SOLOPOS.COM - Masjid Agung Puluhan di Desa Puluhan, Trucuk, Klaten, dikenal sebagai masjid tiban karena tahu-tahu ada di tengah hutan. Foto diambil Jumat (31/3/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Masjid Agung Puluhan di Desa Puluhan, Kecamatan Trucuk, Klaten, dikenal sebagai masjid tiban karena konon ditemukan leluhur desa tersebut di tengah hutan belantara.

Menurut cerita turun temurun, masjid itu memiliki nilai sejarah tinggi bagi warga setempat itu karena dianggap peninggalan Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Jawa pada abad ke-15.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Saat ini, masjid berukuran 17 meter x 19 meter itu memiliki halaman luas dan berdiri di tengah perkampungan padat penduduk. Pada bagian depan masjid itu, ada tower yang berfungsi untuk meletakkan pengeras suara.

Bagian teras terdapat dua jam kayu besar serta beduk. Bagian atapnya terdapat lampu gantung. Masuk ke dalam masjid langsung disambut tiang-tiang berjumlah delapan yang berdiri kokoh dan dinding masjid dari tembok. Lantai bagian dalam masjid itu tertutup karpet.

Meski dari luar tampak tak jauh berbeda dengan bangunan masjid modern lainnya, masjid tiba Puluhan, Klaten, menyimpan sejumlah benda kuno. Salah satunya mimbar berbahan kayu yang dihiasi ukiran.

Mimbar berwarna hitam itu ditutup kelambu dan terdapat tongkat di dalamnya. Hingga kini, mimbar itu masih digunakan untuk ceramah khatib, seperti saat Salat Jumat yang digelar Jumat (31/3/2023). Khatib menyampaikan ceramahnya dengan berdiri di mimbar tersebut.

Di sisi selatan mihrab itu, ada bangunan berbahan kayu berukir yang diselubungi kain berwarna kuning. Di balik kain itu terdampat amben atau balai-balai beralas karpet dan di atasnya diletakkan Al Qur’an yang ditutupi kaca.

Amben itu diyakini merupakan tempat Sunan Kalijaga mengaji serta melakukan tirakat atau Riyadhah dan penguatan spiritual. Sementara itu, di tempat wudu terdapat satu padasan berupa gentong dan di dekatnya terdapat satu batu andesit.

Ruangan Museum

Hingga kini, padasan itu masih digunakan untuk berwudu meskipun sudah ada fasilitas wudu menggunakan air yang dialirkan melalui keran. Di sisi selatan masjid tersebut, terdapat ruangan yang disebut-sebut dengan ruangan museum.

masjid tiban puluhan klaten
Jemaah menyimak khatib menyampaikan ceramah dari mimbar saat Salat Jumat di Masjid Agung Puluhan, Trucuk, Klaten, Jumat (31/3/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Di dalam ruangan itu terdapat benda-benda kuno yang masih tersisa dari bangunan masjid tiban di Puluhan, Klaten, tersebut. Benda-benda itu di antaranya bagian kemuncak masjid.

Kemudian ada juga sisa kayu tiang penyangga yang masih utuh lengkap dengan ukirannya serta beduk dan kentungan. Ketua Takmir Masjid Agung Puluhan, Hardiman, 71, mengatakan masjid tersebut konon peninggalan Sunan Kalijaga dan dibangun pada abad ke-14 Masehi.

Setidaknya begitulah sejarah tutur yang disampaikan para tokoh masyarakat setempat secara turun temurun. Masjid itu diberi nama masjid tiban lantaran sebelum ada perkampungan di wilayah Puluhan sudah ada masjid tersebut.

Hardiman menjelaskan dulunya wilayah Puluhan merupakan hutan belantara. Saat memasuki wilayah tersebut, para leluhur tahu-tahu mendapati ada masjid di tengah hutan.

“Menurut orang tua dulu di sini hutan belantara, belum ada orang. Masjid [yang ditemukan di hutan itu] disebut masjid tiban karena tahu-tahu ada masjid,”  kata Hardiman saat ditemui Solopos.com di Masjid Agung Puluhan, Jumat siang.

Ada kisah dari para leluhur terkait Sang Wali yang akhirnya mendirikan masjid di tengah hutan belantara itu. Hardiman menjelaskan dari cerita itu bahwa Sunan Kalijaga sebenarnya ingin membangun masjid wilayah lainnya yang kini menjadi Kecamatan Trucuk.

Perubahan dan Renovasi

Namun, berulang kali Sunan Kalijaga mencoba membangun dan berpindah tempat namun upaya itu tak membuahkan hasil. Baru ketika tiba di tengah hutan belantara, masjid tersebut bisa dibangun.

masjd tiban puluhan klaten
Salah satu Al-Qur’an kuno yang tersimpan di Masjid Agung Puluhan, Trucuk, Klaten, yang dikenal sebagai masjid tiban peninggalan Sunan Kalijaga. Foto diambil Jumat (31/3/3023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Hardiman menjelaskan masjid itu mengalami perubahan dan renovasi seiring perkembangan zaman. Dulunya, masjid tersebut belum seluas seperti saat ini. Seluruh bangunan masjid saat itu menggunakan papan kayu.

Sebelumnya masjid hanya berukuran 9 meter x 8 meter. “Dulu bangunan masjid seluruhnya menggunakan papan artinya masjidnya kecil, tidak besar. Kemudian direnovasi dan terus dilakukan pembenahan hingga seperti saat ini,” kata Hardiman.

Imam Masjid Agung Puluhan Trucuk,  Muhammad Munir, 68, juga menjelaskan dulu Masjid Agung Puluhan tak sebesar saat ini. Seluruh bagian bangunan masjid itu mayoritas masih menggunakan papan kayu.

Hingga suatu saat ada seorang tokoh warga setempat bernama Haji As’ad yang memulai mengganti dinding masjid dari papan kayu menggunakan tembok.

“Sebelumnya tidak ada warga yang berani membangun rumah menggunakan tembok karena ada kepercayaan akan sakit. Setelah Pak Haji As’ad ini berani dan mulai melakukan pemasangan batu bata di masjid, warga akhirnya mulai berani membangun rumah menggunakan tembok,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya