SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Niat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi konten digital di berbagai platform seperti Youtube, Netflix, dan Facebook ditentang publik. Konten digital di ketiga platform itu dinilai publik justru menjadi alternatif di tengah rendahnya kualitas konten televisi di Indonesia.

Penolakan itu muncul dalam sebuah petisi berjudul Tolak KPI Awasi Youtube, Facebook, Netflix! di situs Change.org yang muncul pada Jumat (9/8/2019). Hingga berita ini ditulis, petisi yang dimulai oleh Dara Nasution tersebut telah mendapatkan 17.970 tanda tangan dukungan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berencana membuat dasar hukum untuk melakukan pengawasan pada konten YouTube, Facebook, Netflix, atau sejenisnya. KPI beralasan pengawasan konten yang berada di media digital bertujuan agar konten layak ditonton serta memiliki nilai edukasi, juga menjauhkan masyarakat dari konten berkualitas rendah,” tulis Dara dalam pengantar petisi.

Menurutnya, rencana KPI tersebut bermasalah. Ada empat alasan yang membuat niat KPI merambah pengawasan ke platform digital tersebut, mulai dari fungsi KPI yang bukan lembaga sensor hingga konten Youtube dan Netflix di tengah banyaknya adegan di televisi nasional yang dinilai tak mendidik.

Pertama, mencederai mandat berdirinya KPI. Menurut Undang-undang Penyiaran No.32 tahun 2002, tujuan KPI berdiri adalah untuk mengawasi siaran televisi dan radio yang menggunakan frekuensi publik. Wewenang KPI hanyalah sebatas mengatur penyiaran televisi dan dalam jangkauan spektrum frekuensi radio, bukan masuk pada wilayah konten dan media digital,” tulis dara.

Kedua, KPI bukan lembaga sensor. Dalam Undang-Undang Penyiaran, KPI tidak memiliki kewenangan melakukan sensor terhadap sebuah tayangan dan melarangnya. KPI hanya berwenang menyusun dan mengawasi pelaksanaan Peraturan dan Pedoman Perilaku penyiaran serta Standar Program Siaran [P3SPS].”

Ketiga, Netflix dan Youtube menjadi alternatif tontonan masyarakat karena kinerja KPI buruk dalam mengawasi tayangan televisi. KPI tidak pernah menindak tegas televisi yang menayangkan sinetron dengan adegan-adegan konyol dan tidak mendidik, talkshow yang penuh sandiwara dan sensasional, serta komedi yang saling lempar guyonan kasar dan seksis. Akhirnya, masyarakat mencari tontonan lain di luar televisi yang lebih berkualitas. Banyaknya orang yang beralih ke konten digital adalah bukti kegagalan KPI menertibkan lembaga penyiaran. KPI seharusnya mengevaluasi diri.

“Keempat, masyarakat membayar untuk mengakses Netflix. Artinya, Netflix adalah barang konsumsi yang bebas digunakan oleh konsumen yang membayar. KPI sebagai lembaga negara tidak perlu mencampuri terlalu dalam pilihan personal warga negaranya.”

Karena itu, Dara menyebut rencana KPI mengawasi konten YouTube, Facebook, Netflix, atau sejenisnya jelas bermasalah dan harus ditolak. Dia meminta KPI memperbaiki kinerja untuk menertibkan tayangan-tayangan televisi agar lebih berkualitas, bukan memaksa untuk memperlebar kewenangan dengan rekam jejak yang mengecewakan.

“Selain itu, pemerintah juga perlu membuat program-program penguatan literasi media. Hal itu akan memberikan solusi konkret dan berorientasi jangka panjang kepada publik.”

Sasar Milenial

Sebelumnya, KPI menyatakan segera mengupayakan aturan yang menjadi dasar hukum untuk pengawasan konten digital dari media seperti YouTube, Facebook, Netflix, dan media sejenis.

“Kami malah ingin segera bisa mengawasi itu, karena di media baru atau media digital saat ini kontennya sudah termasuk dalam ranah penyiaran,” kata Ketua KPI Pusat Agung Suprio seusai pengukuhan komisioner periode 2019-2022 di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (5/8/2019) lalu, dilansir Antara.

Pengawasan tersebut agar konten-konten yang berada di media digital memang layak ditonton serta memiliki nilai edukasi, juga menjauhkan masyarakat dari konten berkualitas rendah.

Perlunya pengawasan media YouTube, Netflix, Facebook atau media sejenis menimbang sebagian besar masyarakat sudah beralih dari media konvensional televisi dan radio. Terutama kalangan milenial, mereka menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya untuk mengakses atau menonton konten dari media digital.

“Merujuk data BPS, generasi milenial jumlahnya hampir mencapai 50 persen dari jumlah penduduk,” kata dia.

KPI mengupayakan aturan pengawasan media digital bisa dimasukkan ke dalam revisi undang-undang penyiaran, dan diharapkan DPR bisa segera merevisinya. “Kami juga akan merevisi P3SPS atau Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, karena P3SPS dibuat sudah lama, jadi ada hal-hal baru yang belum terakomodasi, ini akan kita revisi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” ujar Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya