SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Ketua DPD Oesman Sapta Odang tiba di lokasi Sidang Paripurna DPR 2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Surat Fadli Zon meminta KPK menunda pemeriksaan Setya Novanto dikecam, bahkan oleh politikus Gerindra sendiri.

Solopos.com, JAKARTA — Surat permohonan penundaan pemeriksaan Setya Novanto dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi e-KTP menuai kontroversi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa mempertanyakan tujuan surat tersebut. Meurutnya, kalau tujuannya ke KPK surat itu salah. Pasalnya, putusan pengadilan menyebutkan pada tanggal 20 September akan ada sidang. “Jadi apa yang ditulis surat oleh Pak Fadli Zon salah kaprah,” kata Desmond di Kompleks Parlemen, (13/9/2017).

Desmond menerangkan bahwa surat tersebut dianggap salah kaprah karena ditujukan ke KPK. Proses peradilan dalam kasus Novanto sudah berjalan sehingga surat tersebut sudah tak layak.

“Yang bisa hentikan [praperadilan] itu ranah pengadilan. Diteruskan atau tidak. Tentunya dengan pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional. Kalau menghentikan itu, mengintervensi pengadilan, Pak Fadli Zon tak benar,” ujarnya.

Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan bahwa pelaporan tersebut didasarkan pada adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Fadli karena menyurati KPK meminta menunda pemeriksaan terhadap Setya Novanto.

“Melaporkan Fadli Zon, yang diduga melanggar kode etik selaku pimpinan dan anggota DPR. Yang mana atas peristiwa mengirim surat kepada KPK yang isinya meminta penundaan pemeriksaan Setya Novanto sampai praperadilan selesai,” kata Boyamin.

Menurutnya, ada yang janggal dari surat tersebut. Meski Fadli mengaku surat tersebut seperti halnya pengaduan masyarakat biasa, bukan sebagai pimpinan DPR. “Ini mengintervensi proses penegakan hukum,” ujarnya kepada wartawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya