SOLOPOS.COM - Fera Safitri (Istimewa)

Mimbar mahasiswa edisi Selasa (31/5/2016), ditulis Fera Safitri. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — ”Kita pulang sekarang, Yang?”. Tanpa menyahut, Unik langsung masuk ke dalam mobil sedan diikuti Angling. Angling merasa heran.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

”Rupanya kau sedang marah, ya?”

Unik masih diam. Mesin sedan tak dihidupkan, walaupun kedua lengannya memegang stir.

”Ada yang tidak menyenangkan perasaanmu?”

”Ya,” sahut Unik ketus, tanpa melirik Angling.

”Siapa orangnya yang telah membuat perasaanmu tak senang itu?”

”Kau!”

Angling terkejut. Ia mengernyitkan alis. Mengingat-ingat apa yang telah diperbuatnya sehingga Unik tak senang, tapi Angling tak menemukan suatu kesalahan.

”Apa sih kesalahanku itu?”

”Jangan pura-pura tak tahu!”

”Sungguh, Nik. Aku tak mengerti, aku tak tahu apa kesalahanku.”

Angling Kusumawijaya, tokoh dalam novel Biarkan Aku Cemburu (1988) karangan Eddy D. Iskandar, ini sedang bingung menghadapi pujaan hatinya, Unik, yang tiba-tiba saja marah.

Apa penyebabnya, Angling tak tahu. Begitu pula dengan pembaca, mereka juga bingung mengapa Unik bisa marah. Unik memilih tidak mengatakan alasan kemarahannya. Itu menyebalkan bagi Angling dan para pembaca.

Mengapa tak bilang saja bahwa Angling telah membuat Unik cemburu karena telah bermesraan dengan perempuan lain? Bukankah jika Unik mengatakan alasan kemarahannya itu Unik akan mendapatkan penjelasan dari Angling?

Nggak dewasa banget sih!” Mungkin begitulah respon para pembaca novel ini seandainya bisa berdialog dengan Unik. Angling, sosok buah imajinasi Eddy D. Iskandar yang sedang bingung itu, kini menjelma jadi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Poros Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, LPM Gema Keadilan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, dan Majalah Lentera terbitan para mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.

Mereka ini bingung akibat pembekuan lembaga dan kegiatan maupun pemberedelan yang mereka alami. Birokrat kampus hanya marah dan tak terima atas pemberitaan di majalah-majalah kampus yang dikelola para mahasiswa itu tanpa menyampaikan alasan yang jelas, tanpa mengemukakan alasan konkret.

Alasan yang jelas dalam hal ini bukan sekadar pernyataan ”tidak terima” yang dikemukakan otoritas kampus, namun perlu tanggapan berdasarkan kaidah jurnalistik yang berlaku. Seperti yang dikemukakan M. Irkham Abdussalam pada esainya di Mimbar Mahasiswa (Solopos edisi 17 Mei 2016) ini bahwa dalam jurnalistik terdapat kaidah yang disebut ”hak jawab”. [Baca selanjutnya: Demokrasi]Demokrasi

Hak jawab ini adalah hak seseorang maupun suatu pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan maupun karya jurnalistik yang melanggar kode jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, kepada pers yang memublikasikan (Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab).

Hak jawab dalam pengajuannya dilakukan secara tertulis (termasuk digital) kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau dapat juga disampaikan secara langsung kepada redaksi. Pihak yang merasa dirugikan semestinya menjelaskan bagian mana saja pada pemberitaan maupun karya jurnalistik tersebut yang dianggap merugikan, tentu dengan data pendukung.

Jika sanggahan tersebut dapat diterima, LPM atau media umum akan memuat hak jawab tersebut pada edisi berikutnya jika itu media cetak. Jadi pihak yang merasa dirugikan jangan serta-merta tidak terima lalu ”marah” begitu saja.

Bukan hanya otoritas kampus yang kadangkala ”marah” kepada LPM lantas mengabaikan kaidah jurnalistik yang seharusnya ditempuh. Organisasi kemahasiswaaan yang acapkali merasa dirinya dirugikan juga menganut pengabaian ini, entah mereka sengaja atau mungkin tak tahu ada aturan hak jawab.

Alkisah, majalah yang diterbitkan salah satu LPM di sebuah perguruan tinggi di Solo memuat surat pembaca. Dalam rubrik tersebut terdapat opini yang mengkritik sarana dan prasarana di sebuah fakultas.

Penulis surat pembaca itu menyampaikan perihal yang memunculkan keresahannya dan menyebutkan nama sebuah organisasi kemahasiswaan di fakultasnya. Penulis surat pembaca itu tak merasa takut dengan apa yang ia tulis karena formatnya opini.



Negeri ini adalah negara demokrasi yang melindungi kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyatnya, setidaknya secara faktual sejak 18 tahun yang lalu. Surat pembaca tersebut ditulis pada 2015, sedangkan majalahnya mengalami keterlambatan terbit sehingga baru diterbitkan pada 2016. [Baca selanjutnya: Tanggung Jawab]Tanggung Jawab

Masalahnya, keadaan fakultas yang diresahkan penulis surat pembaca tersebut sudah berubah, sudah ada perbaikan, sehingga apa yang ia tuliskan pada saat itu tak lagi relevan. Pengurus organisasi kemahasiswaa yang ditulis di surat pembaca itu menyatakan tak terima dan menuntut klarifikasi dari penulis, bukan dari LPM yang menerbitkan majalah yang memuat surat pembaca itu.

Redaksi LPM itu kemudian menawarkan hak jawab kepada organisasi kemahasiswaan tersebut, meminta maaf, serta memberi penjelasan. Pengurus organisasi kemahasiswaa tersebut menolak menulis hak jawab. “Tidak usah, biarkan jadi pembelajaran saja,” kata salah seorang pengurus organisasi kemahasiswaan tersebut.

Kasus-kasus seperti ini umum terjadi di kampus-kampus. Pihak-pihak yang enggan memakai hak jawab tampaknya dipicu kemalasan berpikir. Mereka meremehkan kaidah yang amat penting, yaitu tanggung jawab pers kepada publik.

Seharusnya siapa pun yang merasa dirugikan oleh pemberitaan dan karya jurnalistik pers mahasiswa jangan langsung marah begitu saja bak Unik dalam novel Eddy D. Iskandar. Pers Mahasiswa mungkin belum dewasa dan sedang berusaha menjadi dewasa, namun yang lebih penting dari itu pembaca mestinya juga bersikap dewasa menanggapi pers mahasiswa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya