SOLOPOS.COM - Helikopter Agusta-Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/2). KASAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah membentuk tim investigasi untuk meneliti proses perencanaan, pengadaan, dan menelisik pengiriman helikopter tersebut. (JIBI/Solopos/JIBI/Antara/Pool/Widodo S. Jusuf)

Panglima TNI & Menhan semestinya tahu pembelian heli Augusta-Westland, karena tak mungkin Menkeu mencairkan anggaran di luar prosedur.

Solopos.com, JAKARTA — Kedatangan helikopter AW-101 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, menuai kontroversi. Pasalnya, pembelian heli yang awalnya diperuntukan bagi pimpinan serta tamu penting negara itu diminta dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2015.

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

Kegaduhan berawal dari rapat kerja antara Komisi I DPR dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Dalam rapat tersebut, Gatot mengaku tak tahu-menahu soal pembelian heli jenis AugustaWestland pabrikan Inggris-Italia itu. Demikian pula yang dilontarkan Ryamizard.

Heli AW-101 yang sedianya dipesan untuk kepentingan kepresidenan dan dibatalkan, rupanya tetap dipesan. Namun, heli tersebut dipesan untuk kepentingan transportasi pasukan dan SAR oleh TNI AU. Satu unit helikopter AW-101 diketahui seharga USD55 juta atau setara Rp740 miliar. Polemik pengadaan heli tersebut pun tengah diinvestigasi matra udara.

Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, merasa heran dengan pernyataan Gatot dan Ryamizard yang seolah “lepas tangan” atas pembelian heli tersebut. Ia berpendapat, bila pembelian itu tak melalui prosedur yang jelas alias “siluman”, maka harus dibongkar.

“Kalau ini benar pembelian ‘siluman’, tentu saja ini sebuah skandal yang mesti diselidiki [dibongkar]. Apa mungkin Menkeu meloloskan penggunaan dana yang tidak melewati proses budgeting, baik di tingkat matra TNI AU, [Mabes] TNI, Kemenhan, maupun parlemen?” kata Khairul ketika berbincang dengan Okezone, Kamis (9/2/2017).

Pasal 26 Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) No. 28/2015 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pertahanan Nasional menjelaskan bahwa seluruh rencana kerja dan kebutuhan anggaran disusun Mabes TNI dan masing-masing angkatan. Setelah itu selesai, Mabes TNI menyerahkannya ke Kementerian Pertahanan.

Khairul menilai pengadaan heli AW-101 tersebut seharusnya diketahui dan disetujui Gatot serta Ryamizard. Lalu apabila mengetahui pembelian ini pun, mereka tak bisa mengeluarkan diskresi yang dapat memaksa Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam hal pembelian heli VVIP tersebut.

“Diskresi seperti itu butuh kondisi luar biasa. Saya kira kapasitas kewenangan Menhan dan Panglima tak mungkin bisa memaksa Menkeu mencairkan anggaran itu tanpa prosedur. Ada kejanggalan di balik pernyataan lepas tangan kedua petinggi ini,” jelasnya.

Seperti diketahui, wacana pembelian heli AW-101 pernah muncul pada 2015. Ketika itu, tujuan pembeliannya adalah untuk keperluan very very important person (VVIP) seperti presiden, wakil presiden, hingga tamu penting negara.

Presiden Jokowi saat itu menolak pembelian heli AW-101 yang didatangkan dari Inggris. Jokowi merasa harga heli AW-101 terlalu mahal di tengah kondisi ekonomi yang sedang lesu. Presiden pun lebih berminat dan memilih helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia.

Kepala Staf TNI AU Marsekal Hadi Tjahjanto–yang belum lama dilantik Jokowi–menyatakan akan menyelidiki pengadaan heli AW-101. Bahkan, Hadi telah melaporkan investigasi heli yang sudah keburu berada di Lanud Halim itu ke Jokowi di Istana Kepresidenan pada Selasa (7/2/2017).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya