SOLOPOS.COM - Aneka makanan buatan warga dikumpulkan dan kemudian didoakan bersama dalam upacara adat metri dusun yang ada di Dukuh Butuh, Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen, Jumat (13/8/2021). (Istimewa)

Solopos.com, SRAGEN — Warga berbondong-bondong membawa aneka makanan dan buah pisang ke punden Eyang Noyo Dikromo yang terletak di Dukuh Butuh, Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen, dalam acara merti dusun, Jumat (13/8/2021) siang.

Mereka berkumpul di pelataran di bawah pohon Sono yang dipercaya dulunya sebagai tongkat (teken) Eyang Buyut Noyo setelah turun dari Gunung Lawu. Semua makanan ditata. Warga yang membawa makanan kemudian duduk menunggu didoakan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Aneka makanan ringan ditancapkan dalam dua pohon pisang yang disiapkan di tanah lapang itu. Dua pohon pisang dengan aneka makanan itu merupakan symbol atas gunungan. Yakni ada gunungan perempuan dan laki-laki. Setelah semua siap, sesepuh warga berdoa dan diamine para warga dalam acara merti dusun.

Baca juga: Bupati Sragen Sidak, RSUD Tangen Ditarget Rampung Desember 2021

Prosesi tersebut disebut dengan istilah jembulan. Prosesi itu menjadi bagian dari upcara adat merti dusun. Adat ini dilakukan setelah panen bagi masyarakat agraris di Dukuh Butuh. Tradisi tersebut masih dipelihara karena ada warga pendukungnya dari tujuh RT.

Seorang tokoh masyarakat Butuh, Sukimin, 62, mengisahkan upacara adat tersebut melegenda sejak zaman Hindia Belanda. Dari cerita tutur di Butuh, ujar dia, adat merti dusun itu dilakukan karena ada musibah yang disebabkan karena gejolak alam. Hingga sampai menimbulkan penyakit, kekeringan, kelaparan, dan seterusnya.

Merti Dusun Saran Seorang Resi

“Atas saran seorang resi agar penduduk desa membersihkan segala sesuatu dengan teliti dengan cara bersih desa. Merti dusun itu upacara adat setelah panen sebagai wujud syukur atas hasil panen yang baik. Biasanya digabung dengan adat sekedah bumi atau merti bumi. Tujuannya selain wujud syukur juga sebagai tolak balak. Seperti adanya penyakit Covid-19 itu, maka kegiatan ini sebagai tolak balak penyakit,” ujar Sukimin saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (14/8/2021).

Baca juga: Masih Rendah, Capaian Vaksinasi Covid-19 Dosis Pertama Sukoharjo Baru 19,8%

Sukimin menyampaikan prosesi merti dusun dilakukan dengan tetap melakukan protokol kesehatan karena masih adanya kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Sukimin melanjutkan merti dusun itu juga dikaitkan dengan keberadaan Dewi Sri atau Dewi Padi karena hasil panen yang baik itu sebagai wujud kemurahan Dewi Sri.

“Sebenarnya syukur itu hanya kepada Tuhan yang memberi hasil panen yang melimpah. Selain itu, merti dusun itu juga untuk menjaga keselamatan warga desa dari penyakit, bahaya, dan bencana serta menjadikan desa aman dan tentram,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya