SOLOPOS.COM - Na'imatur Rofiqoh (Istimewa)

Mimbar mahasiswa, Selasa (10/11/2015), ditulis Naimatur Rofiqoh. Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Ada kompetisi pemilihan duta Universitas Sebelas Maret (UNS), yaitu pemilihan Mas dan Mbak UNS yang digagas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS. Acara ini kali pertama diselenggarakan pada 2014 dan diulangi lagi tahun ini.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Istilah duta kampus ini datang dari tujuan penyelenggaraan acara yang ditampilkan laman uns.ac.id. Di situ adalah penjelasan acara bertujuan memperoleh sosok generasi muda yang memiliki kepribadian, berdisiplin, mandiri, berwawasan luas, dan mampu mengenal serta mempromosikan potensi UNS.

Kompetisi berbayar Rp50.000 ini berhadiah uang tunai, selempang, sertifikat, bunga, dan mahkota. Kesungguhan pencarian duta UNS dikukuhkan dengan syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi oleh mahasiswa aktif angkatan (masuk) 2012 sampai 2015 jika ingin mengikuti kompetisi bergengsi ini.

Mereka harus berpenampilan menarik dan berbakat; tinggi laki-laki minimal 167 sentimeter dan perempuan minimal 160 sentimeter; memiliki pengetahuan mengenai UNS; dan memiliki pengetahuan di bidang kebudayaan terutama (budaya) Jawa, pariwisata, dan kebangsaan.

Kita tentu memaklumi kebutuhan akan endorser berwajah cantik dan tampan dalam promosi produk. Pemilihan Mas dan Mbak UNS ini berbeda dengan kompetisi pemilihan mahasiswa seperti pemilihan mahasiswa berprestasi (mawapres).

Tentu saja pemilihan mawapres lebih wajar terjadi di ranah pendidikan tinggi yang penuh dengan diskusi-diskusi keilmuan dan atmosfer intelektualitas seperti yang digagas Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).

Dalam pedoman pemilihan mahasiswa berprestasi program sarjana yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti (2015), untuk mengikuti kompetisi pemilihan mawapres seorang mahasiswa harus lolos 10 persyaratan umum dan khusus.

Persyaratan itu di antaranya memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 3,00, karya tulis ilmiah yang ditulis dalam bahasa Indonesia baku, dan prestasi/kemampuan yang diunggulkan dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai bukti, sertan memiliki kemampuan bahasa Inggris dan bahasa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lainnya.

Pelaksanaan pemilihan mawapres ini pun berjenjang dari tingkat jurusan/departemen sampai tingkat nasional. Mawapres terpilih di tingkat nasional tidak akan mendapatkan bunga, apalagi mahkota. Faedah mengikuti dan menjadi mahasiswa berprestasi adalah diberi prioritas untuk difasilitasi di berbagai program kemahasiswaan seperti beasiswa, seminar di luar negeri, dan program sejenis. [Baca: Budaya Akademis]

 

Budaya Akademis
Kenyataan dalam pelaksanaannya memang perlu dikritik, tetapi tujuan pemilihan mawapres tidak terlalu melenceng dari kewajiban perguruan tinggi  untuk mengembangkan budaya akademis yang dapat memfasilitasi mahasiswa mencapai prestasi yang membanggakan secara berkesinambungan.

Kita tentu berhak mempertanyakan sertifikat Mas dan Mbak UNS dapat mengantar pemenang ke dalam acara-acara bergairah keilmuan semacam ini. Kita melihat kebutuhan UNS akan duta kampus dipandang penting oleh penyelenggara pemilihan Mas dan Mbak UNS karena duta intelektual sudah terwakili lewat acara pemilihan mawapres.

Adalah hal yang mustahil jika di panggung final pemilihan Mas dan Mbak UNS (13 November mendatang) kita menyaksikan mahasiswa yang bertinggi 150 cm, tidak berdandan, dan secara umum tidak menarik tetapi memiliki pengetahuan mumpuni sesuai jurusannya, mempunyai sederet penelitian bermutu akademis tinggi yang telah dilakukan, dan sedang terlibat penelitian penting yang mengukuhkannya sebagai mahasiswa.

Persyaratan berpengetahuan keilmuan dan terlibat berbagai penelitian serta memiliki budaya akademis mumpuni dianggap terpisah dari sosok mahasiswa Mas dan Mbak UNS, meski memiliki tugas kedua sebagai duta kampus.

Penyelenggaraan pemilihan Mas dan Mbak UNS juga memperlihatkan pada kita keresahan kampus UNS dalam menemukan sosok mahasiswa ideal yang mampu memperkenalkan atau mengiklankan UNS secara efektif kepada khalayak atau konsumen.

Dibandingkan berupaya memperbanyak hasil penelitian yang diakui atau meningkatkan kualitas dosen, representasi penampilan fisik mahasiswa lebih dianggap mumpuni. Kampus sebagai institusi pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan berbisnis pendidikan.

Perenungan atas kompetisi pemilihan Mas dan Mbak UNS tentu harus sampai pada representasi mahasiswa ideal yang diinginkan oleh mahasiswa UNS secara umum dan didukung kampus.

Generalisasi ini memperoleh penguatan dari BEM UNS yang senantiasa mengaku sebagai wakil seluruh mahasiswa UNS dalam setiap kesempatan berdemonstrasi.

BEM pasti menganggap mahasiswa UNS merasa lebih pas jika direpresentasikan sebagai sosok yang memiliki perhatian sungguh-sungguh pada penampilan ideal seperti yang ditunjukkan oleh syarat kompetisi dan tentu saja tidak perlu memiliki pengetahuan di luar yang disyaratkan, apalagi dibuktikan dengan IPK minimal 3,00.

Ini sangat jauh berbeda dengan mahasiswa-mahasiswa di Inggris atau Amerika Serikat. Karen Armstrong dalam autobiografi Menerobos Kegelapan (2004)semasa kuliah di Universitas Oxford menghadapi “krisis esai” setiap pekan.

Buku-buku dan perpustakaan yang buka 24 jam menjadi temannya yang setia. Kampus pada waktu malam penuh dengan mahasiswa-mahasiswa yang berkejaran dengan tenggat tulisan. Tugas membuat esai menjadi pertaruhan integritas kemahasiswaan.

Penelitian yang bakal mengantarkan mereka mendapatkan posisi strategis dalam lembaga penelitian yang bergengsi, bukan jabatan birokratis, tentu menjadi pekerjaan akademis yang tertinggi.

Jika menilik salah satu tujuan pendidikan di UNS dalam buku Pedoman Pendidikan Universitas Sebelas Maret (2012: 17), pendidikan akademis bertujuan menyiapkan mahasiswa untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan kompetensi akademis dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, serta menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.



Dapat dipastikan bahwa acara pemilihan Mas dan Mbak UNS tidak pantas diselenggarakan di kampus UNS. Secara akademis, ini memalukan dan menurunkan martabat perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan yang bukan institusi penjualan produk.

Dengan demikian, panitia penyelenggara dan jajaran rektorat serta dosen yang akan hadir dalam final acara pemilihan Mas dan Mbak UNS secara terang-terangan menafikan visi universitas untuk menjadi pusat pengembangan ilmu, teknologi, dan seni yang unggul di tingkat internasional dengan berlandaskan pada nilai-nilai luhur budaya nasional. Untuk gugurnya martabat intelektualitas segenap civitas academica Universitas Sebelas Maret, mengheningkan cipta mulai…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya