SOLOPOS.COM - Anindita Prabawati (Istimewa)

Mimbar mahasiswa, Selasa (24/11/2015), ditulis Anindita Prabawati. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Bermula dari obrolan hangat pada Sabtu (20/11) malam di bawah pancaran lampu penerang jalan umum di dekat patung Bung Slamet Riyadi yang gagah, aku diingatkan tentang gawatnya darwinisme dalam kehidupan sosial.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Darwinisme ini juga menjangkiti pemilihan Mas dan Mbak Universitas Sebelas Maret (UNS). Teori evolusi manusia ala Darwin yang klasik itu memang sudah dibantah oleh banyak pakar biologi, bioantropologi, filsuf, dan tentu saja oleh para agamawan.

Beberapa orang bahkan secara gamblang mengatakan teori Darwin berhasil diruntuhkan. Saya sendiri dengan ego tinggi selalu menentang—dengan berbagai alasan—jika dikatakan berasal dari keturunan kera.

Ekspedisi Mudik 2024

Saya sering lupa pada keterlibatan dasar pemikiran ”seleksi alam” (natural selection) dari teori evolusi dalam kehidupan. Saya terkadang terlalu berpola reduksionisme, lupa akan makna penting natural selection ini yang sering diam-diam dilaksanakan tanpa kehendak mau menyadarinya.

Konon, kata Darwin, alam—dengan berbagai kondisi dan fluktuasi di dalamnya—selalu memaksa makhluk hidup yang tinggal di muka bumi untuk beradaptasi agar dapat bertahan hidup (survival of the fittest). Bila tidak mampu beradaptasi akan kalah berkompetisi dengan mereka yang adaptif.

Makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi akan tersisih, tersingkir, kalah, tidak lolos seleksi. Ah iya, konsep yang satu ini sepertinya tidak pernah usang sejak era Darwin hingga era pemilihan Mas dan Mbak UNS kini.

Pola pikir selektif darwinian jangan-jangan terwarisi dan terejawantahkan dalam diri kita. Susah untuk membantahnya. Kita terlalu selektif dalam segala hal, seperti pemilihan menu dan tempat makan, fashion, sekolah, karier, pacar, jodoh.

Semua hal kita seleksi. Kita seolah-olah berperan sebagai alam (atau Tuhan, barangkali) yang berkuasa memberikan standar baku mutu. Kita menganggap tindakan memilih itu adalah normal, manusiawi, atau bahkan menjadi keniscayaan alam.

Pemilihan duta kampus yang menyedot antusiasme para mahasiswa lintas fakultas, misalnya, harus menyeleksi mas-mas dan mbak-mbak unggulan sebagai ikon kampus. Dalam hal ini panitia penyelenggara dapat dianalogikan sebagai alam (atau Tuhan, barangkali) yang berwenang membuat kriteria mas dan mbak ideal.

Sudah barang tentu, mas dan mbak ini orangnya (harus) ganteng dan cantik, setidaknya menurut penglihatan saya dari tribun penonton. Tak pelak lagi, dasar darwinisme digunakan dalam pemilihan ini.

Saat menghadiri acara bergengsi pemilihan duta kampus, Jumat (13/11), saya sempat minder. Saya jadi paham keresahan Hanputro Widyono dalam curahan hatinya di Mimbar Mahasiswa (Solopos edisi 16 November 2015) dalam esai berjudul Di Balik Pemilihan Mas dan Mbak UNS.

Menurut saya, Hanputro pantas kok jadi pemenang dan memakai selempang Mas UNS. Berbekal inteligensi dan attitude yang mumpuni, dia pantas menjadi perwakilan kampus dalam ranah pergulatan dunia intelektual bertaraf world class university, jargon yang dulu begitu bergemuruh dipopulerkan UNS.

Parasnya dalam foto yang terpampang di Mimbar Mahasiswa itu juga memancarkan inner beauty tersendiri. Ah, sayangnya, panitia penyelenggara tidak menemukan dia.

Dia jadi tersisih karena dia mungkin tidak mau mengikuti dan mengakui pemikiran darwinisme. Atau mungkin, mereka (panitia pemiliham Mas dan Mbak UNS) punya standar beauty tersendiri yang tidak kita mengerti. [Baca selanjutnya: Konsep Kecantikan]

 

Konsep Kecantikan
Saya jadi penasaran dengan konsep beauty itu, atau sering diperhalus dengan sebutan inner beauty, standar bakunya seperti apa. Barangkali selama ini konsep beauty yang saya yakini keliru.

Apakah itu sama seperti standar pemilihan ratu tercantik sejagad, Miss Universe, yang berpatok pada brain, body, behavior? Otak, tubuh, dan tingkah laku menjadi sesuatu yang distandarkani.

Jadi, saya mencoba mendefinisikan cantik dan ganteng itu sebagai suatu keindahan yang tertanam dalam mentalitas (menyangkut etika, daya juang, dan sebagainya), intelektualitas, dan fisik.

Dalam hal fisik saya agak rigid membatasi seputar penjagaan kesehatan, kebersihan, dan kerapian diri. Sebuah kutipan tentang definisi inner beauty di majalah kecantikan menambah kebingungan saya.

Kutipan itu adalah ujaran Osmel Souza, pemimpin beauty pageant Miss Venezuela. Menurut Osmel, yang dikutip New York Times, inner beauty tidaklah nyata, itu hanyalah investasi perempuan tidak cantik yang ingin menilai diri.

Jika ujaran itu benar, bisa jadi kecantikan dan kegantengan—yang sering disyukuri sebagai karunia Tuhan—menjadi sesuatu yang komersil. Ujaran itu juga akan menguntungkan industri yang bergerak di bidang ”kecantikan.”

Begitulah darwinisme diakui dan dipraktikkan. Ini tentu saja bukan hanya kesalahan dan ketidakintelektualan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS, tapi sudah dilaksanakan dan diakui masyarakat umum dan civitas akademica.   

Saya semakin bingung, siapakah yang diuntungkan dengan adanya seleksi duta kampus? Setahu saya, pemilihan duta wisata seperti Miss Indonesia, Putri Indonesia, dan sebagainya dapat digunakan sebagai ajang promosi wisata untuk menarik wisatawan.



Hla, duta kampus mau menarik apa? Barangkali untuk menarik para pelajar lulusan SMA agar masuk UNS, tapi untuk menjadi mahasiswa UNS (dan semua universitas tentu saja) sudah ada standar seleksi tersendiri yang dilegalkan kampus, tentu tanpa prasyarat ragawi.

Saya tidak tahu, apakah kampus merasa diuntungkan dengan adanya pemilihan duta kampus yang sangat darwinisme ini. Ah, daripada saya terus bingung, mendingan saya belajar biar pintar, setidaknya memahami dasar pemikiran darwinisme yang masih dilaksanakan tanpa diakui.

Bukan, bukan demi memenuhi standar brain, cuma mencoba memahami alam dan manusia. Ternyata kampus itu mempraktikkan darwinisme, kalau saya tidak salah. Silakan buktikan sendiri!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya