SOLOPOS.COM - Relawan bermain dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) di Sanggar Inklusi Tunas Bangsa, Dusun II, Nguter, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Selasa (26/7/2022). (Solopos.com/ Tiara Surya Madani).

Solopos.com, SUKOHARJO – Penyandang disabilitas khususnya anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapat perhatian khusus Pemkab Sukoharjo. Sejumlah kebijakan yang mendukung perkembangan mereka mulai diberlakukan oleh Pemkab Sukoharjo.

Salah satunya membentuk desa inklusi dan sanggar inklusi. Sanggar yang sedianya dibangun di 12 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo ini menyediakan layanan untuk semua difabel.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Relawan difabel yang berangkat dari kader Posyandu dari Nguter, Sukoharjo, Puji Handayani menceritakan suka duka mendidik dan mengasuh anak-anak istimewa itu.

Wanita paruh baya itu telah mengabdi selama kurang lebih 10 tahun, karena juga jadi pendiri Sanggar Inklusi Tunas Bangsa, Nguter, Sukoharjo.

Puji berangkat mengabdi secara sukarela dengan motivasi kurangnya perhatian pada ABK. Puji dan delapan relawan lainnya di Sukoharjo kemudian tergerak untuk mengondisikan ABK agar dapat mandiri serta baik dalam kesehatannya walaupun tanpa bayaran.

Baca juga: Sukoharjo Miliki 74 Desa Inklusi, Tapi Baru 4 yang Resmi, Kenapa?

“Dahulu sebelum sanggar berdiri, belum ada terapi, Pemberian Makanan Tambahan [PMT], layanan psikolog, serta kurangnya peran orang tua,” kata Puji.

“Kami berkumpul dan assessment muncul untuk kebutuhan anak, misalnya anak butuh kesehatannya, terapi apa, alat bantu apa, mendidiknya seperti apa, untuk menunjang kemandirian seperti apa,” kata Puji.

Belum ada kurikulum yang dikhususkan untuk ABK sehingga pengajaran berinduk pada kurikulum PAUD di wilayah Sukoharjo ini disesuaikan dengan kondisi anak.

Karena sudah sepuluh tahun lebih mengabdi, Puji menceritakan suka duka mengasuh dan mendidik ABK. Salah satu duka yang dialami yakni kemampuan relawan yang terbatas.

Mereka harus berpikir keras bagaimana cara mengondisikan anak agar duduk tenang dan mengikuti pembelajaran. Hal tersebut membutuhkan proses dan waktu panjang.

Baca juga: Bangun 12 Sanggar Inklusi, Pemkab Sukoharjo Siapkan Rp3 M

Terutama untuk anak dengan Attention-Defivit Hyperactivy Disorder (ADHD), relawan harus mengeluarkan tenaga ekstra agar anak diam dan fokus.

“Ada orang tua yang malu memiliki ABK, ada yang tidak dimasukkan ke KK, apalagi tidak punya akta kelahiran, jaminan kesehatan,” kata Puji.

“Namun saat datang kemari menangis karena merasa ada keluarga baru yang peduli, mau menerima, karena lingkungan memandang sebelah mata, tidak memandang secara medis,” tambah Puji.

Puji menceritakan pengalamannya pernah menerima cakaran, kruwesan, jambakan, serta kata-kata kurang pantas karena pergaulan ABK di lingkungan rumah. Namun semua itu terbayar ketika melihat anak-anak sudah berprogres dapat duduk diam, menjawab salam, berdoa, dan tos.

Kabar dari orang tua di rumah memberitahukan bahwa anak bisa makan sendiri, buang air besar (BAB) sendiri, juga merupakan perkembangan luar biasa.

Baca juga: Sukoharjo Miliki 74 Desa Inklusi, Tapi Baru 4 yang Resmi, Kenapa?

“Jika kami ikhlas di kegiatan seperti ini, pasti menyenangkan. hampir 10 tahun sanggar berdiri, dan saya pendiri sanggar ini. merintis, melakukan kunjungan ke rumah, merayu dan meyakinkan orang tua, melakukan advokasi ke desa dan pemerintah agar hak anak tercukupi,” kata Puji.

Penanganan medis yang disarankan oleh sanggar berupa fasilitas kesehatan dan terapi telah diberikan jaminan kesehatan dari pemerintah, namun untuk biaya operasional tetap dari keluarga ABK.

Relawan pengasuh ABK Sanggar Inklusi Tunas Bangsa, Sayekti, memberikan suka duka mengasuh ABK sebagai hiburan dan beramal.

Relawan lain, Siti Meilisa, 21, menjadi sukarelawan menceritakan tantangan terbesar mendidik dan mengasuh ABK adalah mengondisikan anak untuk diam, pernah ada yang melempar APE ke teman sampai menangis.

Siti mengatakan untuk menangani ABK harus sabar dan mengenal sifatnya. Misal untuk yang suka melempar disendirikan terlebih dahulu di ruangan khusus. Ia masuk menjadi sukarelawan karena memiliki saudara seorang tuna rungu, kemudian sambil kuliah dan mengajar bisa membantu satu sama lain.

Baca juga: ABK Sukoharjo Capai 6.512, Baru 710 yang Gabung di Sanggar Inklusi



Orang tua ABK, Warti, yang tergabung dalam Sanggar Inklusi Tunas Bangsa Sukoharjo menceritakan bahwa putrinya telah bergabung dengan sanggar selama lima tahun.

Menurutnya kegiatan di sanggar sangat bermanfaat karena putrinya berkembang ke arah yang lebih baik.

“Waktu baru masuk belum bisa apa-apa, masih suka lari-lari dan gemes kalau ada teman. Sekarang sudah bisa diam, makan sendiri, dan pakai baju sendiri karena terapi dan bimbingan dari sanggar,” kata Warti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya