SOLOPOS.COM - Mesin pemanen sekaligus perontok padi buatan China yang dioperasikan di persawahan Desa Duyungan, Sidoharjo, Sragen, Rabu (17/10/2012). (JIBI/SOLOPOS/Eni Widiastuti)

Mesin pemanen sekaligus perontok padi buatan China yang dioperasikan di persawahan Desa Duyungan, Sidoharjo, Sragen, Rabu (17/10/2012). (JIBI/SOLOPOS/Eni Widiastuti)

Puluhan orang berjajar di pinggir areal persawahan Jalan Solo-Sragen, Desa Duyungan, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Rabu (17/10/2012) sekitar pukul 10.00 WIB. Beberapa pengendara sepeda motor dan mobil yang kebetulan lewat, menghentikan laju kendaraannya, lalu turun ke tempat itu. Arus lalu lintas pun agak sedikit terhambat karena banyak kendaraan parkir di pinggir jalan itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mata puluhan orang itu tertuju pada satu mesin perontok padi yang sedang dioperasikan di sawah itu. Ketika mesin dioperasikan, bagian depan mesin langsung memotong habis tanaman padi yang sudah siap dipanen. Dari bagian belakang mesin, keluar jerami padi yang sudah bersih. Jerami itu pun tertata rapi di areal persawahan. Sementara padi yang sudah bersih, keluar dari bagian samping mesin dan langsung masuk ke dalam kantong padi.

Mesin buatan China itu bisa dikatakan istimewa karena baru dioperasikan beberapa hari terakhir di Sragen. “Tahun ini pertama kali ada di Sragen. Mesin milik saya baru datang tiga hari lalu dari China,” ujar pemilik mesin perontok padi itu, Joko Sriyono. Mantan Camat Sidoharjo itu mengungkapkan selain di Desa Duyungan, ada empat desa lainnya yang sudah menggunakan mesin tersebut. Yaitu Desa Tenggak Kecamatan Sidoharjo, Desa Nglorog dan Kedungpit Kecamatan Sragen dan Desa Bener Kecamatan Ngrampal.

Mesin seharga Rp300 juta itu, kata Joko, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan mesin perontok padi lainnya. Yaitu hemat tenaga karena ketika memanen padi hanya membutuhkan tiga orang hingga padi bersih, tingkat kehilangan padi hanya sekitar 2%. Padahal jika padi dipanen dengan mesin perontok padi tleser atau pun alat tradisional, tingkat kehilangan padi bisa mencapai 8% dan membutuhkan banyak tenaga manusia. “Jika dihitung keseluruhan, termasuk hemat biaya. Untuk memanen padi seluas kurang lebih 3.500 meter, saya kenai biaya Rp700.000. Padi sudah diangkut hingga pinggir jalan,” jelasnya.

Salah seorang petugas penyuluh lapangan dari Kecamatan Sidoharjo, Suratman, mengungkapkan mesin tersebut menjadi solusi bagi petani atau penebas yang tidak ingin repot memanen padi. Pasalnya keluar dari mesin, padi sudah bersih, bahkan bagian padi yang tidak berisi ikut dibersihkan saat di mesin. “Ini lebih praktis,” ujarnya.

Salah seorang penebas padi, Miyo, 66, mengungkapkan melihat kerja mesin itu yang cepat dan hasilnya baik, ia tertarik untuk menggunakannya. Tapi ia akan menghitung-hitung dulu, apakah secara keseluruhan lebih menguntungkan atau tidak. “Jika menguntungkan, saya pilih pakai mesin ini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya