SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Saat ini kita berada di tahun baru Hijriah, tepatnya 1 Muharram 1433 H. Setiap tahun kita memperingati tahun baru Hijriah, dan hal ini senantiasa mengingatkan kita akan peristiwa besar hijrah Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya radliyallohu ‘anhum dari Mekkah ke Madinah.

Peristiwa besar dan sangat bersejarah inilah yang menjadi dasar penetapan penanggalan Islam. Jika saja kita mau mencermati hal ini, sungguh luar biasa! Betapa tidak, perhitungan dan penanggalan didasarkan peristiwa besar dan bersejarah dan menjadi titik tolak kebangkitan dan kemenangan umat Islam! Bukan didasarkan peristiwa lahirnya seseorang, bukan pula kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kenapa demikian? Karena Islam sangat menentang kultus individu. Islam adalah agama yang didasarkan oleh nilai-nilai tauhid yang bersih dari kesyirikan.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,” (QS. An-Nisaa’/4:97)

Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi SAW sedangkan mereka sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar. Akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.

Sejenak, mari kita berpindah dari sejarah hijrah menuju tradisi yang mengakar kuat di masyarakat dan masih terkait dengan soal yang sama, pergantian tahun baru. Dalam masyarakat Jawa misalnya, biasa menyebut bulan Muharam sebagai bulan Suro. Penamaan ini sebenarnya berkaitan erat dengan kepercayaan dan ritual ibadah Islam, yakni ‘aasyuroo (hari kesepuluh). Pada hari kesepuluh atau tanggal 10 Muharam, Islam menuntunkan kita untuk melakukan puasa ‘aasyuroo yang nilai keutamaannya sangat besar yakni menghapuskan dosa satu tahun yang telah lalu.

Rasulullah SAW melakukannya dan memerintahkan para shahabat dan umatnya untuk melakukannya pula. Masyarakat Jawa lebih mudah mengungkapkan istilah suro ketimbang ‘aasyuuroo. Dari sisi ini, sesungguhnya indah sekali tradisi penamaan bulan oleh masyarakat Jawa karena tidak sekadar mengingatkan waktu namun sekaligus tuntunan beribadah kepada Allah SWT. Saya kira hal ini tidak lepas dari peran para dai dan ulama di masyarakat Jawa (seperti para sunan walisongo, misalnya) dalam melakukan tugas dakwah Islam secara bijaksana sehingga mudah diterima masyarakat.

Strategi dakwah demikian inilah yang kemudian dikenal dengan istilah dakwah kultural, yang sebenarnya juga dipraktikkan dan dicontohkan pula oleh Rasulullah SAW pada masyarakat Arab di mana saat itu beliau pertama kali menjalankan tugas dakwah dan perbaikan umat.

Bagaimana cara yang Islami (sesuai dengan tuntunan ajaran Islam) dalam menyambut tahun baru? Pertama, hendaklah kita menyadari betapa pergantian tahun mengingatkan kita bahwa waktu selalu berjalan dan tak pernah berhenti. Dan harus pula kita ketahui bahwa waktu merupakan kesempatan yang Allah bentangkan bagi kita untuk melakukan amal di dalamnya, dan tatkala jatah waktu hidup di dunia telah usai, maka akan ada pertanggungjawaban penggunaan waktu tersebut di akhirat kelak.

Kedua, bersyukurlah tatkala Allah masih memberikan waktu di kehidupan dunia bagi kita karena itu berarti masih ada kesempatan untuk menambah amal kebaikan yang menjadi bekal terbaik saat kita menghadap-Nya kelak. Bersyukur pula karena itu berarti masih tersedia kesempatan bagi kita untuk memohon ampunan-Nya jika ternyata banyak dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan. Ketiga, di antara wujud rasa syukur ialah melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.

Maka di tahun yang baru dan bertepatan dengan masuknya bulan Muharam hendaklah kita ingat tuntunan yang diajarkan Nabi SAW yakni agar kita melakukan puasa ‘aasyuuroo. Bahkan lebih baik lagi berpuasa dua hari yakni tanggal 9 dan 10 Muharam sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits shahih.

Keempat, lakukan evaluasi dari amal-amal yang telah kita lakukan di tahun sebelumnya agar kita ketahui kualitasnya sehingga jika didapati kesalahan, bisa segera diperbaiki dan tidak berketerusan. Sebaliknya, jika amal-amal yang dilakukan sudah benar, maka bisa dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dilakukannya untuk esok hari, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengawasi apa yang selalu kalian kerjakan!” (QS. Al-Hasyr/59:18).

Di akhir uraian ini, saya sampaikan Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1433 Hijriah! Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa menyertai kita dalam mengisi kehidupan di masa depan yang lebih cerah, indah dan penuh berkah! Walloohu a’lamu bish-shawwaab

Oleh Sigit Yulianta, ST., M.S.I

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya