SOLOPOS.COM - Mutimmatun Nadhifah (Istimewa)

Mimbar Mahasiswa, Selasa (25/8/2015), ditulis Mutimmatun Nadhifah. Penulis adalah mahasiswa Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Buku berwarna biru dengan judul Paradigma & Metodologi Kuliah Kerja Nyata Transformatif, Implementasi Participatory Action Research (PAR) dan Participatory Rural Appraisal (PRA) Untuk Aksi Perubahan Sosial diberikan kepada mahasiswa pada saat pembekalan Kuliah Kerja Nyata Transformatif (KKNT) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta pada l 27-29 Juli 2015.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Buku ini diberikan agar menjadi rujukan mahasiswa pada saat melaksanakan KKNT di desa sesuai penempatan mereka. Dalam buku panduan ini diterangkan perihal KKNT dengan tema sosial keagamaan yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa.

Transformatif yang dimaksud dalam buku ini tercantum pada halaman 37, yang meliputi taaruf (mengenali), tafahum (memahami), tasyawur (berembuk), taawun (kerja sama dan kolaborasi), taghyir (melakukan perubahan), adalah (keadilan sosial), dan yang terakhir adalah mashalahah mursalah (menciptakan kesejahteraan umum).

Tugas mahasiswa adalah mengenali masyarakat di desa tempat KKNT dilaksanakan sebelum melangkah pada tingkat mashlahah mursalah (menciptakan kesejahteraan sosial). Beberapa kata kunci penting ini adalah rumus yang komprehensif.

Target paling awal dari pelaksanaan konsep ini adalah, seperti tercantum dalam buku, agar ”perbedaan status sosial” serta “jarak sosial” yang bisa ”menimbulkan keterputusan dan keterasingan satu dengan lainnya” bisa dihilangkan ”sehingga komunikasi dialogis dapat terjalin dengan baik.”

Pada saat mahasiswa dilepas di tingkat kecamatan dan desa untuk kemudian menjadi warga desa, tempat baru mereka melaksanakan tugas kampus, secara moral estetitis semua atribut kemahasiswaan seharusnya ditanggalkan. Biar kesetaraan bisa dicapai.

Kenyataannya, di desa, mahasiswa tetap mengenakan jas almamater berwarna jingga. Jas itu dikenakan ke berbagai tempat, ke berbagai acara, untuk memberi tahu masyarakat bahwa mereka adalah mahasiswa yang sedang melaksanakan tugas KKNT. Di jas almamater itu ada identitas yang ditunjukkan kepada warga desa.

Mahasiswa telah memunculkan jarak dalam misi menjalin sebuah hubungan dialogis. Barangkali buku panduan hanya menjadi rujukan pembuatan tugas-tugas teknik yang harus disusun mahasiswa dan dipertanggungjawabkan di depan dosen pembimbing lapangan (DPL) dan dosen dari lembaga penyelenggara KKNT saat berkunjung ke tempat KKNT atau pada saat ujian KKNT itu dilaksanakan.

Menjadi penghuni baru tentu layaknya orang bodoh yang harus selalu memosisikan diri untuk berusaha memahami orang dan lingkungan sekitarnya, termasuk masalah sosial keagamaan yang menjadi fokus dan tujuan utama program KKNT.

Pewujudan hal ini bisa dimulai dari perjumpaan dan pertanyaan saat bertemu warga desa di lokasi KKNT. Tentu dalam hal ini dengan melepas jas almamater, ”menjadi” warga desa, bukan dengan selalu dan hampir selama KKNT mengenakan jas almamater setiap saat. [Baca: Juru Selamat]

 

Juru Selamat
Saya ingat karya Mansur Samin (1996) dalam buku Pengorbanan dan Hari Baik. Mansur menulis cerita untuk bacaan anak-anak tentang sebuah desa yang dikunjungi mahasiswa yang melaksanakan Kerja Karya Nyata atau KKN (sekarang jamak disebut sebagai Kuliah Kerja Nyata).

Buku ini kali pertama dicetak pada 1994. Kita bisa mafhum agenda KKN yang menjadi salah satu syarat mahasiswa lulus dari perguruan tinggi adalah gagasan pembangunan oleh Orde Baru yang dilestarikn sampai sekarang.

Dalam buku itu, KKN dinarasikan sebagai agenda pemerintah untuk melaksanakan pembangunan sehingga kemudian terjadilah modernisasi desa.

Tentu mahasiswa diharapkan bisa menjadi juru selamat dengan berbagai usulan mulai dari pengaliran air ke permukiman warga desa, pengadaan obat, pembuat pupuk kompos, penyingkiran lintah darat, sampai pada pengadaan koperasi.

Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan, kemakmuran, dan kesentosaan warga desa. Mansur menulis dengan jelas bahwa imajinasi Tondi, anak desa yang lahir dan tinggal di Dusun Dolok, Tapanuli Selatan, mengagumi mahasiswa yang mampu berbuat dalam berbagai hal.

Tondi terheran-heran. Alagkah banyak yang diketahui oleh mahasiswa. Sampai-sampai pupuk dapat mereka buat sendiri. Betapa senang kalau menjadi mahasiswa. Begitu pikir Tondi dalam benaknya.

Jas almamater yang terus-menerus dikenakan memberikan jarak untuk sekadar mendapatkan cerita dan berita dari warga desa. Mahasiswa pasti sulit meniru cara kerja antropolog yang melepas segala identitas demi kesetaraan dan demi mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya.

Gagasan untuk mentransformasi kehidupan masyarakat desa bakal sulit. Identitas masih menjadi beban kuat. Yang lebih menarik, dari berbagai gagasan untuk kemudian dijadikan usul dan program mahasiswa yang sedang melaksanakan KKNT adalah pengadaan perpustakaan desa.

Gagasan dan rencana kegiatan ini termasuk yang justru menimbulkan paradoks dalam kehidupan mereka sendiri. Barangkali mahasiswa merasa miris karena desa tidak dilengkapi perpustakaan seperti beberapa desa yang lain yang mempunyai perpustakaan.

Mahasiswa ingin menjadi inisiator dan sekaligus pelaksana. Ini sebenarnya gagasan yang cukup bagus. Gagasan dasarnya tidak jauh dari anggapan bahwa perpustakaan itu adalah benda yang terdiri dari buku dan penjaga.

Sering kali perpustakaan didirikan bukan untuk mencapai kebudayaan literer. Ini sama dengan anggapan perpustakaan di kampus sebagai sebuah fasilitas seperti dalam selebaran atau brosur penerimaan mahasiswa baru, bukan etos literer.

Mahasiswa yang hampir lulus itu mayoritas mengunjungi perpustakaan hanya saat tuntutan tugas datang. Mereka  mengusulkan pengadaan perpustakaan desa, tapi tak ada penyemaian etos berbudaya literer.



Masih banyak yang bisa disebutkan perihal paradoks KKNT atau mungkin juga KKN secara umum. Gagasan participatory action research berada dalam tubuh mahasiswa yang sejak awal lebih banyak berpamrih untuk hanya menyelesaikan tugas kuliah masing-masing.

Berbagai program yang dilaksanakan mahasiswa pada saat KKNT di desa tempat mereka bertugas secara teoretis keluar dari metode yang dirancang untuk KKNT di IAIN Surakarta yaitu participatory action research. Saya yakin ini bukan hanya dialami mahasiswa atau kampus IAIN Surakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya