SOLOPOS.COM - Konferensi pers Kapolri, Kapolda Metro Jaya, Pangdam Jaya, dan Panglima TNI, Jumat (10/2/2017), jelang aksi 112. (Juli Etha Ramaida Manalu/JIBI/Bisnis)

MUI dan 2 ormas besar NU & Muhammadiyah menyatakan tak mendukung aksi 112. Kapolri pun menegaskan larangan massa melakukan long march.

Solopos.com, JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Islam seperti Muhammadiyah dan NU, menyatakan tidak mendukung rencana aksi berjalan kaki (long march) yang rencananya akan dilaksanakan pada Sabtu (11/2/2017).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal ini disampaikan oleh Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian dalam sebuah konferensi pers di Mapolda Metro Jaya. Tito menegaskan bahwa pihak yang berniat untuk melaksanakan aksi tersebut hanyalah sekelompok masyarakat tertentu.

Ekspedisi Mudik 2024

“Intinya kami membahas mengenai rencana pengamanan aksi yang akan dilakukan sekelompok masyarakat yang mereka sebut aksi 112, saya garis bawahi karena ini sekelompok masyarakat tertentu,” kata Tito, Jumat (10/2/2017).

Tito menyebutkan bahwa para pemimpin sejumlah ormas Islam di Indonesia, khususnya di Jakarta, telah menyatakan tidak mendukung aksi tersebut. Bahkan, tambahnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyarankan agar acara tersebut dibubarkan saja karena mobilisasi massa berpotensi disusupi agenda politik.

“Jadi, kalau beberapa ormas Islam mainstream yang besar seperti Muhammadiyah [yang dipimpin] Haedar Natsir tidak mendukung aksi ini. Dari Rais Aam PBNU juga jelas menyampaikan tidak mendukung aksi ini. Demikian juga MUI bahkan menyarankan lebih baik membatalkan karena mobilisasi massa erat hubungannya dengan masalah politik pilkada dan keberatan masalah keagamaan dikaitan dengan politik pilkada,” jelasnya.

Oleh karena itu kata Tito, pihak kepolisian bersama Bawaslu DKI Jakarta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Plt Gubernur, Kapolda Metro Jaya, dan Pangdam Jaya, sepakat untuk melarang aksi jalan kaki bersama yang direncanakanakan dimulai dari Monas menuju Bundarah HI dan kembali ke Monas, besok.

Adapun pertimbangan pelarangan ini karena dinilai berpotensi melanggar Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)sekaligus UU No. 9/1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.

“Khususnya pasal 6 yang menyatakan bahwa berpotensi menganggu ketertiban publik. Jadi, satu batasan menyampaikan pendapat, tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain dan mengganggu ketertiban publik. Jalan kaki hari Sabtu di hari kerja, masih di jalan protokol, itu menganggu. Apalagi mengusung isu politik. Oleh karena itu tegas dari instansi tadi memyampaikan dilarang,” tegas Tito.

Atas pelarangan ini, kelompok masyarakat tersebutpun sepakat untuk mengubah acara dari aksi berjalan kaki menjadi kegiatan keagamaan yang akan dipusatkan di Masjid Istiqlal dalam bentuk ibadah dan tausiah. Sepanjang tidak melanggar hukum, kata Tito, masyarakat akan diizinkan melakukan kegiatan keagamaan. Dia mengingatkan agar masalah keagamaan tidak dikaitkan dengan masalah politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya