SOLOPOS.COM - ilustrasi wayang orang (M.Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Wayang Kautaman pernah sukses menggelar pertunjukan lakon Sotya Gandhewa di Jakarta.

Solopos.com, SOLO--Sukses pada 2016 lalu di Jakarta, Wayang Kautaman kembali mementaskan lakon Sotya Gandhewa di panggung Solo. Masih disutradarai Nanang Hape, wayang serius yang digarap dengan konsep artistik memukau tersebut bakal menyapa masyarakat Solo dalam serangkaian peringatan Dies Natalis ke-53 Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, di Teater Besar, Jumat (6/10/2017).

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Meski sebelumnya pernah dipentaskan dengan judul yang sama, penggarapan Sotya Gandhewa untuk Solo ini sedikit berbeda. Mulai dari para pemain dan konsep artistik yang tidak sama persis. Tetapi dari sisi penggarapan tetap sama, yaitu mereka memaksimalkan setiap detail pertunjukkan mulai garap lakon, tata panggung, desain artistik, dan lainnya. Bahkan persiapan pentas dilakukan sejak April lalu.

Berdasarkan informasi yang diunggah dalam akun instagram resmi mereka @Wayangkautaman sejumlah penari senior Solo terlibat dalam pentas Sotya Gandhewa kedua. Mereka seperti Rusini, Wahyu Santoso Prabowo, dan Wasi Bantolo. Ada juga penata tari asal Makassar, Elly D Luthan. Dengan penata tari Achmad Dipoyono, dan Wahyu Sapto Pamungkas. Sedangkan musik diserahkan kepada Blacius Subono.

Produser Pelaksana Prapto Panuju saat bertandang ke Griya Solopos, Rabu (4/10) mengatakan garapan mereka sangat serius. Enggak terlalu modern tetapi banyak melibatkan konsep artistik yang tak pernah terfikirkan oleh garap wayang orang lainnya. Di Jakarta mereka juga memasukkan unsur multimedia sebagai background panggung. Meski sedikit berbeda, pentas di Solo nanti dijanjikan sangat menarik bagi semua kalangan.

“Anak-anak ke depan perlu wayang ini. Biar masyarakat enggak minder dengan kesenian besar di negara lain,” kata dia.

Sutradara Nanang Hape menambahkan semua unsur pendukungnya hampir sama dengan wayang orang pada umumnya. Yang membedakan hanyalah segi kreativitas yang dimaksimalkan. Mulai dari penggarapan plot, alur padat, kalimat yang efektif, dan eksplorasi lain. Dengan proses yang serius tersebut, ia mengklaim selama tiga kali penggarapan respons penonton sangat bagus. Tiket ketiga pentas yang digelar di Jakarta tersebut selalu sold out.

“Semua kita garap, plot, alur, padat, kalimat-kalimat yang efektif, dramatiknya. Kami justru ke situ. Sebenarnya enggak ada yang baru, yang baru adalah keseriusan, eksplorasi maksimalnya. Agar wayang enggak hanya dianggap sebagai kenangan masa lalu. Tetapi tontonan semua orang, semua kalangan,” kata Nanang.

Sotya Gandhewa menceritakan tentang kegamangan Pandhita Durna sebagai guru Arjuna sekaligus pengabdi negara di bawah kepemimpinan Duryudana. Kepentingan negara ternyata bertolak belakang dengan tugasnya sebagai guru para ksatria Hastina. Hal ini sekaligus menyoroti kebijakan pemerintah yang tak jarang berbenturan dengan idealisme pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya