Solopos.com, SOLO-Perempuan itu tinggal sendirian di rumah itu. Sudah lebih dari 10 tahun lalu, sang suami, Joyo Dikromo atau Saimin, meninggal dunia. Satu-satunya anak mereka, Welas, memilih tinggal di dusun.
“Anak saya satu namanya Welas. Tapi dia tinggal di dusun, di Slogohimo. Dia memang jarang ke sini. Sedangkan suami saya sudah meninggal dunia. Jadi saya hidup sendirian di sini,” ujar Mbah Joyo saat diwawancara Solopos.com, Jumat (14/12/2018).
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Warga Kampung Lemah Abang RT 002/RW 021 Kelurahan Kadipiro, Banjarsari, Solo, itu mengaku bingung dengan kondisi rumahnya. Apalagi saat ini sudah memasuki musim penghujan. Bila hujan turun, airnya pasti masuk ke rumah.
Karena rumahnya juga terbuka, angin malam saat hujan terasa sangat dingin saat menyapa tubuh rentanya. “Rumah ini ambruk sekitar dua pekan lalu. Saya tidak punya biaya dan tenaga untuk memperbaikinya,” sambung Mbah Joyo.
Jangankan untuk memperbaiki rumah, selama ini Mbah Joyo mengharapkan bantuan para dermawan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Mbah Joyo tergolong warga miskin. Dia sudah tidak bekerja di pabrik.
Praktis dia tak punya sumber pendapatan. Mirisnya lagi Mbah Joyo tak punya sanak kerabat di Lemah Abang maupun Dusun Jetak, Wonorejo, Gondangrejo, Karanganyar, di mana rumahnya berdiri. Dua wilayah itu berdekatan.
Kendati tinggal di wilayah Karanganyar, Mbah Joyo berstatus sebagai warga Kota Solo. “Sejak ambruk dua pekan lalu, saya tetap tinggal di rumah ini. Kebetulan sudut rumah tempat saya tidur atapnya tidak ikut ambrol,” aku Mbah Joyo.