SOLOPOS.COM - Ilustrasi minuman keras (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Miras Surabaya yang dikenai raperda baru bikin asosiasi pengusaha terkait ketir-ketir.

Madiunpos.com, SURABAYA Empat asosiasi pengusaha di Jawa Timur yang berkecimpung di dunia usaha tempat rekreasi dan hiburan umum menentang rancangan peraturan daerah (Reperda) Kota Surabaya tentang retribusi tempat penjualan minuman beralkohol. Ketentuan baru terkait minuman keras (miras) Surabaya itu mereka anggap memberatkan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Keempat asosiasi tersebut adalah Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum (Hiperhu) Surabaya, Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim serta Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Golongan A (Apma) Kota Surabaya. Keempatnya bakal terimbas perda baru tersebut sehingga menganggap perlu melakukan audiensi dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Ketua Hiperhu Surabaya, George Handiwiyanto, mengatakan besaran retribusi yang dikenakan bagi penjual miras Surabaya terlalu fantastis. Sistem pemungutannya pun dinilai tidak sesuai dengan norma hukum.

Retribusi produk miras Surabaya yang belum dikonsumsi atau dinikmati konsumen kelak harus ditanggung terlebih dahulu oleh pengusaha dan harus dibayar di muka untuk tiga tahun. “Yang namanya retribusi adalah dipakai dulu baru membayar, karena belum tentu minuman itu langsung laku, kan orang datang ke kafe juga belum tentu yang dibeli minuman alkohol,” ujarnya saat ditemui wartawan, Minggu (23/8/2015).

Dia memaparkan pengenaan retribusi miras Surabaya tersebut akan tumpang tindih dengan pajak hiburan 50% dari omset, serta pajak restoran 10%. Dengan biaya-biaya yang semakin banyak, kata George, dikhawatirkan bisa berdampak pada pengurangan tenaga kerja.

“Dampak lainnya nanti ketika harga bir mahal, akan ada peralihan ke minuman  oplosan lalu muncul pasar gelap karena pedagang tidak mau membayar pajak,” jelasnya.

Temui Wali Kota
Rencananya, keempat asosiasi tersebut akan melakukan audensi dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terkait raperda tersebut. “Hiperhu mewakili asosiasi lain sudah kirim surat permohonan audensi dengan wali kota, semoga segera direspons, dan setidaknya ada 10 orang perwakilan asosiasi yang akan menemui wali kota,” imbuh George.

Ketua Apkrindo Jawa Timur Tjahjono Haryono, mengatakan pengusaha meminta  agar penyusunan raperda tersebut melibatkan pengusaha dan pedagang yang berkaitan. Selain itu, besaran retribusi juga perlu ditinjau kembali dengan melakukan studi banding di Manado, Lampung dan Jakarta.

“Pengusaha juga siap menjalankan fungsi pengendalian  terhadap generasi muda (usia 21 tahun ke atas) melalui KTP dalam setiap penjualan,” ujarnya.

Diketahui dalam raperda tentang retribusi tempat penjualan minuman beralkohol itu menyebutkan ketentuan biaya retribusi untuk hotel bintang 3-4 adalah Rp150 juta-Rp250 juta/tahun, sementara untuk restoran Talam Kencana atau golongan kelas restoran tertinggi serta Talam Selaka atau golongan kelas restoran menengah dikenaik retribusi Rp150 juta/tahun.

Kinerja RHU
Meski banyak tantangan yang dihadapi pengusaha tempat rekreasi dan hiburan umum (RHU), tetapi menurut George kinerja RHU cukup menggembirakan. Banyak tempat-tempat hiburan baru yang bermunculan seperti kafe dan tempat karaoke terutama untuk RHU yang skala kecil.

“Minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor RHU masih sangat besar, tetapi biayanya juga besar. Untuk yang kecil-kecil saja setidaknya butuh Rp1 miliar dengan lahan sewa, dan break event point (BEP) nya 3-4 tahun,” imbuh George.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya