SOLOPOS.COM - Gapura selamat datang Wonogiri di perbatasan kabupaten tersebut dengan Kabupaten Sukoharjo. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com Stories

Solopos.com, WONOGIRI — Kalangan milenial Wonogiri bermimpi tanah kelahiran mereka di masa depan bisa berkembang menjadi kawasan industri besar, tingkat kemiskinan rendah, dan minim kasus kekerasan seksual.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Namun mereka sepakat tanpa campur tangan pemerintah, harapan itu akan menjadi sekadar angan dan tidak akan menjadi kenyataan. Seperti diketahui, di usia yang sudah 282 tahun pada 2023 ini, Kabupaten Wonogiri masih dikenal sebagai daerah tertinggal.

Selain itu, upah minimum kabupaten (UMK) juga rendah, warganya banyak yang merantau, dan kasus kekerasan seksual marak. Sejumlah mahasiswa pendatang bahkan kaget saat kali pertama menginjakkan kaki di Wonogiri dan melihat situasi di daerah ini.

Tidak ada mal besar, pusat perbelanjaan, tempat wisata juga tak banyak pilihan. Apalagi bioskop sebagai hiburan bagi pencinta film. Bayangan mereka tentang Wonogiri yang dikira tak jauh berbeda dengan daerah asal mereka hancur lebur.

Dhiya Restu Putra, 22, salah satu pemuda desa pegiat literasi Wonogiri, mengatakan pada masa depan, 10 hingga 20 tahun lagi, ingin melihat desa-desa di Wonogiri bisa benar-benar maju dengan memanfaatkan dana desa. Mewujudkan desa maju yang memberikan lapangan pekerjaan bagi warga, memiliki ketahanan pangan, dan menekan kemiskinan.

Dhiya membayangkan bagaimana desa-desa di Wonogiri memiliki Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan sekaligus memberikan pendapatan asli desa desa. Bumdes ia harapkan benar-benar berdiri laiknya sebuah usaha profesional, tidak sekadar diada-adakan. Mereka mempekerjakan orang lokal dan memberikan upah layak.

Adapun usaha yang dijalankan Bumdes haruslah menyesuaikan potensi desa. Desa tidak bisa hanya asal meniru Bumdes di desa lain yang dipandang sukses dan menduplikasikan di desa tersebut tanpa melihat konteks demografi dan topografi desa.

pemuda slogohimo wonogiri masa depan
Tokoh muda dan perangkat Desa Tunggur, Slogohimo, Wonogiri, sekaligus pegiat literasi, Dhiya Restu Putra, di kawasan Wonogiri Kota, Selasa (31/1/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Pemanfaatan dana desa yang tepat guna bukan tidak mungkin bisa menekan angka urbanisasi Wonogiri di masa depan. “Dana desa sangat mungkin dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat desa. Tinggal bagaimana pemerintah desa mau atau tidak. Mampu atau tidak mengelola itu,” kata Dhiya kepada Solopos.com, Kamis (11/5/2023).

Ramah Anak dan Perempuan

Pemuda yang juga perangkat Desa Tunggur, Kecamatan Slogohimo, itu juga berangan-angan desa-desa di Wonogiri memperhatikan literasi anak-anak. Perpustakan-perpustakaan desa yang saat ini banyak yang mangkrak, diharapkan bisa kembali hidup.

Anak-anak memiliki akses terhadap buku-buku bacaan, mendekatkan anak-anak Wonogiri ke buku berarti mendekatkan anak ke masa depan yang lebih baik.

“Ini bagian dari pembangunan SDM [sumber daya manusia] desa. SDM yang baik, akan menghasilkan produk sosial yang baik juga. Desa harusnya sangat bisa untuk menganggarkan untuk program ini,” ujar dia.

Pemuda lain asal Selogiri, Azalea Puteri Utami, 25, mendambakan Wonogiri pada masa depan menjadi daerah yang ramah anak dan perempuan. Tidak ada lagi kasus kekerasan seksual terhadap mereka.

Dia mengaku miris mendengar selama ini tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan cukup tinggi di Wonogiri. Bahkan dia meyakini masih banyak kasus semacam itu di desa-desa di Wonogiri yang tidak terlaporkan.

Pada sisi lain, dia menyadari salah satu faktor pendorong adanya kekerasan seksual adalah kemiskinan. Anak ditinggal merantau orang tua mencari nafkah sehingga tidak ada pengawasan. Selain itu, tidak ada pendidikan seksual terhadap anak. Orang tua masih menganggap pendidikan seksual adalah hal tabu.

“Hal itu sebenarnya karena ketidaktahuan mereka. Pada akhirnya efek akar dari masalah itu juga kemiskinan. Kemiskinan bisa berdampak pada hal lain, termasuk salah satunya timbul kekerasan terhadap anak dan perempuan,” kata Azalea saat berbincang dengan Solopos.com di Selogiri, Kamis.

Produk Unggulan Berkarakter Wonogiri

Oleh karena itu, lanjut dia, mau tidak mau jika ingin menghapus kekerasan seksual di Wonogiri pada masa depan, masalah kemiskinan harus menjadi prioritas utama untuk ditangani. Angka kemiskinan yang rendah, tidak hanya berdampak pada kesejahteraan ekonomi, tetapi juga akan membangun hubungan sosial-budaya yang baik antarwarga.

Karyawan Galeri Batik Parnaraya Sidoharjo, Wonogiri, Lisa, menunjukkan batik wonogiren motif jambu mede di tempatnya bekerja, Kamis (18/8/2016). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos) wonogiri masa depan
Karyawan Galeri Batik Parnaraya Sidoharjo, Wonogiri, Lisa, menunjukkan batik wonogiren motif jambu mede di tempatnya bekerja, Kamis (18/8/2016). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Menurut Azalea, penanganan kemiskinan bisa dimulai dari perbaikan atau peningkatan sektor pertanian. Sebab selama ini meski pertanian menjadi sektor dengan lapangan pekerjaan terbanyak di Wonogiri, ironisnya sektor ini pula yang menyumbang kemiskinan paling banyak di Wonogiri.

“Ketika saya ketemu dengan petani atau poktan [kelompok tani], mereka selalu mengeluhkan kelangkaan pupuk subsidi. Di sisi lain, mereka berpikir bahwa bertani itu hanya tanaman pangan, padi, padi, dan padi. Tidak ada diversifikasi tanaman, misalnya menanam hortikultura,” ucap dia.

Ihwal bentang alam Wonogiri, dia meyakini tidak akan banyak yang berubah dalam beberapa tahun ke depan, tetapi infrastruktur primer seperti jalan penghubung antardesa, kelurahan, dan kabupaten seharusnya semakin baik. Sebab hal itu merupakan urat nadi perekonomian.

Salah satu pemuda sekaligus pelaku usaha ekonomi kreatif Wonogiri, Yosep Bagus Adi Santoso, 37, meyakini beberapa tahun di masa depan semakin banyak produk-produk usaha lahir dan besar di Wonogiri dengan jenama yang memiliki karakter Wonogiri.

Hal itu berkaca pada saat ini yang mulai muncul pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan produk yang bervariasi. Mulai dari bidang kuliner hingga kerajinan.

Identitas Baru Wonogiri

“Sektor UMKM ini akan tumbuh. Karena kalau lihat sekarang, sudah ada beberapa UMKM yang muncul, mempunyai nama, dan mereka berani berani memasang harga tinggi, dan tetap laku. Ini harus diikuti pelaku UMKM lain,” kata Bagus saat ditemui Solopos.com, Kamis sore.

Produk Mete Asli Wonogiri Milik Samiyem wonogiri masa depan
Produk mete kemasan milik Samiyem yang dijual di kios Mete Asli Wonogiri “Sam SS” yang berlokasi di Jl. Raya Wonogiri-Ngadirojo, Dusun Tukluk, Desa Kerjo Lor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, Selasa (23/8/2022). (Solopos.com/Luthfi Shobri M)

Bagus menilai produk industri kecil dan menengah di Wonogiri pada 10-20 tahun ke depan bisa bersaing dengan produk dari kota lain. Hal itu bisa terjadi dengan syarat para pelaku industri ini bisa mengikuti perkembangan zaman.



Dia juga cukup yakin, akan ada komoditas dari Wonogiri yang bisa digarap serius dan menjadi identitas baru dari Kota Sukses ini, di antaranya kopi dan batik khas Wonogiren. Sementara itu, industri besar di Wonogiri ia yakin akan muncul meski jumlahnya tidak banyak, terutama di Wonogiri selatan.

“Jelas, dampak ekonominya akan terasa. Otomatis lapangan pekerjaan semakin banyak, orang-orang tidak lagi perlu merantau. Uang akan berputar di Wonogiri, menggerakkan roda ekonomi, menyejahterakan masyarakat. Itu pasti,” ungkap pengusaha muda itu.

Kendati begitu, Bagus menyebut kondisi kawasan perkotaan Wonogiri tidak akan jauh berbeda. Wonogiri belum akan menjadi Solo atau Sukoharjo yang memiliki pusat perbelanjaan modern besar. Namun hal itu bukan suatu masalah. Menurut dia, tidak setiap daerah harus menjadi metropolitan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya