SOLOPOS.COM - PROSPEK PASAR -- Truk pengangkut mobil yang hendak didistribusikan ke sejumlah daerah. Kalangan pengusaha otomotif meminta pemerintah memberikan kejelasan dan ketegasan mengenai konsep pasar mobil hybrid yang diarahkan sebagai salah satu cara menghemat konsumsi BBM. (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

PROSPEK PASAR -- Truk pengangkut mobil yang hendak didistribusikan ke sejumlah daerah. Kalangan pengusaha otomotif meminta pemerintah memberikan kejelasan dan ketegasan mengenai konsep pasar mobil hybrid yang diarahkan sebagai salah satu cara menghemat konsumsi BBM. (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

JAKARTA – Industri otomotif nasional masih meraba-raba sistem mobil hybrid yang sulit diterapkan pada tipe mobil seharga Rp100 juta-Rp200 juta karena biaya produksi dan purna jualnya relatif masih lebih tinggi dari kendaraan berbahan bakar minyak maupun gas.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Riyanto, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia, mengatakan potensi pasar mobil low multipurpose vehicle yang mencapai 60%-70% itu sulit untuk diajak pindah ke mobil hybrid karena harga dan biaya perawatannya masih mahal. “Industri otomotif sepertinya masih meraba-raba potensi pasar mobil sistem hybrid. Apalagi di luar negeri potensi pasar mobil itu juga belum begitu banyak terekspose, sebagai pertimbangan ekspor,” katanya kepada Bisnis Indonesia.

Menurutnya, pemerintah boleh saja mewacanakan mobil sistem hybrid sebagai bagian dari upaya pengendalian konsumsi bahan bakar minyak. Namun, hendaknya disertai dengan hasil penelitian secara mendalam mengenai berbagai kelebihan dan kekurangannya sistem tersebut. Penelitian mengenai efisiensi jangka panjang dari mobil hybrid, imbuhnya, yang mencakup antara lain harga jual unitnya, penghematan bahan bakar yang bisa dicapai, perawatannya karena teknologi baru itu belum semua bengkel memahami.

Dia mengatakan pemerintah bekerja sama dengan industri otomotif perlu segera membuat kajian secara mendalam terkait dengan mobil dengan sistem hybrid, yang memilki penggerak ganda yaitu mesin bensin dan listrik, sehingga lebih ramah lingkungan dan hemat bahan bakar minyak. Dengan demikian, lanjutnya, konsumen memiliki acuan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan, apakah beralih ke mobil hybrid yang lebih ekonomis atau tetap bertahan pada mobil konvensional berbahan bakar minyak yang ternyata masih lebih murah.

“Kalau ternyata mobil hybrid secara long term efficiency lebih mahal, baik harga unit, biaya konsumsi bahan bakar maupun perawatan dengan teknologi barunya, maka mobil hybrid hanya akan diterapkan pada tipe mobil seharga diatas Rp300 juta, yang pangsa pasarnya relatif kecil,” ujarnya.

Riyanto menegaskan jika benar pemerintah akan memberikan berbagai insentif, termasuk bea masuk dan pajak barang mewah, sehingga harga jual unit mobil hybrid lebih kompetitif dari mobil berbahan bakar minyak atau gas, maka penerimaan pasarnya lebih positif. Sebab, lanjutnya, pihak industri otomotis telah menjelaskan kepada pemerintah bahwa jika tidak ada insentif maka harga unit mobil hybrid mencapai 50%-60% lebih mahal dari pada mobil konvensional yang berbahan bakar minyak dan gas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya