SOLOPOS.COM - Muh Ichsanudin (Dok. SOLOPOS)

Muh Ichsanudin (Dok. SOLOPOS)

Olahraga beladiri identik dengan kekerasan. Namun tidak sedikit orang yang justru menggeluti olahraga beladiri, seperti karate.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Hal itulah juga dilakukan oleh Much Ichsanudin. Warga Kampung Koplak, Kelurahan Siswodipuran, Kecamatan Boyolali Kota ini, justru olahraga beladiri, seperti karate mampu menjadikan dirinya hingga saat ini.

Saat dihubungi Espos, Kamis (29/9/2011), Ichsanudin bercerita awal mula sepak terjangnya di dunia beladiri, khususnya karate, lantaran ketertarikan dirinya tidak lepas dari lingkungan di tempat tinggalnya.

Selama kurun tahun 1970 hingga 1980-an, dirinya sering berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Dirinya mengaku dengan ikut-ikutan berkelahi itu, dirinya merasa seperti seorang jagoan.

“Saya sering ikut-ikutan teman berkelahi. Sebagai ajang ekspresi dan untuk menjaga diri,” ujar pria kelahiran Boyolali, 4 Mei 1969 ini.

Selain itu, ketertarikan dirinya akan dunia beladiri ini dilakukan sejak kelas IV SD. Bahkan, saat dirinya duduk dibangku kelas III SMP, sudah melatih teman-teman sekelas.

“Saya pemegang sabuk cokelat, sabuk tertinggi saat itu. Kemudian saya mulai jadi pelatih,” tambah dia.

Namun, upaya untuk menarik perhatian olahraga karate sempat mengalami kendala, akibat tidak adanya generasi yang mampu melatih calon-calon atlet.

Hal itu terjadi sekitar tahun 1987 silam. Padahal saat itu, jelas mantan anggota DPRD Boyolali periode 2004-2009 ini, tempat berlatih sudah representatif, yakni di GOR Boyolali.

Meski sempat mengalami kendala, namun hal itu tidak menyurutkan dirinya untuk terus menyosialisasikan olahraga karate. Hingga tahun 1992 lalu, dirinya menyabet sabuk hitam.

Tingkat ranting

Upaya yang dilakukannya tersebut mulai membuahkan hasil. Hal ini terlihat adanya kepengurusan hingga di tingkat ranting di Boyolali. Saat ini, sudah ada 14 ranting di Boyolali yang sudah ada kepengurusan olahraga karate. “Saya berobsesi bisa membumikan olahraga karate di Boyolali,” tandasnya.

Ichsanudin mengatakan olahraga keras itu pun juga menimbulkan risiko baginya. Dirinya mengalami patah kaki saat dirinya kelas VI SD. Cedera itu berlanjut tahun 2008 lalu. Otot ligament putus, hingga tiga kali operasi belum bisa memulihkan kondisi seperti semula.

“Cedera itu sudah menjadi risiko yang harus dihadapi. Namun perkembangan yang ada, olahraga karate ini justru disenangi anak-anak di tingkat SD,” tambah wasit nasional Forki ini.

Dirinya berharap ada percepatan tentang olahraga karate ini di Boyolali, sehingga bisa menciptakan atlet-atlet handal dari Kota Susu.

(Ahmad Mufid Aryono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya