SOLOPOS.COM - Ilustrasi mudik dengan bus (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, SOLO—Organisasi Angkutan Darat (Organda) Solo dibuat tak berdaya terkait larangan mudik Lebaran yang dikeluarkan pemerintah pusat. Jika armada bus tak boleh jalan pada periode larangan mudik 6 -17 Mei 2021 mendatang, para pengusaha tak punya jalan lain selain merumahkan sementara para sopir dan karyawan lainnya.

Ketua Organda Solo, Joko Suprapto, mengatakan ia dan para pengusaha perusahaan otobus (PO) dipaksa kembali mengencangkan ikat pinggang pada periode mudik tahun ini. Hal ini mengingat pihaknya tak mungkin melanggar aturan yang sudah diketok palu oleh pemerintah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kalau dari pemerintah sudah baku, mau bagaimana lagi, kami harus melaksanakan aturan. Organda menyikapi ini dengan mengencangkan ikat pinggang karena bagaimana pun pengusaha bus yang ditunggu adalah masa angkutan Lebaran. Tahun ini kami tidak bisa karena larangan pemerintah. Dengan ini tinggal bagaimana rekan pengusaha, caranya gimana enggak mengerti,” ujar dia, kepada wartawan, Selasa (20/4/2021).

Baca Juga: THR 2021, Pengusaha Wajib Transparan

Joko menggarisbawahi jika bus tak boleh beroperasi khususnya antar kota antar provinsi (AKAP), pengusaha tetap dipaksa harus memikirkan nasib karyawannya.

Mulai dari pemberian tunjangan hari raya (THR) hingga biaya hidup mereka. Padahal para pengusaha sejauh ini mematuhi dan memenuhi kewajiban mereka. Antara lain, membayar pajak, uji kendaran, dan lain-lain.

Di satu sisi, Organda sebagai wadah harus taat pemerintah. Di sisi lain, pihaknya mesti membina para pengusaha bus agar jangan sampai melanggar aturan. Menurutnya, selama pandemi kondisi transportasi darat massal cukup sulit.

Baca Juga: Dilema Pemulihan Ekonomi Sektor UMKM Pariwisata

Jumlah Penumpang Ikut Anjlok

Mereka wajib membatasi kapasitas kendaraan maksimal 50% demi menjaga jarak di masa pandemi Covid-19. Pada kenyataannya jumlah penumpang pun turut anjlok sehingga tak bisa maksimal mengaver pengeluaran. Maka dari itu, pihaknya menyiasati kondisi tersebut dengan mengurangi operasional armadanya.

“Susah, sampai enggak bisa matur. Lucunya, pariwisata daerah diperbolehkan, ini antara pariwisata dan tidak boleh mudik berbenturan. Padahal mudik biasanya ke daerah pariwisata. Bayar jalan tol tidak boleh separuh, tapi muatannya mung separuh. Kalau naikkan tarif ya salah, serba sulit. Kalau enggak boleh mudik ya jalan boleh ta, kalau enggak boleh jalan sama sekali itu lain. Ini sulit dicerna,” imbuh dia.

Baca Juga: BPR Artha Sari Sentosa, Tetap Eksis Ditempa Krisis

Sementara itu, Koordinator Bus Eka Mira di Terminal Tirtonadi, Moh Hasan, menyebut kalau bus tak boleh beroperasi pada periode mudik tak ada jalan lain selain manut.

“Solusinya tidak ada. Kalau mandeg ya kami pulang istirahat di rumah. Kalau ada info boleh jalan, ya berangkat. Enggak ada [insentif atau THR],” ujar dia.

Hasan menjelaskan tingkat keterisian bus pada masa pandemi sekitar 35%. Pihaknya berharap ada lonjakan jumlah penumpang yang mudik lebih awal pada akhir bulan ini. Menurutnya, ini bisa membantu operasional bus AKAP yang lesu.

Ia menyebut armada bus yang jalan sekitar 35 - 45 bus per hari. Sedangkan pada hari normal yang beroperasi sebanyak 60 - 70 unit per hari. “Kalau sekarang belum ada peningkatan jumlah penumpang, masih biasa,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya