SOLOPOS.COM - Sejumlah sopir truk lokal Sleman menghentikan truk asal luar DIY yang akan masuk dan akan keluar dari wilayah Cangkringan, di kawasan Perikanan, Argomulyo, Senin (12/5/2014). (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Harianjogja.com, SLEMAN—Ratusan pemilik truk lokal di Sleman merasa dirugikan dengan kenaikan harga pasir Merapi yang naik hingga tiga kali lipat dari harga semula.

Sebagai bentuk protes, mereka menggelar aksi dengan melarang seluruh truk dari luar yang akan naik mengambil pasir ke kawasan Sungai gendol untuk kembali turun, Senin (12/5/2014). Aksi digelar di kawasan Perikanan, Argomulyo, Cangkringan, Sleman.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Pencegahan juga dilakukan di kawasan Dusun Besalen, Desa Argomulyo dan Dusun Butuh, Desa Glagaharjo. Sejumlah sopir truk lokal menghentikan truk asal luar DIY yang mengangkut pasir.

Mereka diberitahu untuk tidak mengambil pasir untuk sementara waktu di Sungai Gendol. Hal yang sama juga dilakukan kepada truk yang akan naik, sekaligus diminta turun kembali. Aksi para sopir ini mendapatkan pengamanan dari aparat kepolisian.

Arifin, 25, salah satu sopir truk asal Dusun Kalimanggis, Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, mengaku selama sepekan ia merugi karena harga pasir naik menjadi Rp350.000 hingga Rp500.000 untuk satu rit atau sekitar enam meter kubik.

Hal itu tidak lepas dari adanya peningkatan status Merapi dari Normal menjadi Waspada, sehingga normalisasi dihentikan dan alat berat tidak beroperasi. Padahal, kata dia, biasanya harga pasir hanya berkisar antara Rp150.000 hingga Rp200.000.

Meski harga naik, sejumlah sopir tetap membeli pasir, karena mereka harus membayar uang setoran kepada pemilik truk atau untuk membayar angsuran truk yang masih kredit.

“Kalau seperti ini terus, truk-truk baru yang masih kredit banyak yang ditarik dile,” terangnya saat ditemui di sela-sela aksi di Cangkringan, Senin siang.

Lebih detail ia mengalkulasi, dengan harga pasir misalkan diambil rata paling bawah yakni Rp350.000, dia juga masih harus mengeluarkan uang untuk membeli solar Rp150.000, jasa bongkar Rp50.000, setoran pemilik truk Rp150.000, sehingga total harus mengeluarkan Rp700.000.

“Pas-pasan, mana mungkin kami bisa menjual di atas Rp700.000 untuk wilayah DIY, belum lagi uang makan, retribusi jalanan biasanya sampai Rp35.000 dan lain-lain,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya