SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Mendengar nama jembut konotasi kita langsung mengarah ke sesuatu yang tabu. Maklum, karena jembut selalu dikaitkan dengan alat kelamin. Meski demikian, berbeda halnya dengan yang terjadi di Semarang. Kata-kata jembut bukannya dihindari, namun justru menjadi buruan.

Jembut yang menjadi buruan itu tak lain adalah Kupat Jembut. Setiap perayaan Syawalan, Kupat Jembut selalu menjadi buruan warga terutama yang berdomisili di Kampung Jaten Cilik, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Tak terkecuali pada Rabu (12/6/2019). Tak hanya orang tua, anak-anak bahkan rela bangun lebih pagi untuk berebut Kupat Jembut pada perayaan Syawalan di Kampung Jaten Cilik.

Anak-anak menyerbu rumah-rumah yang telah dipasangi untaian ketupat. Berbeda dengan bentuk pada umumnya, warga Kampung Jaten Cilik membuat ketupat dengan tampilan yang unik.

Sekilas terdapat tauge yang menjunjai keluar dari daun janur yang membungkus ketupat. Bentuknya lebih berisi. Di dalamnya juga diselipi beberapa lembar kertas uang untuk menarik minat anak-anak.

Kupat Jembut. (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

“Cara bikinnya sama dengan ketupat pada umumnya. Hanya di sini yang khas ada tambahan isian taoge dan uang. Ini [uang] yang jadi rebutan anak-anak,” ujar seorang warga, Munawir, saat dijumpai wartawan di sela perayaan Syawalan di Kampung Jaten Cilik, Rabu pagi.

Warga setempat memang sudah lama menyebut ketupat isi taoge itu sebagai Kupat Jembut. Terdengar menjijikan, tetapi banyak warga yang antusias membuat Kupat Jembut setiap perayaan Syawalan.

Munawir menuturkan pembuatan Kupat Jembut berawal dari dua sesepuh kampungnya yang hijrah dari Demak ke Pedurungan. “Ada dua pasangan suami istri yang pindah ke Semarang. Mereka membuka lahan di sini. Sebagai pelopor berdirinya Kampung Jaten. Mereka lalu membuat sebuah budaya untuk memperingati Syawalan. Salah satunya agar ketupatnya lebih bergizi, maka diisi dengan taoge dan kubis,” ujar pria berusia 45 tahun tersebut.

Tradisi Kupat Jembut sudah berlangsung sejak tahun 1950-an. Pembuatan ketupat itu untuk menunjukkan kesederhanaan warga setempat dalam menyambut perayaan Syawalan. Kupat Jembut, lanjut Munawir, tidak harus disantap dengan opor ayam. Warga biasanya menyantap Kupat Jembut dengan sayuran yang dicampur parutan kelapa dan sambal atau gudangan.  

Menurutnya keberadaan kupat jembut merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah yang diberikan selama bulan Ramadan. “Kalau pas bagi-bagi kupatnya paling ramai itu karena banyak keluarga yang mudik. Jadinya yang datang jauh-jauh dari kota-kota besar ikutan nyawer,” ujar Munawir.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya