SOLOPOS.COM - Hanputro Widyono (Dok/JIBI/Solopos)

Mimbar Mahasiswa Solopos, Selasa (23/6/2015), ditulis Hanputro Widyono. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret dan saat ini aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Kentingan.

Solopos.com, SOLO — Menjelang Ramadan dan hari-hari pertama Ramadan membuat banyak hal di sekeliling kita berubah menjadi lebih religius. Iklan-iklan di berbagai media cetak dan elektronik, buku-buku di toko, lagu-lagu religi, pakaian, dan banyak hal lainnya yang berbau religius ditawarkan untuk melengkapi ikhtiar kita di bulan wajib bagi muslim berpuasa yang penuh berkah.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Kebetulan saya baru saja membeli buku Menekuk Agama, Membangun Tahta: Kebijakan Agama Orde Baru (2004) yang merupakan hasil sebagian penelitian oleh beberapa ahli.

Dalam buku itu ada penjelasan disfungsi agama akan hadir ketika pelembagaan agama telah diikuti kepentingan di luar agama; ketika tafsir telah menjadi sebuah kemutlakan; ketika kalkulasi mayoritas-minorotas telah menagih berbagai konsekuensi sosialnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Disfungsi agama juga akan hadir ketika keyakinan kemutlakan terhadap agama telah mengharuskan untuk menafikan kebenaran agama lain; ketika tugas menyampaikan kebenaran agama (amar makruf) dijalankan melalui cara yang tidak agamis; dan seterusnya.

Seperti fakta yang sudah disebutkan di awal tulisan ini, momen agama juga telah dimanfaatkan untuk mendulang keuntungan ekonomi. Tulisan ini dibuat untuk membahas masalah tafsir yang juga menjadi salah satu penyebab disfungsi agama menurut buku tersebut.

Hal ini sangat berlainan dengan arti kata ”tafsir” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diartikan sebagai keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Alquran agar maksudnya lebih mudah dipahami, bukan malah menyebabkan disfungsi!

Tentu tafsir selalu muncul dalam bentuk kata-kata. Kata-kata berkaitan erat dengan bahasa yang akan mengantarkan pada pemahaman atau justru perselisihan. Sering kali kita mendapati perbedaan-perbedaan tafsir dalam kehidupan beragama kita, bahkan di dalam internal agama sendiri.

Hal itu tidak terlepas dari peran bahasa yang merupakan alat komunikasi dengan kandungan berbagai sistem tanda yang dapat dimaknai secara berbeda-beda oleh setiap pendengar maupun pembacanya. Perbedaan pendapat antarmanusia tidak dapat dinafikan.

Tak semua orang yang berbahasa sadar dan mau sadar terhadap potensi destruktif dan konstruktif bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Kita takut kepada momok karena kata/ Kita cinta kepada bumi karena kata/ Kita percaya kepada Tuhan karena kata/ Nasib terperangkap dalam kata. Begitu kata Subagyo Sastrowardoyo dalam sajaknya yang berjudul Kata.

Sekali lagi! Wujud bahasa adalah kata-kata. Bagi orang yang percaya, kata-kata yang memiliki roh spiritual paling dasyat adalah kata-kata Tuhan, baik yang disampaikan dalam kitab suci, maupun lewat rasul-rasul-Nya.

Kita mengenal Tuhan melalui kata-kata-Nya, melalui nama-nama-Nya. Ada Allah bagi umat Islam, ada Yesus bagi umat kristiani, ada Dewa bagi umat Hindu dan Buddha. Kita memercayai Tuhan melalui kata-kata.

Kita mengetahui janji-janji Tuhan melalui kata-kata-Nya. Melalui kata-katalah manusia yang kecil ini mencoba berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Agung—hal yang tak bisa direngkuh dengan bahasa apa pun.

Puja dan puji dilantunkan penuh pengharapan terhadap berkah dan kenikmatan. Di setiap agama maupun kepercayaan memiliki cara-cara ritual peribadatan yang berbeda, baik dalam bahasa tubuh maupun kata-kata. [Baca: Menghidupkan Kata-Kata]

 

Menghidupkan Kata-Kata
Ada yang menggunakan bahasa Arab, ada yang berbahasa Jawa, ada yang berbahasa Indonesia, dan masih banyak lagi. Kita yang sangat percaya kepada Tuhan, kini harus merasa takut terhadap iblis, setan, dan berbagai gambaran neraka di alam akhirat nanti, bak ”momok” dalam kehidupan di dunia.

Kita yang tidak memiliki kelebihan melihat hal-hal gaib seperti itu hanya mampu memercayai hal-hal tersebut melalui kata-kata. Dan dalam setiap agama dan kepercayaan memiliki gambaran yang berbeda-beda pula dalam hal ini.

Umat Islam memperbanyak amal ibadah supaya tidak jatuh ke dalam neraka, umat Kristen melalui penebusan dosa, dan penganut kepercayaan Jawa biasanya melakukan ritual sekaligus memberikan persembahan berupa sesajen untuk menolak bala.

Layaknya seseorang yang hidup menumpang, urusan dengan Tuhan akan terus berjalan seumur hidup kita. Di dunia, manusia juga harus mencintai bumi dengan cara melestarikan hal-hal yang ada. Semua disiapkan oleh Tuhan untuk menunjang kehidupan manusia di bumi.

Sudah selayaknya manusia harus menjaga dan merawatnya, apalagi di dalam ajaran Islam manusia dianggap sebagai khalifah di bumi ini. Lagi-lagi itu kita ketahui melalui kata-kata.

Lain halnya dengan takdir dan nasib. Manusia tidak pernah mengetahui apa takdir dan nasibnya sebelum ia mengalaminya sendiri. Tuhan menjanjikan mengenai nasib melalui kata-kata, bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang jika ia tidak mau berusaha mengubah nasibnya sendiri.

Dari situlah kemudian orang-orang sibuk bekerja, sibuk memperjuangkan sesuatu, tapi terkadang justru lupa beribadah pada Tuhan. Kalimat-kalimat di atas merupakan pemaknaan saya atas larik-larik puisi Subagyo Sastrowardoyo di atas.

Besar kemungkinan orang yang membacanya akan tidak setuju atau berpendapat lain. Akan ada yang mengkaitkannya dengan agama masing-masing seperti saya, ada yang terlepas dari agama, atau bahkan puisi di atas tidak ada maknanya sama sekali.

Subagyo Sastrawardoyo tidak mempunyai latar kuasa layaknya Tuhan. Jadi perbedaan penafsiran puisi-puisinya akan menjadi sebuah kewajaran. Kata-kata Tuhan saja selalu ada perbedaan penafsiran dalam satu agama yang sama.



Bisa juga kata-kata Tuhan tidak akan ada maknanya sama sekali bagi mereka yang ateis. Kita hidup dalam kata. Dan kitalah yang menghidupkan kata-kata, apakah akan diarahkan untuk menghukum orang lain atau untuk menenteramkan kehidupan kita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya