SOLOPOS.COM - ilustrasi (dok Solopos)

ilustrasi (dok Solopos)

Solo (Solopos.com)–Jumlah perusahaan yang mengantongi sertifikasi verifikasi legalitas kayu alias SVLK di Jawa Tengah minim.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dari total 1.400-an perusahaan, baru 25-30 perusahaan mendapatkan izin yang menjadi syarat mutlak ekspor tersebut.

Selanjutnya 50-60 perusahaan masih dalam tahap verifikasi, dan sisanya belum berproses.

Ketua Kluster Kayu Olahan Jawa Tengah yang juga Pengurus Bidang Organisasi, Lembaga, Asder & Hukum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia atau dalam bahasa Inggris disingkat ISWA, Wiradadi Soeprayogo, mengatakan di Jawa Tengah belum banyak perusahaan yang menyadari perlunya SVLK.

Padahal, sesuai dengan Peraturan menteri (Permen) No 20/M-DAG/PER/5/2008 tentang ketentuan ekspor produk kehutanan, di mana disyaratkan perusahan yang mengeekspor kayu harus mengantongi SVLK. Ketentuan ini akan efektif diterapkan pada 2013.

“Jadi, 1.400-an perusahaan di Jawa Tengah itu punya waktu sampai akhir 2012 untuk mencari SVLK. Jika tidak, mereka terpaksa tidak bisa ekspor,” jelas Wiradadi, saat ditemui Espos di sela menjadi instruktur Pelatihan Teknologi Produksi Mebel di Hotel Grand Setiakawan, baru-baru ini.

Untuk memproses SVLK, dia menjelaskan, perusahaan harus menyiapkan diri terlebih dahulu agar seusai dengan persyaratan menapat sertifikasi tersebut. Begitu dirasa memenuhi, perusahaan mengajukan SVLK dan lembaga yang telah ditunjuk akan melakukan verifikasi. Proses verifikasi sendiri membutuhkan waktu 1-3 bulan, dengan biaya standar berkisar Rp 30 juta-Rp 40 juta. Jumlah tersebut masih bisa bertambah tergantung kondisi di lapangan.

Wiradadi menambahkan setelah mengantongi SVLK, perusahaan diperiksa setiap tahun guna melihat apakah perusahaan tersebut konsisten memenuhi ketentuan yang ditetapkan pasar internasional itu. Sertifikasi SVLK sendiri berlaku tiga tahun.

Dia menyadari pemberlakukan SVLK berpotensi menghambat ekspor kayu dan produknya dari Jawa Tengah. “Tapi, mau bagaimana lagi, ini pasar yang minta. Kita harus penuhi.”

Di sisi lain, Wiradadi menyoroti pemerintah yang dinilainya kurang siap menanggapi pemberlakukan SVLK di 2013. Seharusnya, pemerintah jauh hari telah mendorong dan memfasilitasi perusahaan untuk mendapatkan SVLK.

“Jangan seperti saat kita menghadapi ACFTA (perdagangan bebas Indonesia-China-red). Digembor-gemborkan di luar tapi dalamnya tidak siap,” tandas dia.

Sementara itu, pemberlakukan wajib SVLK di 2013 berpotensi mempengaruhi nilai ekspor kayu dan produk kayu di Jawa Tengah yang terbilang tinggi. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Tengah, Ihwan Sudrajat, dalam sambutannya yang dibacakan Plt Kepala Disperindag Solo, Kusdiarto, menguraikan ekspor produk kayu dari Jawa Tengah mencapai US$433 juta di 2009 dan US$529,8 juta di 2010. Sedangkan sampai Maret 2011, ekspor mencapai US$152,76 juta. Nilai ekspor tersebut berdasarkan catatan ekspor yang dilakukan 1.026 perusahaan di Jawa Tengah.

Lantaran potensi besar itu, pihak pemerintah mendorong perusahaan untuk serius menyikapi sertifikasi kayu melalui SVLK. Pemprov Jawa Tengah juga berjanji akan memfasilitasi perusahaan agar segera mengantongi SVLK.

(tsa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya