuk pulang-pergi ke sekolah. Jembatan itu, ujar mereka, menjadi jalan satu-satunya jalan penghubung untuk pergi ke sekolah, juga balai desa, dan akses warung. Novia dan Alfina hidup bersama empat puluhan warga RT 014 lain di seberang sungai.

Jembatan permanen yang dibangun dengan dana desa ambrol sepuluh hari lalu. Arus sungai selebar kira-kira enam meter itu mendadak deras karena hujan yang terus-menerus turun. “Itu memang karakteristik sungai di Juwangi, jadi deras di musim hujan padahal biasanya tenang,” ujar Camat Juwangi, Agus Supriyadi.

Kali yang biasa disebut Kali Kedungdondo oleh warga setempat sebenarnya berarus tenang. Namun hujan yang mengguyur terus menerus membuat fondasi jembatan tak kuat menahan arus. Jembatan yang ambrol kemudian disiasati warga yang menambalnya menggunakan bambu. “Jembatan sesek baru ada sejak Minggu [20/1/2019],” ujar warga setempat, Gemi.

Jembatan sementara itu membawa Novia dan Alfina dan siswa-siswa lain bisa bernapas lega. Sebelumnya, selama satu pekan mereka sempat harus meniti tepian jalan yang belum ambles. Kemudian meloncat lewat sisi jembatan yang masih bisa dilintasi. Orang-orang dewasa secara bergantian mengawasi anak-anak yang menyeberang dari kedua sisi jembatan. “Kami berharap jembatan permanen segera dibangun kembali agar aktivitas warga desa normal,” imbuh Gemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya