SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sasnorejo, 70, warga Trembesi, Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong mampu berinovasi merangkai mesin pengupas kacang tanpa melalui pendidikan formal. Semuanya berawal pada 1970-an ketika Sanorejo memulai usaha pengupasan kacang dengan cara memukul kacang di dalam karung.

“Dari70 hingga 80-an pengupasan masing dengan dipukul-pukul, tetapi tenaganya butuh banyak,” terang Sasnorejo, Rabu (27/7).

Promosi Santri Tewas Bukan Sepele, Negara Belum Hadir di Pesantren

Upaya mencari peralatan pengupas kacang terus ia lakukan seiring semakin tingginya panen kacang warga Gunungkidul yang memiliki panenan. Pada awal 90-an ia mulai menggunakan peralatan pengayuh seperti sepeda pancal. Cara itu ia dapatkan dengan mencontek alat perontok padi. Sasnorejo menggunakan pengayuh untuk mengupas kacang selama 10 tahun.

Pada 2000 dia terus mengembangkan alat pengupas kacang miliknya. Sasnorejo terinspirasi lagu kasidah berjudul Tahun 2000 yang menyatakan masyarakat harus siap dengan mesin dan ilmu.

“Saya kemudian yakin akan membuat peralatan pengupas kacang memakai mesin, saat itu saya tidak membeli mesin karena tidak punya cukup uang,” imbuhnya.

Sembari mencari informasi dari satu tempat ke lainnya, kemudian Sasnorejo mencari sebuah tabung yang terbuat dari besi seukuran satu meter dengan diameter 50 sentimeter untuk dijadikan alat utama pengupas kacang.

Tabung tersebut kemudian ia rancang menjadi tabung besar yang dapat mewadahi kacang yang belum dikupas. Tabung itu dapat memuat sekitar 50 kilogram kacang yang masih ada kulitnya untuk sekali kupas. Dia bekerja sama dengan pemilik las di Kecamatan Ponjong. Namun alatnya tidak berjalan sempurna karena belum dipasangi mesin. Sasnorejo sempat menggunakan alat pancal.

Ketika punya uang, Sasnorejo akhirnya membeli mesin disel dan menggabungkannya dengan tabung besar yang menjadi wadah kacang.

“Sekarang di Desa Ponjong sudah ada delapan peralatan semacam ini, berawal dari mesin yang saya rancang,” ujarnya.

Mesin rancangannya mampu mengupas satu ton kacang tanah per hari. Sasnorejo juga melayani kupasan kacang secara dengan biaya sekitar Rp200.000 per ton.

Istri Sasnorejo, Partinah, 68, mengaku mesin rancangan suaminya mampu menyekolahkan kedua anaknya hingga menjadi perawat. Usaha pengupasan kacang miliknya juga  menjadi salah satu lapangan kerja bagi puluhan tetangganya “Kacang yang sudah dikupas kulit luarnya kemudian kami kupas lagi sehingga menjadi kacang halus untuk dijual ke luar Gunungkidul,” terangnya.(Wartawan Harian Jogja Express/Sunartono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya