SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SRAGEN — Muhammad Deni Parwanto, 22, warga Boyolali, mengadu ke Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen karena tidak puas dengan pelayanan kesehatan di salah satu puskesmas di Bumi Sukowati.

Deni datang ke Kantor DKK didampingi perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammadiyah Sragen pada Kamis (28/3/2019) siang. Mereka diterima Kepala DKK Sragen, Hargiyanto.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dalam kesempatan itu, Deni mengutarakan ketidakpuasannya terhadap layanan kesehatan di salah satu puskesmas di Sragen. Cerita bermula ketika Deni dan istrinya membawa bayi mereka yang masih berusia dua bulan ke salah satu puskesmas di Sragen pada Senin (25/3/2019) pukul 04.00 WIB.

Saat itu, bayi tersebut mengalami sesak napas, pilek, dan demam. Setibanya di puskesmas rawat inap itu, ia diterima seorang perawat namun tak ada dokter. Namun, setelah satu jam menunggu, bayi tersebut sama sekali belum mendapat penanganan medis oleh perawat.

Merasa bayinya ditelantarkan, Deni pun jengkel. Dia khawatir jika tidak segera ditangani, kondisi kesehatan anaknya semakin memburuk.

“Perawat itu menyarankan anak saya dibawa ke rumah sakit. Tapi, saya tidak diperbolehkan menyewa ambulans puskesmas untuk membawa anak saya ke rumah sakit. Saya terpaksa cari mobil sewaan sendiri untuk membawa anak saya ke RSUD [dr. Soehadi Prijonegoro] Sragen,” papar Deni.

Deni tidak tahu alasan anaknya tidak segera ditangani perawat. Dia menduga alasan ia tidak mendapat pelayanan dengan baik di puskemas karena statusnya sebagai pasien BPJS Kesehatan.

Atas ketidaknyamanan yang dia alami itu, Deni lantas mengadu ke BPJS Kesehatan Sragen dan DKK Sragen. “BPJS sudah meminta konfirmasi ke puskesmas. Anehnya, kepada petugas BPJS, perawat itu bilang saya menolak anak saya diinfus. Padahal, itu tidak benar. Tidak mungkin saya menolak anak saya diinfus melihat kondisinya seperti itu,” terang Deni.

Menanggapi hal itu, Hargiyanto meminta maaf kepada Deni atas pelayanan yang tidak memuaskan di puskesmas tersebut. Setelah menerima pengaduan dari Deni, pada Jumat (29/3/2019), dia akan mendatangi puskesmas dimaksud.

Selama belum mendapat keterangan dari pihak puskesmas, Hargiyanto belum bisa mengambil keputusan. “Saya memahami persoalan yang dihadapi keluarga pasien. Yang namanya anak sakit, pasti ingin cepat-cepat ditangani biar lekas sembuh. Tapi, yang perlu dipahami ada protap [prosedur tetap] yang harus dipatuhi perawat. Selama tidak ada petunjuk dari dokter, perawat tidak bisa melakukan penanganan medis. Apalagi pasiennya itu adalah bayi berusia dua bulan. Saya menduga perawat itu takut terjadi kenapa-kenapa pada bayi itu sehingga tidak berani menyentuhnya,” ucap Hargiyanto.

Hargiyanto menyadari jumlah dokter di puskesmas rawat inap di Sragen cukup terbatas. Idealnya terdapat tiga dokter di tiap puskemas rawat inap yang bisa bekerja dalam tiga sif.

Namun, ada beberapa puskesmas yang hingga kini hanya memiliki 1-2 dokter. Dia tidak memungkiri, hal itu membuat layanan di puskesmas rawat inap kurang maksimal, terutama di malam hari.

“Pada dasarnya, ambulans di puskesmas itu bisa digunakan untuk membawa pasien ke rumah sakit rujukan. Tapi, sesuai protap, pasien itu harus diinfus. Kalau tidak diinfus itu malah menyalahi protap. Kalau memakai ambulans bukan dari rumah sakit/puskemas malah bisa tanpa harus diinfus pasiennya,” terang Hargiyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya