SOLOPOS.COM - Tri Hariyanti, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tri Hariyanti, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mahasiswa seharusnya tak sekadar berdialektika ketika mempresentasikan materi kuliah di dalam kelas saat perkuliahan berlangsung. Mahasiswa seharusnya juga tak sekadar memanfaatkan waktu luang untuk bersendau-gurau, jalan-jalan atau pergi ke sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Mahasiswa yang kreatif akan mencoba untuk mengaktualisasikan dirinya dengan mencari pengalaman dan pembelajaran di luar materi perkuliahan. Proses kreatif itu yang mengasah jiwa mahasiswa untuk berpikir lebih matang dan tidak berpangku tangan.

Pepatah menyatakan sambil menyelam minum air kini banyak dilakukan mahasiswa. Ini berarti melakukan dua pekerjaan atau kegiatan secara bersamaan (sekaligus). Kini hal seperti ini dipraktikan oleh sebagian mahasiswa di dalam kampus. Selain mengurusi kuliah, mahasiswa juga mengurusi aktivitas lain di dalam kampus. Bisnis kemudian menjadi pilihan setelah kuliah.

Ekspedisi Mudik 2024

Melalui diskusi atau media kampus, banyak dosen dan mahasiswa yang menafsirkan dampak negatif bisnis di dalam kampus. Pertama, ketika mahasiswa absen mengikuti perkuliahan dan memilih untuk menggunakan waktunya untuk aktivitas bisnis yang dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif. Mahasiswa akan berkurang perhatiannya serta abai terhadap tujuan utama yaitu menuntut ilmu sesuai jurusan yang diambil.

Kedua, mahasiswa yang berbisnis tetapi tak memegang etika bisnis akan menyalahgunakan segi intelektualnya untuk bertindak menyimpang. Kekhawatiran itu yang kini mengemuka dan dikeluhkan banyak dosen dan mahasiswa di lingkungan kampus. Mereka cemas kampus sebagai ladang mencari ilmu disalahartikan menjadi ladang untuk mencari uang, mengingat banyak mahasiswa yang berpotensi dan mengembangkan bisnisnya di lingkungan kampus.

Hal ini dibuktikan dengan adanya mahasiswa yang banyak mengenalkan usahanya melalui pemasangan pamflet, membagikan brosur penjualan makanan dan  jasa di kampus. Seperti jasa menginstalasi; jual-beli laptop, netbook, printer baik baru dan second atau brosur katering yang menyediakan snack dan makanan untuk acara seminar, workshop dan acara lainnya yang sering diadakan di kampus.

Di dalam kampus, kita juga sering melihat mahasiswa membawa barang-barang dagangan dan menitipkannya di Koperasi Mahasiswa (Kopma) atau kantin. Ada juga mahasiswa menjadi pedagang-distributor  buku, baik buku-buku perkuliahan maupun buku-buku umum dan menawarkannya kepada dosen atau mahasiwa secara langsung. Selain itu, ada banyak mahasiswa yang berdagang baju, sepatu  maupun kerudung lengkap dengan aksesori dan sering kali menawarkannya melalui Facebook atau Blackberry Messenger.

 

Aktivitas Sosial

Banyak orang mengatakan bisnis di kalangan mahasiswa  di dalam kampus menjadi  jalan membentuk nalar kapitalisme, hanya memperhitungkan uang, untung dan rugi. Relasi yang dibangun antara mahasiswa dan dosen atau mahasiwa dengan mahasiswa bukan lagi berdasar pada kekeluargaan dan persahabatan tetapi logika pasar.

Banyak kekhawatiran dan anggapan negatif tentang bisnis di dalam kampus. Kekhawatiran dan anggapan yang disampaikan tak lain sebagai bentuk  ikhtiar untuk mengingatkan pada mahasiswa yang beraktivitas ”ganda” secara bersamaan. Mahasiswa harus mengingat orientasi dan fondasi kedua aktivitas itu.  Dari segi materi mereka akan terbantu dengan adanya bisnis itu,  mengingat biaya dan keperluan kuliah di universitas yang tidak sedikit.

Namun, mahasiswa juga harus mengantisipasi diri agar tak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan ketika menjalankan bisnis sebagai aktivitas sampingan. Secara umum tujuan berbisnis ialah mencari keuntungan. Namun, ada juga mahasiswa yang mengelola bisnis tertentu di dalam kampus bukan sekadar untuk mencari keuntungan. Mereka malah lebih mengedepankan pengalaman dan keterampilan. Mereka tidak terlalu memikirkan untung-rugi!

Bahkan, mereka berderma dengan memberikan sebagian laba untuk mendukung acara dan kegiatan sosial. Misalnya bakti sosial ke sekolah dasar tertentu yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) tingkat fakultas atau acara pengabdian masyarakat dna program kerja himpunan mahssiwa program studi. Ini menunjukkan bakti mereka sebagai mahasiswa dengan menyemai jiwa-jiwa yang konstruktif, kreatif dan kepedulian untuk berbagi terhadap sesama.

Di sini, bisnis bukan saja sebagai ajang untuk menumpuk kekayaan yang menguntungkan pribadi. Justru sebaliknya, bisnis mampu menciptakan pola pikir yang lain. Melalui bisnis banyak ide-ide terurai, gagasan-gagasan baru dan berbagai tindakan positif  yang lahir sebagai aktualisasi nilai dan kecerdasan berpikir mahasiswa. Dan yang lebih penting dalam berbisnis, mahasiswa tak boleh meninggalkan etika dalam bisnis misalnya menipu, berlaku tidak jujur, curang dan sebagainya.

Aktivitas bisnis di dalam kampus akhirnya menjadi penciptaan proses kreatif tersendiri di dalam dunia akademik. Orientasi bisnis yang lebih mengutamakan kepentingan bersama dan bermanfaat bagi orang lain harus tetap dijunjung dan didukung demi persemaian intelektual dan sosial mahasiswa.  (trihariyanti21@yahoo.co.id)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya