SOLOPOS.COM - Sebanyak 43 guru SMK se-Kabupaten Sragen mengikuti Workshop Penguatan Implementasi Kurikulum Merdeka pada Sabtu (20/8/2022) di Hotel Surya Sukowati. (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SOLO—Ketua MKKS SMA Provinsi Jawa Tengah , Agung Wijayanto, mengatakan cukup banyak sekolah yang masih mispersepsi mengenai pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di Kurikulum Merdeka. Menurut dia, beberapa sekolah hanya berorientasi pada projek semata.

P5 pada dasarnya sistem pembelajaran yang bertujuan mengamati dan menemukan solusi terhadap permasalahan di sekitar siswa. P5 menggunakan lima aspek yakni potensi diri, pemberdayaan diri, peningkatan diri, pemahaman diri, dan peran sosial.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Ya ini karena ini masih di tataran awal, saya melihatnya sendiri kan cara berpikir sekolah bisa berbeda-beda. Kadang-kadang sekolah orientasinya pada project yang mana nantinya dibuat semacam gelar karya atau pameran,” kata Agung kepada Solopos.com, Rabu (29/3/2023).

Projek yang dimaksud adalah siswa diajak membuat karya bisa berupa teknologi terapan atau barang jadi. Hasil karya siswa tersebut nantinya dibuatkan semacam festival atau pameran untuk mempresentasikan. Menurut dia, bukan berarti hal tersebut salah. 

“Namun, tidak mesti seperti itu. Misal kegiatan kampanye saja di jalan-jalan soal anti bullying itu sudah bisa [masuk penerapan P5]. Yang penting siswa itu pada prosesnya memahami, oh itu bullying tidak baik,” terang dia.

Menurut dia, P5 yang menjadi bagian dari Kurikulum Merdeka itu, menekankan bagaimana karakter siswa bisa terbentuk. Pembentukan itu diwujudkan melalui proses belajar nonakademik atau praktik. 

“Itu memakan waktu sekitar 1/3 kurikulum yang digunakan untuk aktivitas non-akademik. Nanti tujuan akhirnya yang ingin dicapai bagaimana terwujudnya di dalam diri siswa pengetahuan dan karakter berkaitan dengan IPTEK, gotong royong, kemandirian, kreativitas, dan itu menjadi sasaran utamanya,” lanjut dia. 

Menurutnya memang perlu waktu untuk penerapan P5 di Kurikulum Merdeka secara penuh. “Ini mungkin masih banyak miskonsepsi ya tentang P5 karena memang baru. Butuh waktu. Tapi kalau di sekolah penggerak dasar-dasar itu sudah dipahami sejak awal” lanjut dia.

Saat ini di Solo sudah ada beberapa sekolah penggerak yang lebih dulu menerapkan kurikulum merdeka yakni SMA Al-Islam, SMA Warga, SMA Batik 1, SMA Al-Azhar Syifa Budi, SMA Muhammadiyah 1, dan SMAN 3 Solo. 

Sementara itu Ketua MKKS SMA Solo, Yusmar Setyobudi, mengatakan memang penerapan Kurikulum Merdeka masih butuh waktu. Dia mengatakan SMA yang menerapkan secara mandiri harus mau belajar sambil jalan.

“Apalagi kalau penerapan kurikulum merdekanya mandiri, bukan dari sekolah penggerak. Lain kalau yang sekolah penggerak itu dulu didiklat, dibiayai pemerintah, nah setelah itu ditularkan pada sekolah-sekolah yang belum melaksanakan kurikulum merdeka,” lanjut dia.

Dia mengatakan memang sudah menjadi tugas enam sekolah yang terpilih sebagai sekolah penggerak itu untuk melakukan pendampingan bagi yang sekolah yang secara mandiri menerapkan Kurikulum Merdeka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya