SOLOPOS.COM - Stasiun kereta api di Kota Rostov-on-Don. Karena si pembunuh berantai diyakini suka memilih korbannya dari stasiun KA atau terminal bus, polisi berupaya memperketat pemantauan di tempat-tempat seperti itu. (panoramio.com)

Stasiun kereta api di Kota Rostov-on-Don. Karena si pembunuh berantai diyakini suka memilih korbannya dari stasiun KA atau terminal bus, polisi berupaya memperketat pemantauan di tempat-tempat seperti itu. (panoramio.com)

Meski sudah mendapatkan rincian profil psikologis sang pembunuh berantai misterius, bukan berarti tugas polisi jadi lebih mudah. Kali ini kepala Satgas pemburu pembunuh berantai, Viktor Burakov, mencoba cara lain.

Promosi Program Pemberdayaan BRI Bikin Peternakan Ayam di Surabaya Ini Berkembang

Dia mencari dan mendapatkan seorang narapidana yang juga terlibat kasus yang hampir mirip. Napi itu Anatoly Slivko, pelaku pembunuhan bermotif seksual atas tujun anak laki-laki dan tengah menunggu pelaksanaan hukuman mati. Darinya, polisi mencoba mendapatkan pengetahuan soal bagaimana jalan pikiran seorang pembunuh berantai. Slivko mengaku, dia membunuh sebagai kompensasi atas ketidakmampuannya mendapatkan rangsangan dan kepuasan seksual secara normal. Proses merencanakan pembunuhan dan melaksanakannya menjadi bagian dari fantasi seksualnya. Bahkan, dia bisa menetapkan “standar” dan “patokan moral” untuk pembunuhan itu.

Tetap tak ada solusi soal cara mencari si pembunuh. Namun setidaknya polisi menyimpulkan bahwa pembunuh berantai ini sedikit banyak mirip Slivko. Sementara itu, sejumlah korban kembali ditemukan, meski dengan jarak waktu cukup jauh. Saking tegang dan tertekannya menangani penyidikan kasus ini, Burakov di akhir 1986 jatuh sakit dan harus cuti selama dua bulan. Meski begitu dia tak menyerah. Bahkan masa istirahatnya membuatnya kembali berpikir jernih. Dia pun mengevaluasi semua langkah yang telah ditempuh timnya selama empat tahun perburuan mereka.

Namun selama Burakov beristirahat, si pembunuh ini sepertinya ikut “istirahat” pula. Hingga tahun berganti ke 1987 dan kemudian sepanjang tahun itu, tak ada lagi korban yang ditemukan. Baru pada 6 April 1988 seorang pekerja kereta api menemukan sesosok jenazah telanjang perempuan tak jauh dari jalur rel. Tangannya terikat di belakang, tubuhnya ditikam berkali-kali sementara kepalanya terluka parah. Ada jejak kaki berukuran besar ditemukan di dekatnya.

Sebulan kemudian, jenazah seorang anak laki-laki berusia 9 tahun ditemukan di hutan tak jauh dari sebuah stasiun kereta. Tubuhnya ditikam berkali-kali sementara alat kelaminnya hilang. Anak laki-laki ini segera diidentifikasi bernama Aleksei Voronko, yang dilaporkan hilang dua hari sebelumnya. Seorang teman sekolahnya mengaku melihatnya bersama seorang laki-laki setengah baya yang bergigi emas, berkumis dan membawa tas. Mereka berdua terlihat pergi masuk ke hutan.

Gambaran tersangka ini membuat polisi kembali bersemangat. Setidaknya ada gambaran yang lebih jelas soal ciri fisik si pelaku. Tapi di sisi lain polisi menerima pukulan baru. Kementerian Kesehatan menyatakan, cara menentukan golongan darah pelaku melalui sisa cairan maninya yang ditemukan di tubuh sebagian korbannya ternyata tak akurat. Artinya, kalau selama ini berdasarkan sampel air mani itu si pembunuh dinyatakan bergolongan darah AB, itu salah! Semua tersangka yang dulu dibebaskan gara-gara golongan darahnya bukan AB, bisa jadi justru pelaku yang sesungguhnya.

Polisi pun jadi loyo, kerja keras mereka selama lebih dari empat tahun terasa sia-sia. Yang bisa mereka lakukan adalah menambah lebih banyak orang untuk melakukan pengamatan di berbagai stasiun kereta dan terminal bus.
Lagi-lagi korban terus berjatuhan. Hingga memasuki tahun 1990, polisi mencatat sudah ada 32 korban yang ditemukan selama delapan tahun terakhir.

Burakov menerapkan strategi baru. Dia menaruh banyak petugas berseragam secara menyolok di banyak stasiun dan terminal bus, namun menyisakan beberapa yang lain dalam penjagaan petugas-petugas yang menyamar. Dia berharap, si pembunuh tidak beraksi di tempat yang terlihat dijaga ketat itu dan membatasi aksinya di tempat-tempat yang sudah “dipersiapkan” polisi. Berhasilkah strategi polisi ini?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya