SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JOGJA — Gunung Merapi tujuh kali mengeluarkan awan panas sejak Senin (18/2/2019) pagi hingga petang. Meski begitu,  Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogja tidak mengubah status waspada Merapi karena aktivitas tersebut lumrah dan belum membahayakan penduduk.

Berdasarkan data seismik BPTTKG Jogja, guguran awan panas pertama kali terjadi pukul 06.05 WIB, 06.13 WIB, 06.24 WIB, 06.25 WIB, dan 06.28 WIB secara berurutan. Jarak luncuran awan panas maksimal tercatat hingga 1 km mengarah ke Kali Gendol. Keluarnya awan panas disertai bumbungan asap akibat lava pijar yang turun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sejam berlalu, awan panas guguran kembali keluar dari Merapi sekitar pukul 07.32 WIB. Hanya saja, jarak luncuran yang masih mengarah ke Kali Gendol itu tidak sepanjang sebelumnya. BPPTKG mencatat jarak luncur awan panas hanya 200 m ke arah Kali Gendol disertai bumbungan asap setinggi 400 meter.

Aktivitas Merapi kali ini tidak diiringi munculnya awan panas hingga siang hari. Sekitar pukul 11.33 WIB puncak Gunung Merapi diguyur hujan lebat dengan jumlah curah 52 mm. Intensitas hujan di puncak Gunung Merapi mulai berangsur reda hingga pukul 12.45 WIB. BPPTKG mencatat total curah hujan yang turun 74.5 mm. Sempat dilaporkan adanya banjir lahar dalam skala kecil di sebelah Timur Banker Kaliadem, Kali Gendol.

Pada pukul 14.21 WIB, muntahan awan panas kembali muncul dengan durasi 63 detik ke arah Kali Gendol. Total jumlah awan panas yang keluar pada Senin ini sebanyak tujuh kali. Adapun jumlah guguran tercatat 48 kali dengan durasi 21-71 detik dengan jarak luncur 200-900 meter sementara jumlah hembusan tercatat hanya 20 kali.

Kepala BPPTKG Jogja Hanik Humaida menjelaskan awan panas yang terjadi di Gunung Merapi umumnya termasuk dalam awan panas guguran. Gaya berat kubah lava atau bagian dari kubah lava yang runtuh menentukan laju dari awan panas. Semakin besar volume yang runtuh akan semakin cepat laju awanpanas dan semakin jauh jarak jangkaunya.

Aktivitas awan panas yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh ekstrusi magma langsung. Meski begitu, ada faktor juga yang diakibatkan material yang runtu dari kubah. “Guguran kubah dan esktrusi magma ada sebagian yang meluncur ke luar ke Kaki Gendol, dan ada yang sebagian masuk ke kawah,” jelasnya.

Intensitas guguran dapat menjadi indikasi peningkatan ekstrusi magma. Hal itu bisa dilihat dari pertumbuhan kubah dan intensitas guguran yang terjadi. Umumnya kubah lava yang terbentuk di puncak berbentuk memanjang menjulur ke arah lerengnya. Orientasi dari kubah lava ini yang menentukan arah awan panas yang akan terjadi.

“Kubah lava di puncak Merapi tidak tunggal dalam arti ada banyak kubah lava yang tidak runtuh dan kemudian menjadi bagian dari morfologi puncak gunung Merapi,” jelasnya.

BPPTKG tidak bisa memastikan kapan awan panas kembali muncul. Meskipun awan panas kembali muncul yang daya yang lebih besar, namun ancamannya masih sama. Kondisi tersebut menjadi alasan BPPTKG hingga kini masih mempertahankan status waspada Merapi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya