SOLOPOS.COM - Cahyadi Kurniawan, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Solo

Cahyadi Kurniawan, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Solo

Tak bisa dimungkiri bahwa pers mahasiswa (persma) sekarang ini hampir semunya berhaluan nasionalis keindonesiaan sebagai ruang imajinasi acuannya. Secara tidak langsung mengusung semangat ”sekularisme” dalam arti yang sederhana dan minim di mana agama masih dipandang perlu dan tidak ditiadakan-dipisahkan secara ekstrem.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Secara historis, hal ini sebenarnya bisa dipahami karena tuntutan sejarah menghendaki untuk memerdekaan orang-orang di Nusantara dari penjajahan kolonial Belanda. Penerbitan media massa sebagai lokus perjuangan dan pembentukan imajinasi keindonesiaan mendominasi dan banyak dikenang.

Indonesia sebagai ruang imajinasi tersebut sampai sekarang mendominasi alam bawah sadar aktivis pers mahasiswa di seluruh Indonesia. Termasuk para aktivis persma dari perguruan tinggi atau universitas yang berhaluan agama Islam. Buku telaah Amir Efendi Siregar (1983) yang sering dikutip aktivis persma, Pers Mahasiswa: Patah Tumbuh Hilang Berganti, termasuk buku yang mengedepankan kerangka imajinasi nasionalis keindonesiaan yang mengabaikan keislaman.

Ekspedisi Mudik 2024

Tidak mengherankan jika penerbitan persma dari kampus-kampus tersebut tidak akan berbeda dengan penerbitan aktivis persma dari kampus-kampus umum. Jarang sekali mereka mengusung ide, gagasan dan pemikiran yang bernuansa Islam dalam penerbitan mereka. Di sini ada sebuah kekosongan historis yang tidak disadari oleh aktivis persma khususnya dari kampus Islam.

Kesadaran bermedia selama ini barangkali banyak dianggap hanya milik eksklusif kaum nasionalis ”sekuler” terutama yang mendapatkan pendidikan Eropa (Belanda). Padahal pada 1911 seorang modernis Islam bernama Abdullah Ahmad menerbitkan majalah Al-Munir di Padang yang bertahan selama lima tahun.

Ilmiah

Hampir seluruh tokoh Islam pada saat itu pernah menulis di media ini. Selain itu, Abdullah Ahmad juga menerbitkan Al-Akhbar (majalah berita) pada tahun 1913 dan Al-Islam (mulai terbit pada 1916) yang berafiliasi dengan Sarekat Islam.

Penerbitan Al-Munir tersebut banyak dipengaruhi dua penerbitan majalah. Yang pertama, penerbitan Al-Imam (berbahasa Melayu ) pada 1906 oleh Tahir Jalaluddin al-Azharu (anak Minangkabau) di Singapura yang menyebarkan nasionalisme Melayu atau lebih tepatnya pan Melayu yang banyak dipengaruhi oleh Rasyid Ridha. Yang kedua adalah penerbitan jurnal Al-Manar oleh Muhammad Abduh yang sedikit banyak memengaruhi pemikiran Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Selain itu, organisasi Studenten Islam Studie Club yang didirikan pada 1913 oleh mahasiswa Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum), Jusuf Wibisono dan Muhammad Roem, menerbitkan jurnal Muslimse Reveil. Jurnal yang disebarkan untuk umum ini, seperti dikatakan Jusuf Wibisono, mengusung wacana Islam yang ilmiah.

Dalam penerbitan perdananya Muslimse Reveil menerbitkan tulisan Prof Dr Hussein Djajaningrat tentang perlunya pengkajian-pengkajian Islam di Indonesia dalam skala perbandingan dengan Islam di Timur Tengah (Azyumardi Azra, 1999:120-121).

Informasi sejarah tersebut hanya ingin menyatakan bahwa persma arus Islam juga memiliki akar sejarah yang kuat. Selain itu, saya pikir sudah saatnya persma arus Islam juga mengedepankan laporan atau liputan yang mendalam tentang keislaman dengan metode, etika, dan sikap keislaman.

Ini bukan berarti antinasionalisme keindonesiaan yang sekuler dengan mengubah atau membuat haluan yang religius. Hal ini, dengan sendirinya, akan terhapuskan dengan membaca tulisan proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno, Islamisme, Sosialisme, dan Nasionalisme.

 

Profetik

Selama ini persma di kampus-kampus Islam banyak mengikuti arus media persma mainstream, baik karena ada semacam keengganan secara psikologis untuk berbeda, ketidaksadaran dalam politik redaksional atau ketidaktahuan tentang ragam jurnalisme di mana pada tahun ini mengemuka banyak wacana tentang jurnalisme profetik. Jurnalisme profetik ini seharusnya menjadi landasan dan acuan bagi persma arus Islam.

Memang terjadi perdebatan  dan polemik tentang jurnalisme profetik tersebut. Dari sekian banyak perdebatan dan polemik, tampaknya kekacauan kategorisasilah yang menjadi pemicunya. Apakah jurnalisme profetik itu sebuah metode jurnalistik seperti jurnalisme investigasi, presisi, sastrawi, disiplin verifikasi dan seterusnya; atau sebuah nilai, norma dan etika jurnalistik seperti berpegang pada kebenaran, kejujuran, memantau kekuasaan, jurnalisme humanistik dan sebagainya; ataukah sebagai sebuah sikap jurnalis seperti jurnalisme advokasi, jurnalisme perdamaian, jurnalisme lingkungan dan sebagainya?

Saya pikir, apa pun jawabannya, persma arus Islam seharusnya mengembangkan jurnalisme profetik tersebut baik sebagai wacana keilmuan jurnalistik atau sebagai medan eksperimen dalam bermedia.

Selain itu, kalau kita membaca pemikiran Edward Said dalam buku Orientalisme dan terutama Covering Islam (2002), sudah saatnya persma arus Islam mulai mengedepankan pemberitaan tentang Islam yang kritis, mendalam, komunikatif bagi para pembacanya. Tentu bukan hanya ala lembaran Jumat yang lebih mengedepankan ibadahisme dan rohanisme ketimbangkan intelektualisme.

Dari pemikiran poskolonialisme Said yang memakai kerangka pemikiran Michel Foucault tentang kekuasaan dan pengetahuan, persma arus Islam seharusnya sadar bahwa jurnalisme bukan hanya memberitakan yang sangat terkait dengan pola-pola penulisan jurnalistik. Permasalahan persma saat ini sudah terlalu mengarah pada organisasi penulisan.

Tapi, dari Said kita tahu yang seharusnya dilakukan persma arus Islam adalah mempertanyakan fakta dulu, membangun logika narasi, mengurai 5W+1H, lalu merangkainya menjadi tulisan yang baik dengan menggunakan acuan pemikiran, terutama dari ilmuwan Islam. Inilah saatnya bagi persma arus Islam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya