SOLOPOS.COM - Sri Mulyo, salah satu bus bumel legendaris trayek Solo-Jogja. (bismania.com)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO — Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat atau Organda Solo, Sri Baskoro, mengakui saat ini bisnis angkutan umum khususnya bus bumel Solo-Jogja semakin lesu. Bahkan menurutnya sektor itu di ambang kolaps karena jumlah penumpang yang sangat minim saban harinya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Secara umum lesu. Sejak pandemi tansaya [semakin] lesu. Istilahe meh kolaps, karena tidak ada penumpang,” tuturnya saat diwawancarai Solopos.com, beberapa waktu lalu.

Baskoro menjelaskan kondisi pandemi Covid-19 dua tahun terakhir dirasakan benar-benar menjadi pukulan telak bagi perusahaan otobus (PO) yang melayani trayek Solo-Jogja. Karena lesunya sektor itu tak sedikit bus yang dijual pemiliknya, secara terpisah maupun dengan sekaligus garasinya.

“Kondisi pandemi yang paling parah. Dua tahun do kolaps, ada [bus] yang ditawarkan untuk dijual sak garasine [dengan garasinya]. Nek dijual bus ora payu ya dijual kilonan, dipotong-potong busnya. Iya dijagal, dimutilasi, dijual kiloan,” ujarnya.

Baskoro menjelaskan selain dijual kiloan, ada bus bumel Solo-Jogja yang sudah berusia tua lalu dijual untuk keperluan membuat kafe atau rumah. Bus-bus yang dijual kiloan atau untuk membuat kafe dan rumah adalah yang sudah berusia uzur, sekitar 30 tahun lebih.

Baca Juga: Bus Solo-Jogja Kian Redup, Bismania Community: Kuncinya Waktu Tempuh

“Kan dulu ada yang beli juga untuk kafe, untuk rumah juga. Kalau tidak ya dijual yang tidak laku, dipotong-potong jadi kiloan. Kebanyakan yang usia bus 30 tahunan ke atas, sudah tua. Dijual seperti itu karena bus sudah tua dan penumpang sepi,” urainya.

Dibuat Kafe Atau Rumah

Baskoro menerangkan bus yang dijual untuk kafe, rumah atau kiloan kebanyakan armada dengan trayek antarkota dalam provinsi atau AKDP atau bumel. Walaupun ia mengakui ada juga bus antarkota antarprovinsi atau AKAP yang nasibnya sama, utamanya yang berusia uzur.

“AKAP yang lama, sudah tidak payu. Sekarang PO besar itu banyak bus kuno di-grounded, artinya sudah tidak jalan lagi. Punya double decker baru. Orang pilih itu, nyaman, lewat tol,” katanya.

bus bumel solo-jogja apa itu bumel
Kondisi di dalam salah satu bus bumel trayek Solo-Jogja. (Solopos.com/Nicolous Irawan)

Berbeda dengan bus AKDP atau bumel Solo-Jogja yang lesu, menurut Baskoro, bus AKAP relatif masih banyak peminatnya. Terutama bus AKAP dengan unit armada yang baru double decker atau dua lantai. Sejak 2015 bus double decker kian diminati.

Baca Juga: Perbandingan Naik Bus Solo-Jogja Versus KRL: Cerita Pengalaman Langsung

Selain karena kondisinya yang bagus, mewah, dan nyaman, juga karena mereka lewat jalan tol. “Tiketnya murah juga. Seperti bus double decker dari Wonogiri yang melayani tujuan Jakarta, dan sebaliknya. Kebanyakan pedagang dari Wonogiri,” terangnya.

Menurut Baskoro, angkutan travel atau shuttle belakangan juga tetap eksis karena sistem layanan mereka yang menjemput penumpang di depan pintu. Misalnya armada travel tujuan Jakarta, mereka berani menjemput penumpang di daerah-daerah pelosok.

“Jadi penumpang-penumpang itu nyaman, modelnya online, punya grup, nanti ramai-ramai yang rumahnya pelosok sudah booking satu mobil Elf atau Hiace. Ke Jakarta juga langsung ke kawasan mereka, tidak ke terminal. Itu travel yang semi-ilegal,” urainya.

Seperti diinformasikan sebelumnya, bus bumel trayek Solo-Jogja kini kondisinya makin sepi. Ketatnya persaingan dengan bus patas maupun ekonomi Surabaya-Jogja dan KRL Solo-Jogja membuat bus bumel itu semakin ditinggalkan.

Baca Juga: Alasan Penumpang Enggan Beralih Dari Bus Solo-Jogja: Ogah Ribet!

Daya Saing

Ketidakmampuan PO bus untuk meningkatkan daya saing dalam hal kenyamanan, tarif, waktu tempuh, dan kerapatan waktu pemberangkatan membuat bus trayek tersebut kian ditinggalkan. Berdasarkan data Terminal Tirtonadi, Solo, dari total 11 PO yang pernah melayani trayek Solo-Jogja, enam PO sudah gulung tikar.

Kini tinggal lima PO yang masih bertahan yakni Langsung Jaya, Suharno, Putra Jaya, Jaya Putra, dan Sedya Utama. Mereka bertahan dengan mengandalkan penumpang setia yang sudah puluhan tahun berlangganan.

Sekali jalan mereka hanya mengangkut belasan penumpang, bahkan kadang kurang. Hampir tidak pernah terisi penumpang sampai penuh. Kondisi bus pun tak banyak berubah, mayoritas bus-bus lama yang belum ber-AC dengan komposisi tempat duduk 3-2.

Baca Juga: Waduh! Pembangunan Tol Disebut Bakal Bikin Bus Solo-Jogja Kian Terjepit

Berbagai pihak menyarankan agar PO bus Solo-Jogja berbenah dan berinovasi dalam hal pelayanan agar bisa bersaing dengan KRL maupun bus Surabaya-Jogja. Jika tidak segera berbenah, bukan tidak mungkin bus Solo-Jogja akan tinggal kenangan dalam beberapa tahun ke depan.

“Sangat mungkin [hilang] kalau mereka tidak berinovasi menjadi bus sedang atau ber AC, tertutup bagi pedagang dan pengamen, dan tidak punya jadwal keberangkatan yang jelas. Mereka bisa tutup dalam tiga tahun lagi,” kata pengamat transportasi umum dari Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya