SOLOPOS.COM - Mutimmatun Nadhifah (Istimewa)

Mimbar mahasiswa kali ini, Selasa (8/12/2015), ditulis Mutimmatun Nadhifah. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis IAIN Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Andai saya mahasiswa yang terpilih dalam pemilihan Mas dan Mbak Universitas Sebelas Maret (UNS), saya tentu patut mengemukaan pembelaan atas opini dan tanggapan-tanggapan yang muncul terkait pencapaian yang saya raih.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Saya mengakui kampus memang membutuhkan orang-orang dengan tinggi minimal 170 sentimeter dilengkapi dengan baju mahal, bermerek, dandanan yang melengkapi wajah, dan gerak tubuh yang meyakinkan.

Seharusnya Udji Kayang Aditya Supriyanto dalam tulisan berjudul Budaya Wajah Kampus di Mimbar Mahasiswa (Solopos, 1 Desember 2015) mengucapkan terima kasih karena kampus UNS menjadi semakin terkenal oleh muka-muka cantik dan ganteng di sampul media kampus.

Sebagai mahasiswa yang sudah lama menghuni kampus dan barangkali diharapkan kelulusannya dengan cepat, seperti Udji dan saya, harus memahami bahwa kampus sangat membutuhkan mahasiswa cantik, modis, bertinggi badan yang memadai.

Pasti ada yang bertanya dengan nada sinis: kanggo apa? Kita bisa menjawab dengan cepat dan tepat bahwa wajah mahasiswa yang cantik atau tampan dan berpenampilan terpercaya bisa menjadi pancingan masyarakat memilih kampus.

Jumlah mahasiswa tentu menjadi pertimbangan kuat dan akan segera menjadi prestasi atau bahkan menjadi pemenuhan syarat kampus menaikkan statusnya. Ini hanya dugaan sementara, betapa wajah cantik dan tampan memang menebar manfaat bagi kampus.

Andai saya adalah Mbak UNS, saya akan memunculkan sekian bukti bahwa tidak hanya kampus UNS yang membutuhkan mahasiswa cantik dan tampan penebar pesona. Sayangnya, pengandaian itu harus segera diputus, tidak baik terlalu banyak berandai-anadi.

Apalagi, secara administratif saya bukan mahasiswa UNS! Saya hanya berdoa semoga Mas dan Mbak UNS tidak bersedih karena sedang diperbincangkan. Peresmian mereka sebagai duta kampus telah didukung oleh lembaga mahasiswa yang sah secara struktural.

Mas dan Mbak UNS, saya hanya mau bercerita kalau di kampus saya, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, juga ada budaya pasang wajah. Mau tau cerita lengkapnya? [Baca selanjutnya…]

 

Di IAIN Surakarta saya mendapati kalender akademik yang memasang wajah-wajah cantik dan tampan mahasiswa. Saya hanya bisa mengira betapa lama  pemilihan dan seleksi mahasiswa yang akan masuk kalender itu mulai dari proses seleksi, pemotretan sampai, pada proses cetak dan distribusi.

Ini hanya cerita dan dugaan dari kalender setahun lalu yang saya temui dan perkembangannya sulit saya ketahui, tapi saya yakini sama dengan sebelumnya. Saya mengimajinasikan saat kalender itu ada di kantor Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), kantor-kantor di lingkungan IAIN Surakarta, atau bahkan masuk ke tempat indekos mahasiswa.

Ada rasa keterwakilan diri dan kampus dalam wajah-wajah cantik dan ganteng yang barangkali bisa kita ramalkan efeknya saat itu dilihat oleh mahasiswa, terutama mahasiswa baru.

Saya menduga setelah melihat gambar, mereka akan menjadikan rujukan:  menjadi mahasiswa di IAIN Surakarta harus bernampilan gaul yang nanti akan berdampak pada masa depan mereka di kalender kampus selanjutnya.

Di kampus saya, ada beberapa jargon yang selama ini sering dimunculkan di seminar-seminar atau kuliah-kuliah umum, kalender, juga di laman resmi IAIN Surakarta yang bisa diakses sekarang juga.

Jargon itu adalah modernity, religiousity, civility, dan ecocampus. Mau tau maksud jargon keren ini?  Modernity adalah adapatif terhadap gerak perubahan sosial dan dinamika kehidupan yang relevan dan modern  baik dari segi kuantitatif maupun secara kualitatif.

Jargon ini tentu bukan hanya sebatas kata, tapi ada wajah mahasiswa sedang menghadap komputer yang dipotret dari samping lalu disebar di media-media di kampus baik cetak maupun online.

Religiousity mempunyai arti memegang teguh  dan menjiwai nilai-nilai dan prinsip Islam yang tercermin dalam Tridharma Perguruan Tinggi dan pandangan hidup sehari-hari.

Jargon yang  kedua dilengkapi dengan wajah mahasiswa cantik yang sedang ”berpura-pura” membaca kitab suci Alquran. Lensa kamera yang lebih fokus pada wajah membuat saya sulit memprediksi mushaf apa yang dibaca mbak yang cantik itu.

Saya sulit bermain tafsir tentang mushaf Alquran yang biasa didiskusikan di dalam ruang kuliah. Ah, sayang sekali… Civility berarti menjunjung tinggi keadaban yang diakui secara universal sebagai bentuk karakter masyarakat madani.

Jargon ketiga ini dilengkapi foto tiga mahasiswi cantik dan satu mahasiswa ganteng yang sedang merembukkan suatu hal penting di gazebo kampus. Saya sebut penting karena mereka ditemani buku-buku setebal bantal.

Sialnya, saya gagal mengetahui judul-judul buku yang mereka baca dan diskusikan. Apalagi sebagian buku-buku memang terbalik alias asal tumpuk saja.

Eco campus berarti menjaga keseimbangan alam dan lingkungan serta mendorong penggunaan energi terbarukan sebagai cermin identitas masyarakat akademik yang berilmu dan beradab.



Tentu jargon yang terakhir bukan ada karena sejak dulu IAIN memang hijau; berdiri di antara persawahan, rumput-rumput tumbuh menghijau, dan punya pohon-pohon besar.

Alam bagi IAIN Surakarta ternyata gambar mahasiswi cantik mengenakan pakaian berwarna hijau dan memegang bibit pohon. Ini hanya cerita bahwa dalam”dunia wajah kampus” kita masih berteman. Hanya saya yang terus tertinggal dari dunia mode. Wassalamualaikum

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya