SOLOPOS.COM - Pengrajin menyelesaikan proses pembuatan batik lukis di Kampung Batik Laweyan, Rabu (14/1/2015). (JIBI/Solopos/Dok)

Solopos.com, SOLO -- Hari ini Jumat, 2 Oktober 2020, tepat 11 tahun sudah batik diakui United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (Unesco) sebagai warisan dunia milik Indonesia. Hari ini pula diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Batik kini bukan sekadar budaya, tetapi telah menjelma menjadi komoditas bisnis berkelas dunia.

Selama lebih dari satu dekade eksistensi batik terus diuji. Boleh dibilang saat ini animo masyarakat terhadap produk batik masih tinggi sehingga ini menjadi peluang bagi industri batik. Kesadaran bagi para perancang muda untuk mengenalkan batik menjadi fesyen yang disukai anak muda juga meningkat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Namun demikian, ancaman bagi industri batik juga tak main-main. Di tingkat internasional persaingan ada dalam hal harga dan hak paten. Misalnya, regulasi yang tak ketat membuat produk China menyerbu pasar batik Indonesia. Harga murah serta corak kain yang menyerupai batik pun jadi daya pikat produk China tersebut.

Pelaku usaha batik di Indonesia dituntut untuk mempunyai ciri khas dari batiknya, sehingga sulit ditiru. Selain itu mereka juga diminta untuk segera mematenkan setiap desain corak yang telah dihasilkan para pengrajin batik.

Tantangan terbaru adalah bagaimana industri batik Tanah Air tetap eksis di tengah wabah pandemi Covid-19.

Kota Batik

Adalah Kota Solo yang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang terkenal dengan produk batiknya sehingga disebut Kota Batik. Achmad Sani Alhusain dalam tulisannya berjudul Kendala dan Upaya Pengembangan Industri Batik di Surakarta Menuju Standardisasi yang dipublikasikan jurnal.dpr.go.id pada 2015 menyebut sebagian besar batik yang dihasilkan di Solo merupakan hasil dari industri kecil dan menengah yang dikelola secara tradisional. Sebagian besar dari sumber daya manusia yang memproduksi batik memiliki kemampuan membatik secara turun-temurun.

“Dari pandemi ini semua menurun, produksi, pengunjung, hingga pemasaran. Semua rumah produksi batik libur, kecuali yang ditangani sendiri, produksi paling kecil-kecil. Ada beberapa produksi paling untuk seragam, ekspor, tapi jumlahnya jauh berkurang. Kalau dulu owner bertanya dengan karyawannya, sudah dapat berapa [tamu/pembeli]. Sekarang itu pertanyaannya sudah ada tamu belum saking sepinya. Ini Laweyan sebagai destinasi wisata,” ujar Pemilik Batik Putra Laweyan, Gunawan Nizar, saat ditemui Solopos.com, Kamis (1/10/2020).

Pandemi Bikin Berhenti

Wakil Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL) ini bercerita biasanya tamu datang setiap hari. Ada yang sekadar jalan-jalan, membeli oleh-oleh batik, hingga mereka yang studi banding atau pun studi wisata. Tapi, sejak pandemi pasar Kampung Batik Laweyan nyaris terhenti. Usaha yang notabene produsen batik terpaksa berhenti. Mereka juga mesti mengurangi jam kerja karyawan hingga merumahkannya. Meskipun demikian, ia optimistis libur akhir tahun nanti pasar Kampung Batik Laweyan kembali ramai.

Sejak Laweyan ditetapkan sebagai Kampung Batik pada 2004 lalu, tren batik pun melejit. Batik Laweyan yang sempat mati suri bangkit berbarengan lahirnya FPKBL. Pada 2015 lalu, FPKBL mencatat ada total 102 pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) batik. Jumlah ini terdiri atas 59 orang pengusaha kecil, 37 pengusaha menengah, dan enam pengusaha besar. Belakangan, jumlahnya menurun drastis hingga hanya sekitar 40-an pengusaha sekaligus produsen batik di Laweyan.

“Kalau yang kecil diproduksi sendiri jumlahnya tinggal 40-an [usaha batik]. Ini jumlahnya jauh berkurang ada penurunan 90% jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ada yang fokus usaha online sambil tetap berjualan batik, ada yang banting setir ke kuliner. Kalau di masa seperti ini baju rumahan yang laku keras,” imbuhnya.

Sentra Utama Batik

Membicarakan batik di Kota Solo tak bisa dilepaskan dari dua kampung yang merupakan sentra utama batik, yakni Kampung Batik Kauman dan Laweyan. Kedua kampung ini memiliki sejarah panjang. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini berubah bentuk menjadi kawasan kampung wisata serta sentra batik yang modern. Jika Laweyan erat kaitannya dengan Kerajaan Pajang dan lahirnya Serikat Dagang Islam, maka Kauman tak bisa dilepaskan dari Keraton Kasunanan Surakarta.

Ada jurnal teknis arsitektur berjudul Pelestarian Kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Solo yang ditulis oleh Andri Satrio dkk pada 2006. Jurnal itu menyebut semasa Kerajaan Pajang 1546, Laweyan terkenal sebagai daerah penghasil tenun. Batik di Laweyan baru dikenal semasa Kerajaan Kasunanan Surakarta dan mengalami masa kejayaan di tahun 1960-an. Batik yang diproduksi di Laweyan adalah batik tulis tradisional dengan corak spesifik, berbeda dengan batik yang dikembangkan di dalam tembok keraton.

Sayang, minimnya regenerasi, sistem manajemen yang kurang bagus, serta munculnya produk batik printing di tahun 1980-an menyebabkan industri batik di Laweyan gulung tikar. Dalam perkembangannya, perubahan fungsi kawasan yang semula didominasi oleh pengrajin batik menjadi nonbatik berpengaruh terhadap perubahan morfologi kawasan dan permukimannya.

Mbok Mase

Di Laweyan terdapat beberapa kelompok sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satunya adalah golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak perempuan sebagai pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang biasa disebut istilah Mbok Mase.

Gunawan menambahkan pemasaran yang dilakukan pun tak lagi bisa dikerjakan secara konvensional. Tak pelak kemajuan teknologi informasi sebagai sebuah keniscayaan. Promosi produk pun dilakukan secara online dengan membuat situs tersendiri hingga memanfaatkan media sosial seperti Instagram maupun marketplace.

Batik Putra Laweyan adalah usaha keluarga yang sudah turun temurun. Semula namanya Batik Bintang Mulya yang memproduksi kain-kain batik tulis pada 1967. Ini merupakan rintisan pertama, namun harus ditutup pada 1979. Pada tahun 1981, perusahaan Batik Bintang Mulya berdiri kembali dengan nama baru, Batik Cahaya Putra. Setelah kian berkembang, di tahun 1990-an, Gunawan mencoba membuka usaha batik sendiri lepas dari usaha keluarga, Ia membuat branding baru, Batik Putra Laweyan.

Di sisi lain, wakil FPKBL ini tak takut dengan semakin ketatnya persaingan bisnis batik. Hal ini lantaran kekhasan yang dimiliki batik produksinya yang menjadi nilai jual. Ada motif-motif klasik yang masih dipertahankan. Meskipun begitu, ada pula inovasi yang terus dilakukan agar motifnya terus berkembang.

Selain itu, demi memperpanjang napas usaha di masa pandemi ini, para pelaku usaha batik ini kemudian memanfaatkan relaksasi pembiayaan. Seperti restrukturisasi kredit, hingga keringanan pajak. Bahkan, demi mengaver biaya operasional, mereka mulai merogoh tabungan.

Koperasi Batik Batari

Ketua Koperasi Batik Batari (Batik Timur Asli Republik Indonesia), Solichul Hadi Achmad Bakri, mengatakan yang dilakukannya sekarang ini adalah diversifikasi usaha. Meski nomenklatur aslinya adalah koperasi batik.

“Ini sudah sejak 1970-an, industri batik mengalami tantangan. Banyak teknologi printing memukul batik tradisional. Kebetulan Batari terletak di jantung Kota Solo sehingga kami berupaya memanfaatkan lahan yang kami miliki,” ujarnya.

Solichul menyebut Koperasi Batik Batari termasuk koperasi yang mampu bertahan dari berbagai goncangan ekonomi. Usaha-usaha yang pernah ditempuh adalah menjadikan gedung koperasi yang cukup besar sebagai gedung pertemuan yang disewakan. Kemudian membuka kios batik di Pasar Klewer, mendirikan pabrik es batu, usaha angkutan transportasi dan ekspedisi barang Solo – Pekalongan. Berikutnya adalah persewaan peralatan dan perlengkapan pesta, menyewakan sebahagian lahan bagian timur kepada Bank Bukopin. Dan mengupayakan simpanan di GKBI menjadi saham pada PT GKBI Investment.

Dari sekian banyak usaha Batari, hanya tiga yang dapat bertahan dan menguntungkan. Yakni persewaan gedung, persewaan kursi dan lahan sebagai kantor Bukopin. Dari ketiga bisnis itulah Batari berusaha untuk mampu mempertahankan hidup dan tetap membagi SHU (sisa hasil usaha) bagi para anggotanya.

“Total anggota sekarang 210 orang, ini yang masih aktif bergerak di industri batik dan tekstil dan produk tekstil [TPT] kurang dari 5%. Sekarang kami juga bisnis frozen food, lalu setahun belakangan kami bikin coworking space Batico,” katanya.

Kreativitas adalah Kunci



Sementara itu, PT Danar Hadi sebagai salah satu perusahaan batik terbesar di Indonesia juga terus berbenah dan berinovasi. Managing Director Danar Hadi, Diana Santosa, mengatakan di tengah pandemi atau pun bukan sebagai retail khususnya di bidang batik, nomor satu adalah kreativitas.

“Salah satunya kami bikin Tribute to Jawa Dwipa memperingati Hari Batik dan HUT ke-53 Danar Hadi. Tidak semua yang dipamerkan ini diproduksi Danar Hadi. Kami kerja sama dengan pengrajin daerah. Sistemnya mereka presentasi produk lalu kami kurasi. Artinya produk yang kami pilih dalam toko kita sudah kami sesuaikan dengan segmen yang ada di tempat kami,” katanya.

Menurutnya, ini sebagai sarana membantu para pengrajin batik berbasis UMKM. Danar Hadi mengambil kain batik hasil pengrajin batik daerah tersebut, tapi untuk pengolahan ready to wear mereka olah sendiri. Hal ini dilakukan sejak dulu untuk variasi produk. Akan tetapi, quality control disesuaikan dengan standar produk Danar Hadi.

Danar Hadi

Pada buku 50 Tahun Danar Hadi Solo yang terbit pada 2017 disebut Danar Hadi sebagai sebuah perusahaan secara resmi berdiri pada 1967. Tahun itu industri batik di Solo baru merangkak setelah periode 1965. Walaupun kondisi perbatikan tidak terlalu kondusif. Tetapi pasangan Santosa Doellah dan Danarsih Hadiprijono memutuskan untuk memulai usaha batik di tahun tersebut.

Santosa Doellah dibesarkan dari keluarga yang setidaknya empat generasi sudah berkecimpung di perbatikan. Ia dilahirkan dari pasangan dr Doellah dan Fatimah Wongsodinomo. Santosa dibesarkan kakeknya, Raden Wongsodinomo.  Wongsodinomo merupakan seorang saudagar batik yang cukup terpandang di Solo. Ia juga salah satu yang ikut aktif membentuk koperasi untuk para pebatik sejak tahun 1937.

Asisten Manajer Museum Batik Danar Hadi, Asti Suryo Astuti, menambahkan pada Tribute to Jawa Dwipa ini Danar Hadi ingin memberikan edukasi dan pemahaman mengenai batik.

Ia mencontohkan dalam teknologi bisa disebut batik kalau dalam prosesnya menggunakan lilin panas sebagai perintang warna. Kalau menorehkan lilin memakai canting jadinya batik tulis, kalau pakai cap jadinya cap, atau kombinasi dari keduanya. Sedangkan aspek budaya, ini sebagian besar terdapat pada batik keraton, antara lain batik yang ada di Kasunanan, Kasultanan, Mangkunegaran, dan Pakualaman.

Kaum Sudagaran

Ada pula batik di luar tembok keraton ada Kauman dan Laweyan. Inilah yang disebut Batik Sudagaran. Menurutnya, pembuatan batik itu semula di Keraton, tetapi permintaan yang meningkat membuat keraton menyerahkan kepada abdi dalem yang tinggal di luar tembok keraton. Ini yang disebut dengan kaum Sudagaran.

“Danar Hadi adalah perusahaan terintregasi. Kami membuat tekstil motif batik printing tangan di Sondakan, printing mesin di Kusuma Hadi, tulis dan cap di Pabelan. Pasarnya pun beda-beda sehingga kami memenuhi ini, tapi tetap pada aturan atau pakem dengan apa yang dilakukan Danar Hadi. Ragam hias pokok ragam isiannya harus benar sehingga tidak membuat batik asal-asalan,” katanya.

Sementara itu, PT Batik Keris pun kian unjuk gigi ke muka publik lewat rebranding Omah Lowo yang kini menjadi Rumah Heritage Batik Keris. Komisaris Utama Batik Keris, Lina Tjokrosaputro, menyebut Omah Lowo direnovasi kemudian difungsikan sebagai galeri display batik dan Pusat Kerajinan Nusantara.

“Rumah Heritage ini sebagai benang merah perjalanan Batik Keris. Bangunan utama (A) yang terletak paling depan diperuntukkan sebagai galeri koleksi Batik Keris kelas premium. Bangunan B yang berada di bagian tengah merupakan gerai koleksi fesyen hingga produk-produk kerajinan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan bangunan C sebagai kafe,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya