SOLOPOS.COM - MOBIL PRESIDEN -- Presiden Prancis yang baru dilantik, Francois Hollande, memilih mobil hybrid sebagai mobil dinas kepresidenannya. Mobil yang dipilihnya adalah Citroen DS5 dengan mesin diesel-listrik. (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

MOBIL PRESIDEN -- Presiden Prancis yang baru dilantik, Francois Hollande, memilih mobil hybrid sebagai mobil dinas kepresidenannya. Mobil yang dipilihnya adalah Citroen DS5 dengan mesin diesel-listrik. (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

JAKARTA – PT Toyota Astra Motor meminta fasilitas pembebasan pajak penjualan barang mewah dan bea masuk untuk turut mengenbangkan industri manufaktur otomotif jenis hybrid di Tanah Air.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Itu tidak mudah, tetapi kami mengapresiasinya,” ujar Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johny Darmawan seusai bertemu Menteri Perindustrian MS Hidayat, Selasa (15/5/2012). Terkait keinginan pemerintah membuat perusahaan patungan dengan Astra Toyota, Johny enggan menanggapi karena arah pembicaraan belum sampai ke sana sehingga belum ada kesepakatan apapun.

“Itu belum karena tadi Pak Hidayat memanggil saya hanya mau tahu cara kerja mobil hybrid itu bagaimana. Dan kami hanya klarifikasi dan mau confirm benar tidak yang disampaikan presiden,” jelasnya.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan untuk bisa mengembangkan industri mobil hybrid di Tanah Air, Toyota meminta fasilitas pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan bea masuk. “Tapi belum saya jawab karena itu harus dibicarakan dengan Menteri Keuangan,” tuturnya.

Intinya, lanjut Hidayat, upaya pengembangan mobil hybrid tidak akan diskriminatif atau hanya menguntungkan produsen tertentu saja. Sebab, bukan hanya produsen mobil Jepang yang menguasai teknologi hybrid, beberapa produsen Eropa juga mengadopsi teknologi yang sama. “Karena yang punya teknolgi hybrid itu bukan hanya Toyota, Jepang, tapi di Eropa juga banyak,” katanya.

Untuk itu, Hidayat menilai perlu ada pengenalan teknologi hybrid kepada masyarakat sebelum produksi secara massif dilakukan. “Pertama dia minta kemudahan impor untuk 2 tahun, kami mintanya hanya 1 tahun.” Hidayat mengatakan kemungkinan untuk tahap awal pengembangan mobil hybrid di Tanah Air adalah pembangunan pabrik perakitan sebelum membangun industri manufakturnya. “Saya perkirakan butuh 2-3 tahun untuk bisa lokalisasi kontennya di Indonesia,” katanya.

Budi Darmadi, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, menuturkan kebutuhan akan kendaraan ramah lingkungan semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi yang dinamis. “Untuk mengurangi emisi karbon bisa melalui penghematan bahan bakar, pengembangan teknologi hybrid, fuel cell, mobil elektrik, advance diesel engine, atau penggunaan biofuel,” paparnya.

Karenanya, lanjut Budi, diskusi dengan produsen otomotif ramah lingkungan perlu dilakukan guna mengakomodasi perkembangan teknologi ramah lingkungan. Toyota merupakan produsen mobil asal Jepang yang pertama diajak bicara, setelahnya menyusul perusahaan otomotif lainnya. “Kemarin di Bali saya juga ketemu dengan [produsen otomotif] grup Eropa soal itu. Saya bicara dengan Volkswagen, BMW, dan Mercedes,” tuturnya.

Menurutnya, upaya yang paling realistis untuk dilakukan dalam waktu dekat adalah pengembangan mobil hybrid dan/atau advance diesel engine. Namun untuk memasarkan mobil hybrid masih terkendala harga jual yang 50% lebih mahal dibandingkan mobil biasa sehingga perlu dukungan kebijakan dan insentif untuk bsia mengembangkannya. “Jadi harus ada reward dan insentif, tapi kami belum bicara sampai angka dan jenis insentifnya,” ujar Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya