SOLOPOS.COM - Muktamar VIII AIPKI yamg digelar di Hotel The Sunan Solo dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya dan Kerja Sama dan Pendidikan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ali Ghufron Mukti (sebelah kiri gongp) Sabtu (15/8/2015). (JIBI/Solopos/Septhia Ryanthie)

Muktamar AIPKI atau Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia digelar di Hotel The Sunan Solo, Sabtu (15/8/2015).

Solopos.com, SOLO-Dana yang dikucurkan pemerintah Indonesia untuk riset atau penelitian diakui masih rendah. Saat ini dana riset tersebut bahkan menurun, dari semula sekitar Rp15 triliun menjadi Rp11 triliun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kondisi tersebut diakui Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya dan Kerja Sama dan Pendidikan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ali Ghufron Mukti, ketika ditemui wartawan di sela-sela Muktamar VIII Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) di Hotel The Sunan Solo, Sabtu (15/8/2015).

Saat ini, alokasi dana riset di Indonesia masih berada pada angka 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jika dibandingkan negara lain, alokasi dana riset tersebut masih jauh di bawahnya. Ali mencontohkan di Malaysia, alokasi dana riset sudah sekitar 1,5 persen dari PDB.
“Di Singapura bahkan sudah mencapai 2 persen,” ungkapnya.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah mendorong agar pihak swasta, terutama industri, ikut berpartisipasi dalam riset melalui kerja sama dengan universitas-universitas atau perguruan tinggi dan pemerintah, khususnya melalui lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki divisi penelitian dan pengembangan (litbang).

Namun pihaknya menekankan agar nantinya riset itu tidak hanya terhenti pada penelitian itu sendiri, melainkan harus dapat dimanfaatkan untuk memunculkan inovasi-imovasi yang memiliki daya saing tinggi karena berbasis penelitian. “Dengan produk-produk inovatif yang dihasilkan dari riset, industri akan mampu bersaing,” tandasnya.

Ali menambahkan, Indonesia juga masih membutuhkan lebih banyak profesor dan institusi pendidikan yang diharapkan proaktif mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal internasional. Apalagi saat ini, pengusulan guru besar sudah tidak mensyaratkankan jurnal internasional yang terindeks scopus.

Dalam kesempatan itu, Ali juga berharap agar melalui penyelenggaraan Muktamar VIII, AIPKI dapat mendorong kalangan pengelola institusi pendidikan kedokteran menghasilkan lulusan yang siap bersaing, terutama di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang bakal mulai diberlakukan akhir Desember 2015 ini. Sebab menurutnya, sejauh ini rata-rata lulusan justru belum siap.

“Ada kekhawatiran tidak mampu bersaing dengan lulusan dari negara-negara lain terkait MEA tersebut,” ungkapnya.

Menurutnya, harus dilakukan pelibatan secara nasional semua pihak terkait dalam rangka menjaga dan membentengi para lulusan agar mereka mampu berkompetisi dan berdaya saing tinggi.

“Sehingga nantinya apa-apa saja yang menjadi masalah di kita (permasalahan di bidang kedokteran dan kesehatan, cukup ditangani oleh dokter-dokter yang telah dihasilkan dari proses pendidikan yang baik,” tandasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya