SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Minimarket Sleman terus bertumbuh meski keberadannya dibatasi.

Harianjogja.com, SLEMAN — Camat Turi Siti Wahyu Purwaningsih mengatakan kuota toko modern di suatu wilayah selama ini belum disosialisasikan dengan baik. Hal itu yang mengakibatkan kelebihan kuota toko modern di suatu wilayah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Padahal saat sosialisasi, masyarakat sudah terlanjur tanda tangan menyetujui. Ternyata baru tahu kalau wilayah tersebut kuota toko modernnya berlebih,” ujar Siti, Kamis (22/9/2016)

Dia berharap agar Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Sleman selektif lagi saat akan mengeluarkan izin toko modern. Hal itu dilakukan agar pendirian toko modern yang sudah tidak sesuai dengan kuota tidak diberikan.

“Tim perizinan kabupaten tentu bisa berpedoman kepada Perda. Apa tidak dicek? Padahal kuota pendirian di suatu wilayah cukup,” tanya dia.

Sekretaris Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPMPPT), I Wayan Gundana menegaskan, sebelum menerbitkan izin pihaknya selalu berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Sleman.

“Kami tetap berpegang teguh pada kuota yang ditetapkan Perda. Makanya setiap ada pengajuan izin, kami koordinasi dengan Perindagkop,” tegasnya.

Dia menegaskan, pengelola toko modern diwajibkan memiliki izin gangguan (HO) dan izin usaha toko modern (IUTM). Tanpa itu, operasional toko modern tersebut dinilai tidak sesuai Perda. Wayan juga berharap agar masyarakat terutama pemerintah desa dan kecamatan, memahami Perda No.18/2012 tentang pendirian toko modern.

“Yang kami sayangkan, warga yang datang ke sosialisasi pendirian toko modern itu tidak membaca Perda lebih dulu sehingga tinggal tanda-tangan. Harusnya semua berpatokan pada kouta dulu. Jangan mendirikan toko modern baru memikirkan kuota,” kritiknya.

Sekadar diketahui, modus iming-iming uang saat sosialisasi pendirian toko modern seringkali menjebak warga. Selain menyalahi aturan, kondisi tersebut dapat memicu konflik antarwarga baik yang pro maupun yang kontra dengan pendirian toko modern. Modus sosialisasi pendirian toko modern dengan iming-iming sejumlah dana dari pengelola toko modern pernah terjadi di Dusun Kasuran, Margumulyo, Sayegan, beberapa waktu lalu.

“Waktu itu, masyarakat justru mendesak aparat desa agar memberikan izin pendirian toko modern. Karena mereka sudah terlanjur menerima sejumlah uang saat sosialisasi,” katanya Anggota Forum Pemantau Independen (FORPI) Sleman Hempri Suyatna beberapa waktu lalu.

Menurutnya, jika syarat persetujuan warga tidak tercapai, pemilik modal juga tidak kehabisan akal. Mereka bisa saja mendatangi langsung orang per orang untuk mempengaruhi langsung masyarakat dengan modal yang mereka miliki. Jika masyarakat terpengaruh iming-iming yang diberikan dan pengusaha mengantongi syarat sosialisasi untuk mendirikan toko modern, lanjut Hempri, dikhawatirkan muncul konflik antarwarga.

“Tidak hanya warga, Pemerintah Desa (Pemdes) ataupun pihak kecamatan harus memahami Perda No.18/2012 tentang pendirian toko modern. Selain kuota sudah terpenuhi, penataan (penertiban) toko modern yang dilakukan Pemkab masih belum selesai,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya