SOLOPOS.COM - Bledug Kuwu di Grobogan. (Youtube.com)

Solopos.com, GROBOGAN — Bledug Kuwu adalah objek wisata berupa gunung api lumpur sejak zaman sebelum Kerajaan Mataram Kuno (732M-928M). Objek wisata ini terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah atau 28 km  ke arah timur dari Kota Purwodadi.

Dilansir dari situs Jogjaprov.go.id, Selasa (15/2/2022), objek wisata ini dikenal dengan letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan berlangsung antara dua hingga tiga menit dengan diameter kurang lebih 650 meter.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Di balik fenomena letupan di Bledug Kuwu, terdapat sisi keramat yang sudah dikenal oleh masyarakat setempat, yaitu keberadaan Punden Mbah Ro Dukun yang terletak di sebuah bledug kecil di sebelah timur laut bledug besar. Punden itu berada tepat di sebelah bledug. Bentuk punden ini berupa bangunan kecil sebagai tempat berteduh dan sekaligus menjadi tempat ziarah bagi orang-orang yang minta sesuautu pesugihan.

Baca juga: Bledug Kuwu Grobogan Diklaim Terhubung Laut Selatan, Benarkah?

Ritual di Punden Mbah Ro Dukun

Dilansir dari berbagai sumber, salah satu juru kunci, Ngadiman, selalu melayani siapa pun yang akan berziarah ke Punden Mbah Ro. Baik itu sekedar minta kelancaran usaha hingga mencari pesugihan. Namun, para tamu harus menjalani ritual khusus yang dibimbing oleh sang juru kunci.

Apa saja yang harus dipersiapkan? Ngadiman menyebutkan yang menjadi syarat utama adalah kembang telon, kemenyan dan merang atau jerami. Apabila tidak ada menyan, cukup menggunakan merang. Namun dalam keyakinan masyarakat setempat, menyan lebih afdol.

Setelah sampai di lokasi punden, Mbah Ngadiman akan membaca mantra dan meminta peziarah mengelilingi bledug kecil atau punden yang permukaannya digenangi lumpur dengan diameter 1,5 meter. Sementara berjalan keliling, Ngadiman melakukan upacara sambil duduk jongkok di salah satu sisi bledug.

Baca juga: Sejarah Bledug Kuwu Grobogan, yang Identik dengan Legenda Ajisaka

Salah satu ucapan yang didengar adalah “Mbah Dukun Sak Punggawane….” selanjutnya adalah kalimat-kalimat yang isinya memberitahukan kepada sosok penunggu tak kasat mata, yaitu Mbah Ro, dukun yang juga dikenal dengan sebutan Mbah Bledug. Mantra itu dibaca terkait tujuan kedatangannya bersama tamu yang dia bawa atau peziarah.

Setelah berjalan keliling, Ngadiman membakar sesaji yang terdiri dari merang dan menyan. Jika sesaji bakaran tidak kunjung menyala, itu merupakan tanda Mbah Bledug kurang berkenan. Namun sebaliknya jika sesaji bakaran menyala, berarti Mbah Bledug berkenan.

Baca juga: Miris! 45.000 Anak di Jateng Putus Sekolah, Ini Pemicunya

Selain persyaratan utama yang sudah disebutkan, ada beberapa persyaratan lainnya sebagai persembahan kepada atau Mbah Bledug di kawasan Bledug Kuwu. Persembahan itu berupa bubur aneka warna, seperti bubur merah dan bubur putih. Biasanya, untuk sesembahan tersebut sudah dipersiapkan oleh juru kunci melalui biaya yang sudah diberikan kepada peziarah yang mencari wangsit.

Setelah melakukan ritual, Ngadiman  mengambil sebatang bambu bekas tusuk ayam panggang yang dikumpulkan di salah satu pojok punden dan mematahkan bagian runcingannya. Diambil juga secuil tanah dari luberan lumpur bledug dan terakhir di ambil helai kembang atau daun pisang dan diserahkan kepada peziarah untuk nantinya disimpan baik-baik karena sebagai wujud keberadaan Mbah Ro Dukun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya