SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Mahfudh Fauzi mahfudz.fauzii@yahoo.com Mahasiswa Ahwal al-Syahsiyah Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Walisongo Semarang

Mahfudh Fauzi
mahfudz.fauzii@yahoo.com
Mahasiswa Ahwal al-Syahsiyah Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Walisongo Semarang

Jangan heran jika Indonesia dijuluki sebagai surganya para koruptor. Bagaimana tidak? Seluruh lapisan masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan praktik korupsi. Tidak di partai politik, di perpajakan, di institusi pendidikan, bahkan Kementerian Agama pun menjadi sarang para koruptor.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sangat memperihatinkan, korupsi di Indonesia makin menjadi-jadi seperti membudaya. Sayangnya korupsi telah menggurita di hulu negeri, jadi butuh usaha ekstra untuk mengobati penyakit kronis tersebut.

Menyinggung tentang korupsi, Prof. Kumarudin Hidayat lebih menspesifikkan latar belakang korupsi bermula dari adanya kebutuhan, keserakahan, kecelakaan, dan kesengajaan. Nah, dari berbagai rumusan latar belakang korupsi itulah secara otomatis memunculkan rasa ketergantungan. Di luar dari kesadaran seorang koruptor, dia akan merasa kecanduan dengan tindak amoral tersebut.

Seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa candu merupakan sesuatu yang menjadikan kegemaran. Jadi jangan heran jika potret korupsi, atau bahkan kolusi dan nepotisme tergambar jelas di Indonesia. Namun sayang, negara Indonesia yang berlabel ‘Macan Asia’ di wilayahnya justru banyak ‘tikus’ yang berkeliaran. Logika sederhananya, macan justru bertekuk lutut dengan seekor tikus.

Problem korupsi memang sudah menjadi rahasia umum. Oleh karena itu, setidaknya wabah korupsi menjadi refleksi berarti bagi negeri tercinta ini. Sadar bahwa kita telah kecanduan korupsi. Bangsa ini tidak akan menemui titik kesejahteraan manakala candu tersebut tidak segera diobati.

Dengan demikian, menurut Anis Baswedan, selayaknya harus ada usaha untuk memangkas suplai koruptor. Dalam hal ini, yang paling ditekan adalah institusi pendidikan terlebih kampus. Sebab, di sanalah kawah candradimuka modern berada, yang mampu mencetak generasi bangsa yang sakti mandraguna. Sayangnya, jika proses kaderisasi keliru, maka output-nya justru menjadi generasi koruptor yang membahayakan.

Sebagai langkah antisipatif, disiplin pelajaran cinta negara dan Tanah Air serta khusus pelajaran antikorupsi harus diwajibkan. Terlebih kampus hakikatnya menjadi tempat pembentukan karakter dan tempat penyemaian ideologi. Jadi titik fokus mata kuliah antikorupsi harus diberlakukan mengingat korupsi secara estafet terus terjadi, merongrong dan menggerogoti bangsa Indonesia.

Memangkas suplai koruptor melalui dunia kampus dipandang tepat karena secara kualitas mereka lebih mengerti bagaimana konstelasi negara, permainan politik, nasib masyarakat, serta problem kompleks negara. Sedikit banyak juga sudah pernah bersentuhan dengan yang namanya korupsi, karena di kampus sudah mulai mengurus hal besar, orang banyak, dan anggaran yang fantastis jumlahnya. Entah karakternya sudah terpatri dengan antikorupsi atau justru sudah mahir bagaimana cara memperoleh uang banyak dengan cara praktis.

Berbagai celah itu dipandang perlu untuk secara serius disikapi agar suplai koruptor terhenti. Sebab menurut dosen UI, Dr. Muhammad Nasih, karakter dapat dibentuk. Sangat memungkinkan jika pembentukan karakter mahasiswa dilakukan dengan benar, maka sama saja itu merupakan langkah menjemput kejayaan bangsa. Sebaliknya, pengaderan yang salah berakibat keterpurukan walaupun asal mulanya prorakyat.

Bahkan, tidak jarang kita mendengar wacana miring mahasiswa yang gemar berkoar-koar demonstrasi menyalurkan aspirasi rakyat, bahwa mahasiswa tidak lebih sebagai orator plus calon koruptor.

Jalan Lain

Mewujudkan Indonesia sebagai negara bebas korupsi, tidak cukup hanya dengan memangkas suplai koruptor, karena langkah tersebut hanya sebagai usaha jangka panjang. Jalan lain untuk menyikapi korupsi yaitu dengan menerapkan sanksi yang tegas. Mahfud MD memberi solusi pencegahan korupsi dengan cara amputasi yang berlaku di Amerika Latin dan pemutihan yang berlaku di China.

Cara memberantas korupsi dengan amputasi, yaitu dengan memberi sanksi kepada koruptor dengan tidak boleh menduduki kursi jabatan apa pun selama batas waktu yang ditentukan. Sedangkan cara pemutihan adalah pemberian kesempatan kepada para koruptor untuk mengaku dan menyerahkan seluruh hasil korupsi dengan batas yang ditentukan tanpa ada hukuman, kemudian setelah batas berakhir diberlakukan hukuman mati bagi yang melakukan tindak korupsi.

Menurut hemat penulis, untuk memberantas korupsi selayaknya Indonesia menerapkan sistem pemutihan. Indonesia bisa belajar dari China, yang menurut Amnesty International, dulu setiap tahunnya mengeksekusi tembak mati 4.000 koruptor. Namun bagaimana potret China sekarang? Mereka menjadi negara adidaya yang cukup disegani di dunia.

Hal serupa juga dilakukan oleh negara tetangga, Malaysia, sejak 1997 dalam program ‘Anti Coruption Act’ dengan hukuman gantung. Hukuman mati memang harga mati, walaupun toh dibilang melanggar hak hidup seseorang, dan tentu wacana ini harus dikaji ulang. Logika sederhananya, rugi apa bangsa ini jika memangkas satu nyawa, sedangkan di sisi lain ia secara perlahan telah lebih dulu memangkas banyak nyawa.

Di sisi lain, hukum di Indonesia sudah mengenal hukuman mati terhadap empat pelaku; teroris, pembunuhan berencana, korupsi di saat krisis, dan kejahatan negara. Namun, belum ada hakim yang berani memutuskan hukuman mati bagi para koruptor.

Oleh sebab itu, setidaknya penegak hukum atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tegas menyikapi maraknya tindak korupsi. Mau memakai cara apa pun asal tegas dan tidak pandang bulu, maka korupsi tidak sulit untuk ‘dijinakkan’. Namun berbagai langkah harus dilakukan, yaitu dengan cara menetralisasi tindak korupsi dari hulu hingga hilir. Wallahua’lam bi al-shawwab

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya