SOLOPOS.COM - Gugus Perbukitan tempat wong alas tinggal (Sumber: Liputan6.com)

Solopos.com, PURBALINGGA — Keberadaan Wong Alas yang mendiami pedalaman hutan di wilayah utara perbatasan Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah menjadi misteri bagi masyarakat desa setempat.

Dilansir dari Liputan6.com, Kamis (30/12/2021), berdasarkan pengalaman warga desa setempat, Wong Alas yang juga dikenal dengan Suku Pijajaran dan Suku Carang Lembayung  ini memiliki linuwih atau kemampuan berubah bentuk menjadi binatang atau bisa menghilang dan bahkan bisa mendantangkan malapetaka jika membicarakan keberadaan mereka.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sementara itu, ada beragam kisah misteri mengenai Wong Alas lainnya. Salah satunya dialami oleh salah satu anggota senior Penghimpunan Penggiat Alam (PPA) Ganesha Muda, Taufik Katamso. Berdasarkan penjelasannya melalui video di sebuah kanal Youtube, Taufik mengatakan bahwa saat itu, tepatnya tahun 2004, dia dan rekan-rekannya sesama anggota PPA Ganesha Muda sedang melakukan ekspdedisi di kawasan hutan di Purbalingga-Pemalang, tepatnya di perbatasan Desa Panusupan dan Tundangan, untuk menyelidiki keberadaan wong alas yang sudah menjadi perbincangan.

Baca Juga: Wong Alas, Suku Pedalaman Hutan Purbalingga

Dia mengatakan bahwa saat melewati jalur setapak yang konon dekat dengan lokasi tempat Wong Alas berada, terdapat suasana gaib yang sangat terasa yang dimulai dengan turunnya kabut dan cuaca yang tiba-tiba gelap. Padahal saat itu waktu masih menunjukan pukul 16.00 WIB, namun kondisi sudah gelap dan berkabut layaknya waktu petang. Dalam ekspedisi itu, mereka juga bertemu dengan kelompok wong alas sejumlah 11 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan yang sedang melakukan aktivitas di sebuah pohon.

Ciri Fisik

Menurut penjelasan Taufik, mereka memiliki sejumlah ciri khas, seperti fisik berupa kaki tak bertumit sehingga gaya berjalan mereka seperti jinjit. Kemudian pada bagian bibir bagian atas tidak ada belahan serta bermata lebar dan berambut panjang. Dalam berkomunikasi, mereka menggunakan Bahasa Jawa Kuno atau yang dikenal dengan Bahasa Kawi.

Hingga akhirnya, tim ekspidisi menginap di sebuah rumah milik warga Desa Tundangan bernama Karnoto. Di rumah itu, banyak kisah-kisah terkait wong alas diceritakan. Karnoto menceritakan bahwa pertemuan pertamanya dengan wong alas terjadi pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri di tahun 2000. Saat itu, empat orang wong alas turun gunung menuju Kecamatan Watu Kumpul melalui Desa Tundangan. Mereka turun gunung untuk berjualan kain putih di pasar.

Baca Juga: Khong A Djong, Legenda Kungfu Semarang yang Kisahnya Mirip Master Wong

Karena perjumpaan terjadi beberapa kali, warga mengenal mereka dengan panggilan, yaitu Kantong, Risno, dan San Klonang untuk yang laki-kali, dan Teplo/Tumplek untuk panggilan kepada yang perempuan. Kisah misteri yang menyangkut wong alas terjadi pada 1984 di mana ada seorang perempuan dari wong alas yang meninggal karena memakan umpan beracun untuk jebakan babi hutan.

Beberapa hari kemudian, 35 ekor kambing milik warga Desa Tundangan mati dalam jangka waktu satu malam. Di bagian leher kambing itu terdapat semacam bekas gigitan. Warga desa mengkaitkan kematian 35 kambing itu dengan kejadian meninggalnya perempuan wong alas tersebut dengan asumsi kaum wong alas hendak balas dendam dengan warga desa atas kematian salah satu dari anggota mereka.

Kisah lainnya terjadi di tahun 1978 di suatu daerah perdukuhan di bagian selatan Desa Sirongge (sebelah timur Desa Tundangan) yang dihuni beberapa kepala keluarga dan terpaksa pindah karena merasa takut dengan keberadaan wong alas.

Baca Juga: Kampung Kurcaci Purbalingga, The Lord of the Rings Versi Kearifan Lokal

Saat itu, warga perdukuhan mementaskan kesenian ronggeng. Saat tiba waktu tengah malam, tiba-tiba jumlah penonton bertambah, tepat saat pemain ronggeng menyanyikan lagu Ande Ande Lumut. Warga perdukuhan curiga dengan kedatangan tamu tak diundang ini yang merupakan wong alas. Hingga akhirnya warga perdukuhan pindah tempat dan muncul mitos bahwa lagu Ande Ande Lumut merupakan lagu untuk memanggil mereka.

Berdasarkan kisah yang didengar Taufik, Wong Alas ini juga dikenal dengan pemakan daging mentah. Saat itu ada cerita warga desa yang hendak mengadakan acara kitanan. Lalu datanglah wong alas dan dia diminta tolong oleh pemilik acara untuk mengkuliti ayam. Namun yang dilakukan wong alas tersebut adalah menguliti ayam hidup-hidup dan memakan dagingnya mentah-mentah.

Di tempat lainya, ditemukan pula wong alas yang masih usia anak-anak  yang sedang menangkap anggang-anggang dan kepiting lalu di makan seketika. Namun, berdasarkan kumpulan kisah yang diterima Taufik, dia menyimpulkan bahwa wong alas ini sebenarnya adalah manusia biasa yang hidupnya sudah lama di daerah hutan dan perbukitan, bukan mahkluk gaib seperti yang dipikirkan orang kebanyakan. Mereka memiliki kesamaan dengan suku pedalaman lainnya yang masih ada di Indonesia pada umumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya