SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JOGJA — Muhammadiyah mendorong aparat penegak hukum memproses hukum Rofik Asharuddin atau RA, 23, pelaku teror bom di pos polisi Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah hingga ke pengadilan.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan dengan proses hukum di pengadilan, maka motif sebenarnya dari aksi Rofik Asharuddin itu bisa diungkapkan. “Kita prihatin masih ada [teror] bom, kita berharap tidak terulang. Karena itu penting beberapa hal dilakukan,” kata Haedar di sela-sela acara syawalan warga Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah, Jogja, Rabu (5/6/2019).

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Menurut Haedar Nashir kepolisian harus menegakkan hukum seadil-adilnya dan transparan. “Harus digiring ke pengadilan mereka yang berbuat teror agar tahu akar masalahnya seperti apa,” lanjutnya.

Haedar menyinggung tindakan aparat hukum beberapa tahun lalu ketika menangani kasus teror. Yakni tak jarang mengambil tindakan tegas dengan menembak mati ketika proses penangkapan.

Meski diakuinya tindakan itu berangsur digantikan dengan tindakan lebih lunak. “Kan sering dulu hard approach, tembak mati. Sekarang pendekatan mau ke soft aproach, tapi tetap dalam hukum. Di pengadilan bisa tahu apa motifnya, kalau terlibat jaringan, apa maunya jaringan itu,” jelas Haedar.

Haedar pun menyampaikan beberapa kemungkinan pemicu aksi teror. Dia juga memberikan masukan kepada aparat hukum maupun pemerintah untuk menanggulangi aksi teror yang mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat.

“Dalam konteks strategi ke depan, berbagai macam kekerasan itu biasanya tumbuh dalam situasi yang antagonis, terutama kesenjangan sosial, ketidakadilan. Lalu orang ada pembenaran untuk melakukan tindakan seperti itu, tapi tetap tidak benar,” ujarnya.

Dinyatakan haedar, pemerintah mestinya mulai punya strategi yang lebih progresif memecahkan masalah kesenjangan. “Radikalisme apapun bentuknya, itu boleh jadi karena ada situasi-situasi yang rawan,” imbuhnya.

Haedar juga berpesan agar masyarakat memiliki strategi kebudayaan, yakni menjadikan gotong royong dan kebersamaan untuk menciptakan situasi sosial yang kondusif, serta memiliki zona tidak toleran terhadap berbagai macam kekerasan. “Kekerasan kan juga bisa tumbuh dalam konteks aktualisasi massa. Dulu ada gerakan petani radikal misalnya, sekarang mungkin ada gerakan politik radikal, radikalisme politik, dan lain-lain, karena masyarakat berada dalam situasi marah,” paparnya.

Haedar secara khusus mengimbau warga Muhammadiyah agar menebarkan Islam yang mencerahkan dan memajukan sebagaimana perspektif Muhammadiyah. “Politik jangan sampai memecah internal Muhammadiyah, umat Islam dan bangsa. Karena harganya terlalu mahal,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya