SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO – Pukulan kenong oleh Wakil Walikota Solo Achmad Purnomo, Direktur Akademi Seni Mangkunegaran (Asga) Irawati Kusumorasri, dan perwakilan dari Kementerian Pariwisata menandai pembukaan IMF di Pendapa Prangwedanan Istana Mangkunegaran Solo, Jumat (26/10/2018) malam. Disusul rancak suara gamelan yang dipukul bergantian oleh pengrawit di sisi kiri panggung acara. Tepuk tangan penonton terdengar meriah menyambut pembukaan festival yang diselenggarakan SIPA Community dan Asga ini.

Tarian lembut yang mengisyaratkan tentang kecantikan dewi-dewi kahyangan mengawali pentas. Enam perempuan dengan jarit yang dipakai sebagai kemben memasuki panggung utama di tengah pendapa. Para penari dari Semarak Candrakirana ini terlihat anggun menari di antara kemegahan pendapa yang ditopang pilar-pilar besar.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Candika Ayu yang mengisyaratkan tentang keindahan di alam kahyangan ini diiringi lirih suara gamelan. Sang Koreografer, Bambang Besur, menambah magis pentas pertama itu dengan suara-suara layaknya mantra dan bunyi lonceng yang beberapa kali ia gerakkan.

Bambang bersama enam penari perempuan itu mengenakan topeng kayu putih garapan salah satu pengrajin Bali. Bentuknya menyimpulkan keanggunaan. Wajah-wajah topeng tersebut ayu seusai dengan gerak lembut para penari. “Ini adalah topeng karya pengrajin Bali. Dikolaborasikan dengan tarian lembut yang menggambarkan keindahan. Tarian ini tak ada makna khusus, kami ingin menyebar kedamaian dalam gerak lembutnya. Tentang doa-doa kebaikan,” kata Bambang ketika berbincang dengan solopos.com seusai jumpa pers, Kamis (25/10/2018).

Selesai dengan repertoar pertama yang juga berisi mantra dan doa, acara dilanjutkan dengan pentas Astaprana yang dibawakan para delegasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarmasin. Tarian yang mengisahkan tentang sosok Astaprana ini mengusung misi pelestarian seni dan budaya tradisional. Gerak tarinya menggambarkan perjuangan Astaprana jatuh bangun mempertahankan topeng di kotanya.

Salah satunya adalah Topeng Sangkala. Topeng ini mampu berdiri tegak di tengah perkembangan jaman hingga melahirkan generasi topeng tradisional lain yang biasanya menggambarkan roh-roh jahat. Melalui pentas Astaprana penonton bisa menyaksikan gerak tari klasik Kalimantan Selatan dan simbol-simbol kebudayaan yang turut mendukung pertunjukan ini.

Keberagaman

Pentas keberagaman di malam pertama IMF dilanjutkan dengan tarian Ayu Bulan Dance (Jakarta) yang identik dengan gerak Tari Topeng dan Legong. Acara ditutup dengan pentas Lelana Dance (Bandung) yang menampilan sajian Tari Cirebon bertajuk Gunem Wadasan Nopeng.

Selain pertunjukan seni, IMF berlanjut Minggu (27/10/2018) dengan berbagai agenda seperti seminar internasional pada pagi hari, pameran topeng, serta workshop di tempat yang sama. Malam harinya digelar pentas serupa dengan menampilkan delegasi dari daerah lain, salah satunya Timor Leste, Hungaria, dan Slovakia. Tak hanya di Solo, IMF juga digelar di Museum Ullen Sentalu Yogyakarta, Museum Panji Malang, dan Museum Arma Ubud Bali. Sebelumnya, panitia telah menggelar pra event IMF 2018 di Monumen 45 Taman Banjarsari bekerja sama dengan Komunikota Visual dan Yayasan Lazuardi Kamila. Kegiatan diisi dengan menggambar masaal 1001 topeng kertas Nusantara oleh 200 murid sekolah dasar.

Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Wali Kota Solo, Achmad Purnomo, mengapresiasi acara tersebut. “Seni menjadi media komunikasi yang sangat efektif untuk menyatukan semua orang hingga berbagai negara. Festival ini diharapkan memberikan tontonan bernilai bagi masyarakat,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya