SOLOPOS.COM - Fahira Idris. (FOTO/Istimewa)

Ribuan botol minuman keras berbagai merek dan alat perjudian dimusnahkan di halaman Mapoltabes Solo, beberapa waktu lalu

Minuman keras kian masif peredarannya. Di Soloraya, toko-toko di pinggir jalan menjual minuman beralkohol bagaikan menjual soft drink. Yang menjadikan miris, minuman beralkohol itu dipajang bersama minuman kesehatan, minuman berion bahkan susu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dengan demikian, anak-anak dan remaja di bawah usia 21 tahun pun gampang untuk membelinya. Anak sekolah dan remaja akhirnya terbiasa dengan berbagai merek minuman beralkohol.

Dari keprihatinan itu, aktivis di media sosial, Fahira Idris, membuat petisi melalui change.org. Menggunakan Twitter dengan hashtag #AntiMiras <21th, Fahira dan publik di dunia Twitter menggalang dukungan, menekan minimarket untuk tidak menjual minuman beralkohol kepada remaja di bawah usia 21 tahun.

Dalam penjelasan petisi yang bisa dibuka di http://www.change.org/id/petisi/gerai-minimarket-hentikan-penjualan-miras-minol-kpd-remaja-lt-21th itu, mereka menuntut diberlakukannya aturan permintaan ID/KTP bagi pembeli minuman beralkohol. Gerakan itu juga menuntut agar minimarket tidak melayani penjualan minuman beralkohol dan minuman keras kepada anak di bawah usia 21 tahun. Tujuannya, melindungi anak dan remaja dari bahaya minuman keras.

Fahira Idris. (FOTO/Istimewa)

Saat dihubungi Espos, Kamis (14/2) lalu, Fahira menjelaskan gerakan itu didasari resahnya kaum ibu yang melihat kian mudahnya anak-anak mengonsumsi miras. Hal ini, kata dia, salah satunya disebabkan karena miras beredar bebas di gerai dan toko. “Saat ini kejahatan akibat miras, pemerkosaan, kekerasan, kian meningkat. Ini tentunya sangat memprihatinkan,” kata dia.

Pihaknya membatasi usia di bawah 21 tahun karena hal itu paling dapat dimungkinkan untuk diwujudkan. Terlebih Indonesia bukan negara Islam. “Kenapa hanya di bawah 21 tahun, bukan melarang seluruhnya, karena kalau negara Islam sudah jelas haram dan dilarang, tapi di sini tidak. Di atas 21 tahun, kami anggap manusia dewasa yang mampu berpikir,” ujarnya.

Gerakan itu mampu mengumpulkan lebih dari 2.000 tanda tangan menyetujui gerakan itu.

Remaja juga pandai mengelabui orang lain dalam mengonsumsi minuman beralkohol, yakni dengan memasukkan miras ke dalam botol minuman nonmiras atau jus. “Belinya dua, satu miras satu bukan. Airnya dibuang, mirasnya dimasukkan ke botol itu. Tidak ada yang tahu, anak-anak sekarang pintar-pintar,” ujarnya.

Target yang ia harapkan tersebut tidak terlalu mengada-ada. Hal itu sudah dilaksanakan di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan Jepang. “Itu sudah dibiasakan, beli miras pakai identitas, ditolak jika belum umur. Tapi di sini, itu belum berlaku. Semua bisa beli bebas maka target ini perlu diwujudkan.”

Belum lagi minuman beralkohol tradisional seperti ciu dengan mudah didapat di kampung-kampung.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo juga resah. MUI berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk menegakkan aturan. Kerja yang dilakukan aparat, menurut Ketua MUI Solo, Zainal Arifin Adnan, jangan sporadis namun kontinu dan berkelanjutan. Bahkan ia mendesak agar minuman keras dilarang beredar.

“Bukan hanya pembatasan umur tapi juga pelarangan seluruhnya,” ujar Zainal.

Ia optimistis pelarangan itu dapat dilakukan meski harus berbenturan dengan produsen besar dan jaringan distributor yang mengakar. “Kalau sudah nawaitu (niat)nya benar, ya bisa,” terang Zainal, Kamis.

Desakan tersebut bukan hasil pemikiran sambil lalu, melainkan dengan banyak pertimbangan, yaitu menyelamatkan generasi bangsa dari penyakit dan kemunduran sosial. “Nanti banyak yang sakit liver, pikun dan penyakit lainnya,” terang Zainal yang juga menjabat Dekan Fakultas Kedokteran UNS Solo.

Tak Bebas

Peredaran minuman keras dan beralkohol diatur dalam Keputusan Presiden (Kepres) No 3/1997. Keppres itu mengatur jenis minuman keras beserta peredarannya. Miras tipe A dengan kadar etanol 1 persen-5 persen. Tipe B dengan kadar etanol 5 persen-20 persen. Tipe C dengan kadar 20 persen-55 persen.

Peredaran minuman tipe B dan C diatur di antaranya di hotel, bar, restoran dan di tempat tertentu lainnya yang ditetapkan bupati/walikota atau gubernur. Tempat tertentu lainnya tersebut tidak boleh berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, atau lokasi tertentu lainnya yang ditetapkan kepala daerah.

Sekretaris Daerah Kota Solo, Budi Suharto, menegaskan miras jenis apapun tidak dijual bebas. Hal itu ia sampaikan saat mendampingi Walikota Solo Hadi Rudyatmo bersama rombongan berziarah ke Pajang, Laweyan, Kamis. Menurutnya, semua ada aturan peredaran dan tidak sembarangan diperjualbelikan. Saat ditanya peredaran miras di gerai toko, ia tegas menjawab tidak beredar bebas. “Tidak boleh,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya